LBH Jakarta Buka Posko dan Kanal Aduan Bagi Guru Honorer Diberhentikan
Posko dibuka karena LBH Jakarta menerima banyak aduan dari guru honorer yang terdampak cleansing.
Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Jakarta membuka Posko Pengaduan bagi guru honorer yang diberhentikan atau terkena kebijakan cleansing Dinas Pendidikan (Disdik) DKI Jakarta.
Pengacara Publik LBH Jakarta, Fadhil Alfathan mengatakan, posko dibuka karena pihaknya menerima banyak aduan dari guru honorer yang terdampak cleansing.
"Ini adalah rangkaian sejak dari 15 Juli 2024 di mana kami menerima perwakilan guru honorer yang ada di wilayah Provinsi DKI Jakarta yang datang mengadukan permasalahan yang terjadi saat ini yaitu adanya PHK masalah ya akibat kebijakan cleansing," kata Fadhil dalam konferensi pers di LBH Jakarta, Menteng, Jakarta Pusat, Rabu (17/7).
Menurut Fadhil, pihaknya melihat pola pemberhentian para guru honorer yang tak sesuai peraturan. Sehingga, dinilai akan terjadi sebaran pemberhentian guru honorer yang bakal lebih luas ke depan.
"Kami heran dengan istilah cleansing ini ya, tidak ada teori pengelolaan sumber daya manusia, tidak ada nomenklatur atau istilah dalam manajemen kebijakan aparatur sipil negara yang menggunakan kata cleansing," ucapnya.
Fadhil mengeklaim, kata cleansing hanya dipakai dalam istilah kejahatan Hak Asasi Manusia (HAM). Oleh sebab itu, LBH Jakarta memandang perlu dibuat kanal pengaduan untuk memfasilitasi guru honorer terdampak pemecatan.
"Kata cleansing atau kalau kita buat terjemahan bebasnya berarti pembersihan itu hanya dikenal dalam istilah kejahatan hak asasi manusia yang dikategorikan sebagai pelanggaran HAM berat," ujarnya.
Fadhil menyebut, Disdik DKI Jakarta telah menunjukkan inkompetensi karena menggunakan kata cleansing untuk menata penyelenggaraan administrasi guru honorer.
Lebih lanjut, LBH Jakarta juga menyoroti soal hasil temuan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) yang tidak dijumpai Laporan Akhir Hasil Pemeriksaan atau LAHP-nya.
"Kita tidak tahu ini laporan dalam model apa, kalau kita baca undang-undang ini disebut output ada tiga bentuk, yakni laporan hasil pemeriksaan keuangan hasilnya opini, lalu laporan hasil pemeriksaan atas kinerja yang substansi di dalamnya memuat temuan dan rekomendasi dan pemeriksaan," ujar dia.
Adapun guru honorer terdampak dapat melakukan pengaduan secara online di https://bit.ly/FormulirPengaduanCleansingGuruHonorer.
Sebelumnya, Kepala Bidang Advokasi Perhimpunan Pendidikan dan Guru (P2G) Iman Zanatul Haeri mengatakan ratusan guru honerer di DKI Jakarta diputus kontraknya secara sepihak dengan dalih adanya cleansing guru honorer. Per Selasa 16 Juli 2024 total ada 107 guru honorer yang dipecat.
"Sudah kami terima sudah masuk 107. Seluruh Jakarta dari tingkat SD, SMP, SMA," kata Iman dalam keterangan tertulis, dikutip Rabu (16/7).
Menurut Iman, pemberitahuan cleansing guru honorer itu dibagikan dalam bentuk formulir pada 5 Juli 2024. Adapun kala itu merupakan minggu pertama masuk sekolah negeri tahun ajaran 2024/2025 di Jakarta.
"Para guru honorer mendapatkan pesan honor, yaitu bahwa mereka sejak hari pertama masuk menjadi hari terakhir berada di sekolah. Selain itu, kepala sekolah mengirimkan formulir cleansing guru Honorer kepada para guru honorer agar mereka isi," ungkap Iman.
Akibat hal ini, Iman bilang para guru honorer di DKI Jakarta merasa terpukul dengan pemberitahuan mendadak soal pemberhentian mereka.
"Mereka shock, ada yang sudah mengajar 6 tahun atau lebih. Mereka sebenarnya sedang menunggu seleksi PPPK 2024, namun jika diberhentikan seperti ini kesempatan mereka untuk ikut PPPK juga hilang," ujar Iman.
Iman menyatakan, sampai 15 Juli 2024, tercatat ada 77 laporan guru honorer yang terdampak kebijakan cleansing di DKI Jakarta. Jumlah mereka yang terdampak cleansing diprediksi cukup banyak.
Padahal, lanjut Iman, praktik kebijakan cleansing guru honorer tidak sesuai amanat Undang-undang Guru dan Dosen Nomor 14 tahun 2005. Penyelenggaraan kebijakan ASN, harusnya berlandaskan asas kepastian hukum, profesionalitas, proporsionalitas, hingga keterbukaan.
"Pemberdayaan guru harus dilakukan secara demokratis, berkeadilan, tidak diskriminatif, dan berkelanjutan dengan menjunjung tinggi hak asasi manusia (HAM)," kata dia.