Disodori Amplop Jatah Pejabat, Bung Hatta Berikan pada Masyarakat Papua
Merdeka.com - Bung Hatta dikenang karena kejujuran dan integritasnya. Beliau tidak mau mengambil apa yang bukan haknya.
Kisah ini terjadi tahun 1970, saat Bung Hatta mendapat undangan untuk mengunjungi Papua yang dulu bernama Irian. Saat itu Bung Hatta tidak lagi menjabat sebagai wakil presiden.
Kunjungan ke Irian dianggap penting. Alasannya belum pernah sekali pun Bung Hatta mengunjungi Papua setelah kemerdekaan. Sementara dulu di zaman penjajahan, Bung Hatta malah pernah dibuang ke Tanah Merah, Boven Digul.
-
Kenapa Bung Hatta diasingkan? Bung Hatta bersama Sutan Sjahrir sudah ditetapkan menjadi tahanan politik oleh Belanda, lalu mereka dibuang ke Banda Naira pada 11 Februari 1936.
-
Siapa yang mengasingkan Bung Hatta? Bung Hatta bersama Sutan Sjahrir sudah ditetapkan menjadi tahanan politik oleh Belanda, lalu mereka dibuang ke Banda Naira pada 11 Februari 1936.
-
Dimana Bung Hatta diasingkan? Banda Naira, salah satu pulau kepulauan Banda di Kabupaten Maluku Tengah terkenal dengan destinasi wisata yang begitu indah.
-
Dimana Mohammad Hatta lahir? Tepat hari ini, 12 Agustus pada 1902 silam, Mohammad Hatta lahir di Bukittinggi.
-
Kapan Bung Hatta diasingkan? Bung Hatta bersama Sutan Sjahrir sudah ditetapkan menjadi tahanan politik oleh Belanda, lalu mereka dibuang ke Banda Naira pada 11 Februari 1936.
-
Kenapa Atta Halilintar nggak mau dipanggil Pak Haji? Atta lebih lanjut menjelaskan bahwa panggilan 'pak haji' sering kali dijadikan bahan candaan oleh orang-orang di sekitarnya. Ia menambahkan, 'Disangkanya saya mau dipanggil pak haji. Jangan lah, jangan panggil pak Haji. Tapi orang suka ngeledek, pak haji, pak haji.'
Diputuskan pula Bung Hatta akan melakukan kunjungan dengan kapasitas sebagai pejabat negara.
Bung Hatta: Saya Tidak Mau Terima!
Awalnya Bung Hatta menolak. Karena ongkos ke Papua cukup besar. Bung Hatta juga tidak punya cukup uang untuk pergi ke sana. Namun setelah berkali-kali dibujuk dan diyakinkan perjalanan ini akan dibiayai pemerintah, Bung Hatta pun menyanggupi untuk terbang ke sana.
Singkat cerita, rombongan Bung Hatta pun sampai ke Jayapura setelah transit lebih dulu di Ujung Pandang. Soemarmo, seorang pejabat di Departemen Penerangan menghampiri Proklamator tersebut sambil membawa amplop.
"Surat apa ini?" kata Bung Hatta spontan saat melihat amplop itu.
"Bukan surat Bung. Uang. Uang saku untuk Bung Hatta selama perjalanan di sini," jawab Soemarmo.
"Uang apa lagi? Bukankah semua ongkos perjalanan saya sudah ditanggung pemerintah? Dapat mengunjungi daerah Irian ini saja saya sudah bersyukur. Saya benar-benar tidak mengerti, uang apa lagi ini?" balas Bung Hatta.
"Uang ini pun dari pemerintah, termasuk dalam biaya perjalanan Bung Hatta dan rombongan ini," Soemarmo mencoba meyakinkan Bung Hatta.
"Tidak, itu uang rakyat. Saya tidak mau terima, kembalikan," kata Bung Hatta tegas.
Soemarmo menjelaskan panjang lebar kalau kunjungan pejabat ke daerah, memang aturannya selalu termasuk uang saku. Uang tersebut sah karena sudah dianggarkan.
Namun Bung Hatta tetap pada pendiriannya. "Maaf saudara, saya tetap tidak mau menerima uang itu. Sekali lagi saya tegaskan, bagaimana pun uang itu harus dikembalikan pada rakyat."
Soemarmo menyadari, percuma berdebat dengan Bung Hatta soal prinsip tersebut. Tak ada gunanya memaksa Bung Hatta. Dia pun kemudian menyimpan kembali amplop itu.
Kisah inspiratif ini ditulis sekretaris pribadi Bung Hatta, I Wangsa Widjaja dalam Buku Mengenang Bung Hatta yang diterbitkan Toko Buku Gunung Agung tahun 2022.
