Better experience in portrait mode.
Iklan - Geser ke atas untuk melanjutkan

Empat Teori Masuknya Islam ke Nusantara

Empat Teori Masuknya Islam ke Nusantara Salat Jumat pertama Ramadan 2023 di Masjid Istiqlal. ©Liputan6.com/Angga Yuniar

Merdeka.com - Jejak pertama masuknya Islam ke Nusantara masih menjadi teka-teki yang belum terpecahkan. Meski sudah banyak ditemukan adanya sejarah bukti keberadaan agama Islam di zaman dahulu, namun belum ada petunjuk yang mengantarkan kepada kesimpulan bagaimana, siapa dan kapan Islam datang pertama kali ke Nusantara.

Kamil Hamid Baidawi dalam bukunya berjudul Sejarah Islam di Jawa, Menelusuri geneologi Islam di Jawa, menyampaikan dua alasan sulitnya mengungkap awal mula masuknya Islam di Nusantara.

Pertama adalah minimnya data maupun informasi sejarah, yang secara gamblang dan pasti menjelaskan kapan dan siapa yang pertama kali membawa Islam ke Nusantara.

Orang lain juga bertanya?

Kesulitan kedua adalah bercampurnya atau tumpang tindihnya antara fakta sejarah dengan cerita rakyat yang melegenda. Kenyataan ini tentu menyulitkan penelitian dalam mengungkap bukti awal kedatangan Islam.

Kamil menuturkan, sebelum kedatangan agama Hindu-Buddha hingga Islam, sebagian besar masyarakat Jawa kuno ternyata sudah mengenal suatu keyakinan dan kepercayaan.

Secara umum, animisme dan dinamisme diyakini sebagai bentuk kepercayaan dan keyakinan masyarakat pra-Islam. Animisme berarti kepercayaan kepada roh yang mendiami benda seperti batu, pohon, sungai dan gunung. Sedangkan dinamisme adalah kepercayaan bahwa segala sesuatu mempunyai tenaga atau kekuatan, yang dapat mempengaruhi keberhasilan atau kegagalan usaha manusia dalam mempertahankan hidup.

"Dua kepercayaan ini kemudian berlahan menghilang seiring datangnya agama baru, atau mengalami peleburan dengan ritual-ritual agama baru sehingga menjadi bagian penting dalam agama tersebut," kata Kamil.

Namun dipastikan Islam dibawa ke Nusantara bukan melalui peperangan ataupun penaklukan wilayah seperti saat era dinasti-dinasti melakukan ekspansi ke Persia, Afrika Utara dan sejumlah wilayah lainnya.

Dalam catatan sejarah, Islam dibawa masuk ke Nusantara oleh para saudagar melalui jalur perdagangan dan juga oleh para mubalig atau juru dakwah.

Sarkawi B Husain dalam karyanya berjudul Sejarah Masyarakat Islam Indonesia memberikan catatan lebih lanjut. Menurutnya, meski Islam datang ke Nusantara melalui jalur damai, namun jika situasi politik suatu kerajaan mengalami kekacauan dan kelemahan karena perebutan kekuasaan di kalangan keluarga istana, maka Islam dijadikan alat politik bagi golongan bangsawan atau pihak-pihak yang menghendaki kekuasaan tersebut.

Setidaknya ada empat teori yang mencoba menjelaskan kedatangan Islam ke Nusantara.

Teori India

Sejumlah sarjana Belanda memercayai bahwa asal-usul Islam di Nusantara dari anak benua India, bukan Arab atau Persia. Sarjana pertama yang mengemukakan teori ini adalah Pijnappel dari Universitas Leiden. Menurutnya, orang-orang bermazhab Syafi'i yang bermigrasi dan menetap di India, membawa Islam ke Nusantara.

Teori ini kemudian dikembangkan oleh Snouck Hurgronje yang menuturkan bahwa saat Islam mempunyai pengaruh kuat di kota-kota India Selatan, banyak muslim Dakka yang berdiam di sana sebagai pedagang perantara dalam perdagangan antara Timur Tengah dan Nusantara.

Mereka inilah yang pertama kali menyebarkan Islam ke Kepulauan Melayu, kemudian diikuti orang-orang Arab. Namun demikian Snouck Hurgronje tidak menyebut secara spesifik wilayah India Selatan mana yang dia pandang sebagai asal Islam di Nusantara. Namun dia menyebut bahwa abad ke-12 sebagai periode paling mungkin dari permulaan penyebaran Islam di Nusantara.

