Sejarah Upacara Memayu, Tradisi Sedekah Bumi Asal Cirebon sebagai Bentuk Penghormatan
Pelaksanaan Upacara Memayu dan ider-ideran bertujuan sebagai bentuk penghormatan masyarakat Trusmi terhadap leluhur yang telah banyak berjasa.
Pelaksanaan upacara bertujuan sebagai bentuk penghormatan masyarakat terhadap leluhur yang telah banyak berjasa.
Sejarah Upacara Memayu, Tradisi Sedekah Bumi Asal Cirebon sebagai Bentuk Penghormatan
Apa itu Upacara Memayu?
Upacara Memayu merupakan upacara yang secara rutin diadakan oleh masyarakat Cirebon. Upacara ini diperkirakan mulai dilaksanakan pada 1615 dan berawal dari mengganti atap area situs makam Ki Buyut Trusmi. Prosesi Upacara Memayu erat kaitannya dengan istilah Trusmi dan ider-ideran. Trusmi merupakan nama dari leluhur yang berjasa pada penyebaran agama Islam dan memperbaiki kehidupan masyarakat di sana kala itu.
-
Kapan tradisi Memitu dilakukan? Ini merupakan adat yang berasal dari Kabupaten Indramayu untuk memperingati kehamilan seorang ibu yang memasuki usia kandungan 7 bulan.
-
Bagaimana prosesi Sedekah Merapi? Prosesi upacara tradisional Sedekah Merapi diawali dengan menyediakan satu kepala kerbau yang dibalut kain mori, serta sesajen tumpeng gunung dari nasi jagung yang dibuat menyerupai gunung atau gunungan yang diarak keliling kampung oleh puluhan warga menuju Joglo Merapi 1. Setelah itu mereka memanjatkan doa bersama-sama agar warga kawasan Merapi diberi perlindungan dari bencana maupun wabah penyakit serta hasil pertanian yang melimpah. Setelah doa bersama selesai, kepala kerbau dan sesaji dibawa oleh sejumlah warga diiringi barisan pembawa penerangan obor menuju puncak Merapi. Selanjutnya, kepala kerbau tersebut dilabuhkan di Puncak Merapi, tepatnya di lokasi Pasar Bubrah atau empat kilometer dari Joglo Merapi. Namun karena status Gunung Merapi masih siaga maka ritual itu dilaksanakan hanya dua kilometer dari Joglo Merapi.
-
Kenapa tradisi Memitu dilakukan? Tradisi ini tak sekedar menampilkan rasa bahagia dan ucapan syukur, namun turut dilaksanakan dengan sejumlah simbol yang dikaitkan dengan makna kebaikan.
-
Bagaimana warga Demak merayakan Sedekah Bumi? Keseruan tradisi itu terlihat dalam sebuah reportase dari kanal YouTube Liputan6 pada Rabu (22/5). Dalam video liputan, terlihat warga saling berebut hasil bumi yang berada di gunungan itu.
-
Dimana tradisi ini dilakukan di Sumedang? Kebiasaan ini masih dijalankan oleh masyarakat di beberapa desa seperti Kadu, Lebaksiuh, Cintajaya, dan Cipicung, Kecamatan Jatigede.
-
Apa yang dirayakan dalam Sedekah Bumi Demak? Mengutip Demakkab.go.id, Apitan atau sedekah bumi digelar sebagai ikhtiar masyarakat Demak serta ungkapan rasa syukur atas hasil panen yang melimpah di tahun sebelumnya.
Daun alang-alang yang sebelumnya sudah dikeringkan dan dirangkai membentuk genteng akan diletakkan di masjid Trusmi menggantikan atap yang sudah lapuk. Masyarakat Trusmi menyebut proses ini sebagai Upacara Memayu. (Foto: YouTube/Mbah Googel gondrong gelungan)
Sejarah Trusmi
Trusmi berasal dari kata terus dan semi yang berarti tumbuh terus-menerus. Asal-usul nama ini berawal dari kisah Ki Gede Bambangan (Ki Buyut Trusmi) yang tengah beristirahat di depan gubuk setelah membersihkan pelatarannya dari reremputan. Seketika terdengar suara yang tidak diketahui asalnya. Tiba-tiba, semua rerumputan yang sudah ia bersihkan tumbuh kembali dan membuatnya takjub sekaligus kesal dan heran. Ketika melihat sekeliling, ada dua laki-laki yang berjalan kearahnya sembari menyapa, “Assalamualaikum.”
Alasan Trusmi
Ternyata, kedua laki-laki itu adalah Cakra Buana dan Sunan Gunung Jati. Semenjak itu, Ki Gede Bambangan memutuskan untuk memeluk agama Islam dan daerah tersebut dinamai dengan Trusmi. Penamaan Trusmi diharapkan dapat membuat daerah memiliki rerumputan yang terus-menerus tumbuh kembali.
Tujuan Upacara Memayu
Pelaksanaan Upacara Memayu dan ider-ideran ditujukan sebagai bentuk penghormatan masyarakat Trusmi terhadap leluhur yang telah banyak berjasa. Ki Buyut Trusmi berjasa karena mengenalkan masyarakat dengan ajaran Islam, mengajari keterampilan membantik, serta bercocok tanaman yang manfaatnya dapat dirasakan hingga saat ini.
Tradisi ini juga dilakukan sebagai wujud rasa syukur masyarakat atas karunia yang telah diberikan. Masyarakat juga mengharapkan kelimpahan berkah bagi kehidupan di masa yang akan datang. Selain itu, upacara ini juga dijadikan sebagai sarana untuk sedekah Bumi sebelum memulai musim tanam dengan harapan nantinya setiap langkah yang dilakukan hingga proses terakhir akan berjalan dengan baik.