Sedih, Begini Prosesi Pemakaman Jemaah Haji Indonesia yang Meninggal di Tengah Laut Zaman Dulu
Suasana pemakaman tersebut sangat menyayat hati. Melihat jenazah yang meluncur ke laut.
Penulis: Arsya Muhammad
Hingga tahun 1970an, pemerintah Indonesia masih memberangkatkan jemaah haji Indonesia melalui jalur laut. Kini pelayaran ke Tanah Suci tinggal sejarah, karena semua kloter haji Indonesia diterbangkan dengan pesawat.
Perjalanan laut Jakarta Jeddah punya sejarah panjang dalam penyelenggaraan haji di Indonesia.
Di era kolonial, perjalanan laut antara Jakarta-Jeddah ini bisa mencapai satu bulan. Namun di tahun 1960an, jarak tersebut rata-rata bisa ditempuh dalam 13-15 hari pelayaran.
Salah satu yang pernah mencoba naik haji via jalur laut ini adalah Buya Hamka dan keluarganya. Tahun 1967, keluarga Buya Hamka mendapat tawaran untuk naik haji dari Pejabat Presiden RI, Jenderal Soeharto.
Tawaran itu disambut baik oleh Buya. Bersama Buya turut istri dan anak Buya, Irfan Hamka.
Buya Hamka naik sebuah kapal bernama Mae Abato. Kapal itu merupakan kapal pelayaran luar negeri yang disewa penyelenggara ibadah haji Indonesia, PT Arafah.
Selama 13 hari mereka berlayar dengan rute Tanjung Priok-Teluk Bayur-Belawan-Kolombo-Jeddah.
-
Kapan jemaah haji meninggal? Tercatat per 12 Juli 2024, ada 420 orang jemaah haji asal Indonesia yang meninggal di tanah suci.
-
Bagaimana penanganan jemaah haji yang meninggal? Mereka wafat saat dalam penanganan petugas kesehatan di tenda-tenda maupun saat dirawat secara intensif di Klinik Kesehatan Haji Indonesia (KKHI).
-
Apa yang menyebabkan jemaah haji meninggal? Pemerintahan Arab Saudi menyatakan 1.301 jamaah haji meninggal selama ibadah haji tahun ini, sebagian besar adalah jemaah yang berjalan jauh dalam cuaca sangat panas.
-
Kenapa jemaah haji meninggal di Arab Saudi? Lebih dari 50 persen jemaah haji asal Jateng dan DIY yang meninggal dunia disebabkan oleh penyakit kardiovaskuler.
-
Kenapa banyak jamaah haji meninggal? Menurut Gentur, tingginya angka jemaah haji yang meninggal karena jemaah yang diberangkatkan pada tahun ini rata-rata usia lansia. Selain itu kondisi cuaca di Arab Saudi yang panas ekstrem juga berpengaruh terhadap kesehatan jamaah Indonesia.
-
Bagaimana orang-orang di makam itu meninggal? Mereka ditemukan di bagian kota yang tidak memiliki karakteristik umum dari sebuah pemakaman, menunjukkan tanda-tanda kematian yang kejam.
Jemaah Meninggal di Tengah Laut
Saat meninggalkan pelabuhan Kolombo di Sri Lanka, terdengar pengumuman duka di kapal. Seorang jemaah haji meninggal dunia menjelang subuh.
Irfan Hamka menceritakan prosesi pemakaman di tengah laut. Seusai Salat Subuh, para jamaah melakukan Salat Jenazah. Bedanya, Salat Jenazah di atas kapal dilakukan tanpa ada kehadiran jenazah di depan. Hal ini sesuai dengan protokol pelayaran saat itu.
“Peraturan di atas kapal, jenazah harus benar-benar dikarantina. Menjaga agar kapal steril dari penyakit menular. Jenazah baru akan dibawa keluar dari kamar jenazah saat akan dimakamkan di dasar laut,” tulis Irfan Hamka.
Kisah ini disampaikan Irfan Hamka dalam buku Ayah, Kisah Buya Hamka, yang diterbitkan Republika tahun 2013.
Pemakaman jenazah akan digelar pukul 09.00 pagi. Para penumpang yang berniat mengikuti prosesi pemakaman telah bersiap di bagian sisi kapal.
Upacara pemakaman dimulai. Kepala kloter haji di kapal Mae Abato membacakan identitas almarhum. Pria itu bernama Sumanta, usia 65 tahun, asal daerah Indramayu, Jawa Barat. Meninggal dunia karena asma, dan tidak ditemukan adanya gejala penyakit menular.
Jangkar kapal diturunkan. Kapal tak bergerak di tengah laut. Pagar pengaman pun telah dibuka. Sebilah papan beroda dengan ukuran 1x12 meter kemudian dibawa ke luar. Tak lama kemudian jenazah yang telah dikafani dibawa keluar.
Irfan melihat empat orang yang menggotong jenazah itu tampak keberatan menahan beban. Ternyata memang jenazah sudah diberi besi pemberat 50 kilogram.
Jenazah tadi diletakkan di tas papan berroda dan perlahan-lahan mulai didorong menjulur ke laut. Terdengar iringan doa tak henti-henti mengiringi jenazah.
Saat panjang papan sudah dirasa cukup, kemudian pengumpil di belakang papan dilepas. Dengan suara berderit, papan dan jenazah itu meluncur ke tengah laut dengan suara yang cukup keras.
“Hanya dalam hitungan detik, jenazah tersebut masuk ke dalam laut yang membiru,” kenang Irfan tentang peristiwa dramatis tersebut.
Upacara Penghormatan Kapal
Suasana pemakaman tersebut sangat menyayat hati. Melihat jenazah yang meluncur ke laut, membuat semua yang hadir tak mampu berkata apa-apa selain terus memanjatkan doa.
Tak sedikit para penumpang yang kemudian menangis melihat adegan yang baru dilihat mereka selama hidupnya itu.
Kesunyian itu dipecahkan oleh lengkingan peluit kapal. Kemudian terdengar gemuruh rantai jangkar dinaikan kembali. Kapal Mae Abato bersiap untuk berlayar kembali.
Namun ternyata kapal tak langsung berlayar ke arah barat. Mae Abato berputar mengelilingi lokasi pemakaman jenazah sebanyak tiga kali sambil membunyikan peluit kapal.
“Aku dan beberapa jemaah yang masih berada di tempat upacara tak kuasa menahan air mata. Sangat sedih dengan suasana kapal mengelilingi tempat jenazah sambil membunyikan alarm, pertanda ucapan selamat tinggal untuk jenazah yang ditinggalkan,” kata Irfan.
Setelah melakukan penghormatan terakhir diberikan, baru kapal tersebut berlayar ke arah Barat. Meneruskan perjalanan ke Tanah Suci.