Teori Snouck ini juga dilandaskan pada fakta lamanya jalinan hubungan perdagangan antara Nusantara dengan India, dan adanya inskripsi tertua tentang Islam yang terdapat di Sumatera yang mengindikasikan adanya hubungan antara Sumatera dengan Gujarat, India.

Sarjana Belanda lainnya, JP Moquette berpendapat bahwa Islam di Nusantara berasal dari Gujarat. Kesimpulan ini diambil setelah dia mengamati bentuk batu nisan di Pasai, Sumatera Utara, khususnya yang tertanggal 17 Zulhijah 831 H atau 27 September 1428. Batu nisan tersebut memiliki kemiripan dengan batu nisan di makam Maulana Malik Ibrahim yang ternyata sama bentuknya dengan batu nisan yang terdapat di Cambay, Gujarat.

Namun, teori Gujarat ini tidak berdiri sendiri. Sejumlah pihak juga tidak setuju dengan dua sarjana tersebut. Salah satu pendapat berbeda diutarakan Fatimi. Dia lebih yakin jika Islam di Nusantara berasal dari Bengal, India.

Teori Arab

Pendapat yang mengemukakan Islam di Nusantara berasal dari Arab diungkapkan oleh Sir Thomas Arnold, Crawfurd, Niemann dan de Hollander.

Menurut Arnold, Coromandel dan Malabar bukan satu-satunya tempat asal Islam, tetapi juga dari Arabia. Pendapat ini didasarkan pada kesamaan mazab antara di Coromandel dan Malabar dengan mazab mayoritas umat Islam di Nusantara, yaitu mazab Syafi'i.

Dalam pandangan Arnold, para pedagang Arab menyebarkan Islam ketika mereka dominan dalam perdagangan Barat-Timur sejak abad-abad awal Hijriah atau abad ke-7 dan ke-8 Masehi.

Asumsi ini diperkuat oleh adanya fakta dari sumber-sumber China yang menyebut bahwa menjelang akhir perempatan ketiga abad ke-7, seorang pedagang Arab menjadi pemimpin sebuah permukiman Arab Muslim di pesisir Pantai Sumatera.

Sehingga dari mereka dilaporkan melakukan perkawinan dengan wanita lokal, sehingga membentuk nukleus sebuah komunitas Muslim yang terdiri dari orang-orang Arab pendatang dan penduduk lokal.

Beberapa ahli Indonesia juga sepakat dengan teori Arab ini. Dalam sebuah seminar tentang kedatangan Islam di Nusantara yang digelar tahun 1969 dan 1978, disimpulkan bahwa Islam datang langsung dari Arabia bukan dari India, tidak pada abad ke-12 atau ke-13, tetapi dalam abad pertama hijriah atau ke-7 masehi. Salah satu yang setuju dengan teori Arab ini adalah Buya Hamka.

Teori Persia

Teori ini disampaikan oleh PA Hoesein Djajadiningrat. Menurutnya, Islam masuk ke Nusantara pada abad ke-13 masehi di Sumatera yang berpusat di Samudera Pasai. Landasan teori ini adalah adanya persamaan budaya yang berkembang di kalangan masyarakat Islam Nusantara dengan budaya di Persia.

Setidaknya ada empat kesamaan budaya antara Islam Persia dan Nusantara, yaitu:

1. Adanya peringatan 10 Muharram atau Asyura yang merupakan kebiasaan yang berkembang dalam masyarakat Syiah untuk memperingati hari kematian Husain di Karbala. Kebiasaan ini diperingati dengan membuat bubur Syura. Di Minangkabau, bulan Syura disebut juga dengan bulan Hasan-Husain. Sedangkan di Sumatera Tengah sebelah Barat disebut dengan bulan Tabut. Mereka memperingatinya dengan jalan mengarak keranda yang diatasnamakan keranda Husain untuk dilemparkan ke sungai.

2. Adanya persamaan antara ajaran Al-Hallaj, tokoh Sufi Iran dengan ajaran Syeikh Siti Jenar.

3. Persamaan sistem mengeja huruf Arab bagi pengajian Alquran tingkat awal. Selain itu, tentang huruf sin yang tidak bergigi berasal dari Persia, sedangan sin bergigi berasal dari Arab.

4. Adanya persamaan batu nisan yang ada di makam Malik al-Shalih (1297M) di pasai dengan makam maulana Malik Ibrahim (1419 M) di Gresik yang dipesan di Gujarat. Hoesein berpendapat bahwa Gujarat merupakan daerah yang mendapat pengaruh dari Persia yang menganut paham Syiah, dan dari sinilah Syiah dibawa ke Indonesia.

