Bacaan Doa I’Tidal Latin dan Artinya, Ketahui Syarat-Syaratnya
I’tidal adalah gerakan berdiri tegak yang dilakukan ketika bangun dari ruku’. Dalam gerakan ini, terdapat bacaan doa I’tidal yang perlu dilafalkan.
Doa i'tidal adalah bacaan yang perlu kita lafalkan saat gerakan bangun dari rukuk.
Bacaan Doa I’Tidal Latin dan Artinya, Ketahui Syarat-Syaratnya
Sholat adalah ibadah wajib bagi seorang Muslim. Setiap harinya, umat Muslim akan mengerjakan ibadah ini dalam 5 waktu. Dalam pengerjaannya, terdapat rukun sholat yang wajib diperhatikan dan dilaksanakan dengan benar. Salah satunya rukun sholat tersebut adalah I’tidal. I’tidal adalah gerakan berdiri tegak yang dilakukan ketika bangun dari ruku’. Dalam gerakan ini, terdapat bacaan doa I’tidal yang perlu dilafalkan. Artikel ini akan menjelaskan bagaimana bacaan doa I’tidal dan cara melakukan gerakan ini.
Bacaan Doa I’tidal
I'tidal adalah rukun fi’li atau rukun yang berupa perbuatan dalam menjalankan sholat. Rukun fi’li lainnya selain i’tidal adalah berdiri secara benar, ruku’, sujud, duduk di antara dua sujud, dan duduk tahiyat akhir.
Ketika melakukan gerakan I’tidal, seseorang juga perlu mengucapkan doa I’tidal sebagai berikut:
-
Bagaimana cara membaca doa iftitah? للهُ اَكْبَرُ كَبِرًا وَالْحَمْدُ لِلهِ كَشِيْرًا وَسُبْحَانَ اللهِ بُكْرَةً وَاَصِيْلًا . اِنِّى وَجَّهْتُ وَجْهِيَ لِلَّذِيْ فَطَرَالسَّمَاوَاتِ وَالْااَرْضَ حَنِيْفًا مُسْلِمًا وَمَا اَنَا مِنَ الْمُشْرِكِيْنَ . اِنَّ صَلَاتِيْ وَنُسُكِيْ وَمَحْيَايَ وَمَمَاتِيْ لِلهِ رَبِّ الْعَا لَمِيْنَ . لاَ شَرِيْكَ لَهُ وَبِذَ لِكَ اُمِرْتُ وَاَنَ مِنَ الْمُسْلِمِيْنَAllaahu akbar kabiiraw walhamdu lillaahi katsiira wa subhaanallaahi bukrataw wa'ashiila. Wajjahtu wajhiya lilladzii fataras samawaati wal ardha, haniifam muslimaw wamaa anaa minal musyrikiin. Inna shalaatii wa nusukii wa mahyaaya wa mamaatii lillaahi rabbil aalamiin. laa syariikalahu wa bidzaalika umirtu wa anaa minal muslimiin.
-
Bagaimana bacaan Doa Iftitah? Bacaan Doa Iftitah Pendek Versi HR. Bukhari dan Muslimاللَّهُمَّ بَاعِدْ بَيْنِي وَبَيْنَ خَطَايَايَ كَمَا بَاعَدْتَ بَيْنَ الْمَشْرِقِ وَالْمَغْرِبِ اللَّهُمَّ نَقِّنِي مِنْ خَطَايَايَ كَمَا يُنَقَّى الثَّوْبُ الْأَبْيَضُ مِنْ الدَّنَسِ اللَّهُمَّ اغْسِلْنِي مِنْ خَطَايَايَ بِالْمَاءِ وَالثَّلْجِ وَالْبَرَدِAllahumma baaid baynii wa bayna khotoyaaya kamaa baa'adta baynal masyriqi wal maghrib. Allahumma naqqinii min khotoyaaya kamaa yunaqqots tsaubul abyadhu minad danas. Allahummagh-silnii min khotoyaaya bil maa-iwats tsalji wal barod.
سَمِعَ اللهُ لِمَنْ حَمِدَهُ
Sami'allahu liman hamidah.
Artinya: “ Aku mendengar orang yang memuji-Nya.”
merdeka.com
Lalu ada juga bacaan yang keduanya atau disebut juga dengan bacaan tahmid yang bunyinya sebagai berikut:
رَبَّنَا لَكَ الْحَمْدُ مِلْءَ السَّمَوَاتِ وَمِلْءَ الْأَرْضِ وَمِلْءَ مَا شِئْتَ مِنْ شَيْءٍ بَعْدُ
Rabbanaaa lakal hamdu mil-ussamaawaati wa mil-ul-ardhi wa mil-u maa syik-ta min syai-im ba’du. (HR. Muslim dan Abu Awanah).
Artinya: “ Ya Allah Tuhan Kami, Bagi-Mu lah segala puji, sepenuh langit dan bumi, dan sepenuh barang yang Kau kehendaki sesudah itu.”
