Mengenal Geng Kobra, Kumpulan Jawara Betawi Sikat Preman di Jakarta
Nama Imam Syafi'ie sudah terkenal di kalangan masyarakat Jakarta, khususnya di sekitar Pasar Senen, sejak masa penjajahan Belanda.
Geng Kobra, kelompok para jagoan Betawi yang didirikan oleh Imam Syafei atau akrab disapa Bang Pi'ie pada 1950-an. Geng Kobra ini berhasil redam ulah preman-preman di Jakarta. Dalam mengelola geng Kobra, Bang Pi'ie dibantu oleh tangan kanannya.
Mereka adalah Achmad Benyamin, yang lebih dikenal sebagai Mat Bendot, Supardi Simbda, dan Saumin, yang menjabat sebagai wakil ketua harian. Bang Pi'ie menjabat sebagai ketua umum, sementara Mat Bendot dipercaya sebagai ketua harian.
-
Apa yang dilakukan preman tersebut? Saat mengemudi, dia dikejutkan lantaran sang preman mengaku terserempet. Seketika, ada adu mulut terjadi. Bahkan, sang preman mengaku memiliki KTA Polri.
-
Siapa yang berhadapan dengan preman? Seorang wanita berhadapan dengan aksi preman di kawasan Palmerah, Jakarta Barat.
-
Apa itu ketapel Betawi? Ketapel menjadi permainan tradisional yang legendaris di Jakarta.
-
Bagaimana cara Soeharto mengatasi preman? “Tindakan tegas Bagaimana? Ya Harus Dengan Kekerasan,“ Tetapi kekerasan itu bukan lantas dengan tembakan. “Dor, dor, dor!“ Tetapi yang melawan ya, mau tidak mau harus ditembak. Karena melawan mereka ditembak. Kata Soeharto.
-
Apa yang dulu dikenal sebagai 'kampung preman'? Kampung Badran merupakan salah satu kampung padat penduduk di pusat kota Yogyakarta. Dulu kampung itu dikenal sebagai 'kampung preman'.
-
Kenapa Soeharto melakukan tindakan tegas terhadap preman? Soeharto mengaku merasa muak dengan banyaknya aksi kejahatan yang dilakukan Gali. Presiden Soeharto Menilai Kekejaman Para Preman itu Sudah Keterlaluan Ada orang tua yang dirampok kemudian dibunuh. Lalu ada wanita yang sudah dirampok, diperkosa di depan suaminya. “Ini sudah keterlaluan! Apa hal ini mau didiamkan saja?“ tegas Soeharto.
Nama Imam Syafi'ie sudah terkenal di kalangan masyarakat Jakarta, khususnya di sekitar Pasar Senen, sejak masa penjajahan Belanda. Imam Syafei pernah mendekam di LOG, penjara khusus anak-anak yang bermasalah di era Belanda, akibat tertangkap mencuri.
Ia dikenal sebagai pemimpin preman terbesar di zamannya, yang mengorganisir penjambret, pencopet, preman, dan pengemis serta menguasai area Pasar Senen dan sekitarnya.
Di masa pendudukan Jepang, kelompoknya juga membantu keluarga korban romusha, yang membuat Syafei kembali ditangkap, namun berhasil melarikan diri.
Awal Mula Geng Kobra
Pada tahun 1945, Imam Syafei aktif dalam perlawanan terhadap Jepang, kemudian melawan tentara Sekutu-Belanda yang mencoba kembali menguasai Indonesia.
Perjuangannya ini membawanya bergabung dalam TNI dengan pangkat militer. Setelah Belanda menyerahkan kedaulatan, Bang Pi’ie tetap aktif di organisasi militer.
Sayangnya, banyak anak buahnya dikeluarkan karena kebijakan rasionalisasi. Dari sinilah muncul ide untuk mendirikan Kobra, sebuah kelompok yang beranggotakan mantan rekan seperjuangan Bang Pi’i yang dikeluarkan dari TNI.
Nama Kobra diambil dari pasukan Barisan Bambu Runcing pada masa revolusi. Selain itu, pembentukan geng Kobra juga didorong oleh kondisi keamanan yang kurang stabil saat itu.
Pada masa itu, lima tahun setelah proklamasi kemerdekaan, Jakarta mulai didatangi oleh kaum urban dari berbagai daerah. Saat itu, banyak pendatang dari daerah mencoba mencari peruntungan di Jakarta.
Namun, hal ini membawa dampak negatif. Lima tahun pasca kemerdekaan, kondisi ekonomi Indonesia masih belum stabil. Bersamaan dengan arus urbanisasi besar-besaran, angka kejahatan di Jakarta pun semakin meningkat.
Hal ini ditandai dengan pemalakan, pencopetan, perampokan, dan penondongan ini meresahkan masyarakat Senen dan sekitarnya.
Tujuan Geng Kobra
Akhirnya, untuk menekan kriminalitas di Jakarta Bang Pi'ie membentuk Organisasi Kobra atau dikenal sebagai Geng Kobra. Terbukti, geng Kobra berhasil menurunkan tindak kejahatan dalam waktu 3 bulan setelah dibentuk.
Hampir semua tempat tahanan di kota tidak mampu menampung jumlah pelaku kejahatan. Sebagai solusi untuk mengurangi tingkat kriminalitas, para pelaku kejahatan yang umumnya adalah pengangguran tersebut kemudian diberi pekerjaan.
Beberapa di antaranya bekerja sebagai kuli angkut di Pasar Senen, sementara lainnya ditugaskan sebagai petugas keamanan. Geng Kobra memiliki dua sumber pemasukan utama.
Pertama, dari iuran bulanan yang dibayarkan oleh para pedagang, dan kedua, dari pengoperasian tempat perjudian. Iuran bulanan ini diterima sebagai imbalan oleh organisasi Kobra, dengan besarnya yang disesuaikan berdasarkan kemampuan masing-masing pedagang, tanpa jumlah yang ditetapkan secara pasti.
Umumnya, para pemilik usaha atau toko merasa aman jika ada anggota Geng Kobra yang bekerja di tempat mereka. Di setiap kecamatan, ada anggota geng Kobra yang kerap menghadapi perlawanan dari geng-geng lain.
Backing Perjudian
Toko yang memakai jasa geng Kobra biasanya ditempeli stiker ular kobra atau dipasang foto Bang Pi'ie untuk memberi tanda bahwa toko tersebut dilindungi oleh geng kobra.
Selain itu, pendapatan geng Kobra juga berasal dari pengoperasian tempat perjudian di berbagai lokasi, seperti Glodok, Tanah Tinggi, Jatinegara, dan lainnya.
Tempat perjudian ini kadang dipindahkan ke wilayah seperti Tugu hingga Puncak, Jawa Barat, jika ada informasi bahwa aparat keamanan akan melakukan razia.
Keuntungan dari bisnis perjudian ini diatur untuk mendukung kepentingan organisasi, termasuk membantu kebutuhan hidup dan pendidikan keluarga para anggota.
Misalnya, jika seorang anggota tertangkap dan dipenjara, Kobra akan membantu keuangan keluarganya, sehingga anggota tersebut tidak perlu khawatir tentang ekonomi keluarganya selama menjalani hukuman.
Reporter Magang: Yulisha Kirani Rizkya Pangestuti