Teori China

Teori ini didasarkan pada peristiwa di abad ke-9 masehi, di mana saat itu banyak Muslim China di Kanton dan wilayah China Selatan mengungsi ke Jawa, Sumatera hingga Kedah Malaysia.

Pengungsian terjadi karena pada masa Huan Chou terjadi penumpasan terhadap penduduk Kanton dan wilayah China Selatan yang penduduknya mayoritas Islam.

Peranan orang-orang China ini semakin nyata dengan adanya bukti-bukti artefak yakni adanya unsur-unsur China dalam arsitektur berbagai masjid Jawa kuno seperti yang terlihat pada bagian atas Masjid Banten, Mustaka yang berbentuk bola dunia yang menyerupai stupa dengan dikelilingi empat ular. Demikian pula dengan motif hiasan di Masjid Sendang Duwur Paciran Lamongan.

Selain bukti arsitektur, beberapa catatan sejarah sultan dan sunan yang berperan dalam penyiaran agama Islam di Nusantara ditengarai sebagai keturunan China, seperti Radeh Patah yang mempunyai nama Jin Bun, begitu juga Sunan Ampel.

Kehadiran Muslim China pada awal perkembangan Islam di Jawa tidak semata-mata dibuktikan dengan adanya kesaksian para pengembara asing, sumber-sumber China, teks lokal Jawa maupun tradisi lokal, namun juga oleh peninggalan-peninggalan kepurbakalaan Islam di Jawa seperti ukiran pada masjid kuno di Mantingan Jepara, menara masjid pecinan Banten, konstruksi pintu makam Sunan Giri di Gresik. (mdk/cob)

Geser ke atas Berita Selanjutnya

Cobain For You Page (FYP) Yang kamu suka ada di sini,
lihat isinya

Buka FYP
Proses Masuknya Islam ke Indonesia berdasarkan Tiga Teori, Begini Penjelasannya
Proses Masuknya Islam ke Indonesia berdasarkan Tiga Teori, Begini Penjelasannya

Proses masuknya Islam ke Indonesia didasarkan pada tiga teori. Terdapat pula tokoh-tokoh penting dalam proses penyebarannya.

Baca Selengkapnya
7 Cara Penyebaran Islam di Indonesia Beserta Sejarah Jalur Masuknya
7 Cara Penyebaran Islam di Indonesia Beserta Sejarah Jalur Masuknya

Simak cara penyebaran Islam di Indonesia berikut ini beserta sejarah masuknya.

Baca Selengkapnya
Ilmuwan Ungkap Bukti Arkeologis Keberadaan Yesus di Masa Lalu, Begini Penjelasannya
Ilmuwan Ungkap Bukti Arkeologis Keberadaan Yesus di Masa Lalu, Begini Penjelasannya

Para Ilmuwan coba menguak keberadaan Yesus di masa lalu berdasarkan bukti arkeologis. Simak informasi selengkapnya berikut ini.

Baca Selengkapnya
Menguak Sejarah Banten pada Masa Pra Islam, Diduga Jadi Ibu Kota Kerajaan Kuno
Menguak Sejarah Banten pada Masa Pra Islam, Diduga Jadi Ibu Kota Kerajaan Kuno

Kerajaan tua itu bahkan sudah ada sebelum era Padjadjaran

Baca Selengkapnya
7 Ulama yang Berjasa Besar Sebarkan Ajaran Islam di Sidoarjo, Makamnya Berbaur dengan Warga Biasa
7 Ulama yang Berjasa Besar Sebarkan Ajaran Islam di Sidoarjo, Makamnya Berbaur dengan Warga Biasa

Makam para ulama ini terletak di pemakaman umum desa.

Baca Selengkapnya
Budayawan Ngatawi: Pelajari Agama dan Pahami Tradisi Agar Tak Terjebak Radikal
Budayawan Ngatawi: Pelajari Agama dan Pahami Tradisi Agar Tak Terjebak Radikal

Penting membedakan hal yang relevan dan tidak sehingga tidak terjebak dalam paham radikal

Baca Selengkapnya
Kisah Syekh Nurjati, Jadi Penyebar Agama Islam Pertama di Tanah Sunda Keturunan Nabi Muhammad SAW
Kisah Syekh Nurjati, Jadi Penyebar Agama Islam Pertama di Tanah Sunda Keturunan Nabi Muhammad SAW

Sosoknya cukup berpengaruh dalam perkembangan Agama Islam di Cirebon

Baca Selengkapnya