Dalam bacaan singkat itu, ternyata ada keutamaan yang baik. Keutamaan ini disebutkan dalam hadis Abu Hurairah,
“Jika imam mengucapkan sami’allahu liman hamidah, maka hendaklah kalian mengucapkan ‘robbana wa lakal hamdu’. Karena siapa saja yang ucapannya tadi berbarengan dengan ucapan malaikat, maka dosanya yang telah lalu akan dihapus.” (HR. Bukhari dan Muslim).
merdeka.com
Cara dan Doa Itidal yang Benar
‘Ulama berbeda pendapat tentang bagaimana cara melakukan gerakan itidal, apakah tangan kembali bersedekap sebagaimana sebelum ruku’, atau tangan dilepas sebagaimana sebelum salat. Dalam hal ini terjadi 2 pendapat.
Pendapat pertama
Orang yang salat, setelah bangkit dari ruku’ lalu itidal, tangan harus bersedekap sebagaimana keadaan sebelum ruku’. Mereka mengetengahkan alasan sebagai berikut:
- Dari Waail bin Hujr, ia berkata, “Aku melihat Rasulullah SAW apabila beliau berdiri dalam shalat, beliau menggenggam dengan tangan kanannya pada tangan kirinya”. [HR. Nasaaiy juz 2, hal. 125]
- Dari Waail bin Hujr, ia berkata : Saya pernah salat bersama Nabi SAW, ia meletakkan tangan kanannya pada tangan kirinya di dadanya. [HR. Ibnu Khuzaimah]
- Dari Sahl bin Sa’ad, ia berkata, “Adalah orang-orang (para shahabat) diperintahkan (Nabi SAW), bahwa seseorang agar meletakkan tangan kanannya pada tangan kirinya dalam salat”. [HR. Bukhari juz 1, hal. 180]
Pendapat kedua
Orang yang salat, setelah bangkit dari ruku’ lalu itidal, tangan dilepas sebagaimana sebelum salat. Alasannya sebagai berikut:
- Dari Waail bin Hujr, ia berkata, “Aku melihat Rasulullah SAW apabila beliau berdiri dalam salat, beliau menggenggam dengan tangan kanannya pada tangan kirinya”. [HR. Nasaaiy juz 2, hal. 125]
- Dari Sahl bin Sa’ad, ia berkata, “Adalah orang-orang (para shahabat) diperintahkan (Nabi SAW), bahwa seseorang agar meletakkan tangan kanannya pada tangan kirinya dalam shalat”. [HR. Bukhari juz 1, hal. 180]
- Dari ‘Abdullah bin Mas’ud, dia berkata, “Nabi SAW melewati aku ketika aku (sedang shalat dengan) meletakkan tangan kiri pada tangan kanan. Maka beliau memegang tanganku yang kanan, lalu meletakkannya pada tanganku yang kiri”. [HR. Ibnu Majah juz I, hal. 266, no. 811]
- Dari Qabishah bin Hulab dari bapaknya, ia berkata, “Saya pernah melihat Nabi SAW berpaling (selesai salat) dari sebelah kanan dan dari sebelah kirinya. Dan aku melihatnya beliau meletakkan ini pada dadanya”. Yahya (perawi hadits) menerangkan yaitu beliau meletakkan tangan kanan pada tangan kirinya di pergelangan”. [HR. Ahmad juz 8, hal. 225 hadis no. 22026]
- Dari Waail bin Hujr, ia berkata : Saya pernah shalat bersama Rasulullah SAW, dan beliau meletakkan tangan kanannya pada tangan kirinya di dada beliau. [HR. Ibnu Khuzaimah juz 1, hal. 243, no. 479]
- Dari Thawus, ia berkata : Adalah Rasulullah SAW meletakkan tangannya yang kanan pada tangannya yang kiri, kemudian beliau memegangnya erat-erat di dadanya ketika salat. [HR. Abu Dawud juz 1, hal. 201, no. 759]
- Dari Waail bin Hujr, ia berkata : Aku berkata, “Sungguh aku ingin melihat salat Rasulullah SAW bagaimana beliau shalat, maka saya melihat beliau, maka beliau berdiri, lalu beliau bertakbir dan mengangkat kedua tangan beliau sehingga sejajar dengan daun telinga, kemudian beliau meletakkan tangan kanannya pada telapak tangan kirinya dan pergelangan tangannya dan lengannya. [HR. Nasaaiy juz 2, hal. 126]
Syarat-Syarat saat I’tidal
Sebagai bagian dari rukun sholat, tentunya doa itidal tidak bisa dilakukan dengan sembarangan. Hal tersebut harus dilakukan secara benar dan memerhatikan syarat-syaratnya. Berikut adalah syarat-syarat itidal sebagaimana dikutip melalui islam.nu.or.id:
- Saat bangun dari ruku’ tidak bertujuan untuk hal yang lain selain melakukan I’tidal.
- Saat melakukan itidal, maka harus disertai dengan tuma’ninah. Di mana dengan posisi tubuh yang berdiri tegak dan tetap diam di tempat serta dalam kondisi yang tenang. Setidaknya dalam kondisi tersebut selama membaca kalimat tasbih subhanallah.
- Saat melakukan itidal, maka tidak berdiri dalam waktu yang lama, melebihi lamanya ketika membaca surat Al-Fatihah. Hal ini karena itidal adalah rukun sholat yang tergolong pendek, sehingga tidak diperbolehkan untuk melakukannya dalam waktu yang lama.