Terharu pada Masyarakat Boven Digul
Dari Jayapura, Bung Hatta kemudian melanjutkan perjalanan menuju Boven Digul. Perjalanan masih sangat sulit karena terbatasnya akses transportasi ke sana.
Di tempat pengasingan dulu, rupanya orang-orang tua di sana masih mengenali Bung Hatta. Rombongan sempat singgah ke rumah seorang pemuka masyarakat yang dulu akrab dengan Bung Hatta.
Bung Hatta tampak terharu melihat itu. Terlebih saat beberapa tokoh masyarakat mengumpulkan para pemuda dan anak sekolah untuk menyambut kedatangan Bung Hatta.
Sambutan masyarakat itu sederhana, namun rupanya sangat bermakna bagi Bung Hatta.
Uang Untuk Rakyat
Saat akan memberikan wejangan, Bung Hatta berbisik pada Soemarmo. "Amplop yang berisi uang tempo hari, apa masih saudara simpan?"
"Masih Bung, tapi buat apa Bung?" tanya Soemarmo heran.
Bung Hatta meminta amplop tersebut. Soemarmo heran, hendak diapakan uang itu? Bukankah kemarin Bung Hatta menolaknya.
Ternyata di akhir wejangannya, Bung Hatta memberikan amplop tersebut pada seorang pemuka masyarakat Boven Digul. "Sebelum saya dan rombongan meninggalkan daerah Digul ini, saya ingin menitipkan sesuatu, Ini sekadar oleh-oleh dari saya untuk masyarakat di sini," kata Bung Hatta.
I Wangsa Widjaja dan Soemarmo yang menyaksikan kejadian itu tercengang. Sama sekali tidak menyangka Bung Hatta akan memberikan amplop tersebut untuk masyarakat.
Saat pulang, Bung Hatta berkata setengah bercanda pada Sumarmo. "Nah, apa yang saya katakan tempo hari terbukti kan? Saudara lihat sendiri, uang itu berasal dari rakyat dan kini telah kembali kepada rakyat."
Kagum pada Bung Hatta
I Wangsa Widjaja mengaku kagum atas sikap Bung Hatta yang menolak amplop jatah pejabat itu. Bung Hatta benar, uang itu adalah uang rakyat dan karena itu tidak layak diterima hanya sekadar sebagai uang saku.
Menurutnya, sikap ini mencerminkan kejujuran Bung Hatta dan memperlihatkan kepolosan pemimpin sejati.
"Pikiran Bung Hatta, orientasinya selalu pada rakyat," kenangnya. (mdk/noe)
Cobain For You Page (FYP) Yang kamu suka ada di sini,
lihat isinya
Mohammad Hatta adalah pahlawan nasional yang dikenal cerdas, jujur, dan bijaksana.
Baca SelengkapnyaMohammad Hatta menjadi saksi bahwa suku asli Merauke kaya-kaya dan sangat pintar dan cerdas dalam berhitung.
Baca SelengkapnyaPatung Bung Karno berdiri di gerbang Pos Lintas Batas Negara (PLBN) Yetetkun Boven Digoel. Keberadaannya dipertanyakan keluarga Bung Hatta.
Baca SelengkapnyaBrigadir Jenderal Eddie M Nalapraya Menolak Uang Suap Ratusan Juta Rupiah.
Baca SelengkapnyaWakil Presiden pertama RI, Mohammad Hatta dikenal sebagai kutu buku. Aktivita sehari-harinya selalu diisi dengan membaca buku.
Baca SelengkapnyaWakil Presiden Mohammad Hatta disambut hangat masyarakat di daerah Sumatera Barat saat melakukan kunjungan kerja pada bulan April 1954. Ini momen selengkapnya.
Baca SelengkapnyaUntuk posisi Pj gubernur Papua, sejumlah nama sudah beredar sejak dini. Tetapi dari nama yang beredar, tidak ada yang Orang Asli Papua (OAP).
Baca SelengkapnyaJenderal ini terkenal sebagai orang yang jujur dan bersih selama mengabdi di Kepolisian, kini namanya terus dikenang dan menjadi sosok teladan.
Baca SelengkapnyaHasto juga menyinggung pemimpin yang paham HAM pasti anti dengan korupsi.
Baca SelengkapnyaHasto menyatakan perilaku menghormati HAM juga dicerminkan dari sikap anti korupsi.
Baca SelengkapnyaHasto menyampaikan pesan Megawati terkait kriteria pemimpin
Baca SelengkapnyaSekjen PDIP Hasto Kristiyanto menyatakan intimidasi terhadap pendukung Ganjar Pranowo-Mahfud Md terjadi sejumlah tempat.
Baca Selengkapnya