5 Fakta Sejarah Jalan Malioboro, Jalan Para Raja hingga Pusat Pertokoan
Merdeka.com - Malioboro telah lama menjadi ikon pariwisata Kota Yogyakarta. Eksistensinya terkenal hingga ke seluruh penjuru negeri. Tak afdal rasanya berwisata ke Jogja kalau tidak mengunjungi kawasan Malioboro.
Terlepas dari huru-hara polemik relokasi yang sempat ramai belakangan ini, kawasan Malioboro telah menjadi pusat perekonomian Jogja sejak zaman raja-raja. Bahkan usianya lebih tua dari Keraton Yogyakarta.
Lantas bagaimana sejarah salah satu jalan paling legendaris di kota wisata itu? Berikut selengkapnya:
-
Dimana lokasi Malioboro? Terletak di pusat kota, Malioboro terkenal dengan jalanannya yang ramai dan berbagai toko-toko serta pedagang kaki lima yang buka hingga larut malam.
-
Dimana Plaza Malioboro berada? Plaza Malioboro Mengutip situs resmi Plaza Malioboro, pusat perbelanjaan ini terdiri dari tenant brand nasional dan internasional.
-
Kapan Plaza Malioboro mulai beroperasi? Dibangun sejak tahun 1991, pusat perbelanjaan bernama Malioboro Mall baru mulai beroperasi pada akhir tahun 1993.
-
Kenapa Malioboro jadi wisata Jogja terhits? Bukan tanpa alasan kalau Malioboro sering menjadi setting film maupun FTV. Tempat ini memang benar-benar terasa Jogjanya.
-
Dimana Teras Malioboro berada? Teras Malioboro merupakan ikon wisata belanja terbaru di kawasan Malioboro, Kota Yogyakarta.
-
Kapan Teras Malioboro diresmikan? Mengutip Jogjaprov.go.id, kawasan Teras Malioboro diresmikan pada 26 Januari 2021 oleh Gubernur DIY, Sri Sultan HB X bersama Wakil Wali Kota Yogyakarta, Heroe Poerwadi.
Asal Mula Kata "Malioboro"
©Ugm.ac.id
Asal mula kata Malioboro tak diketahui secara pasti. Ada yang berpendapat kata itu berasal dari kata Malborough, gelar Jenderal John Churchill (1650-1722).
Namun pendapat ini disanggah oleh Dr. O. W. Tichelaar yang mengatakan bahwa Malioboro menjadi jalan yang terlalu penting bagi orang Jawa untuk diberi nama orang Inggris yang merupakan orang asing bagi mereka.
Menurut Tichelaar, kata Malioboro berasal dari bahasa Sanskerta yaitu “malyhabara” yang artinya “dihiasi dengan untaian bunga”. Sementara menurut Carey, kemungkinan nama “Malioboro” telah digunakan sebagai nama jalan itu sejak awal, walaupun masih disangsikan penggunaan nama itu benar-benar ditemukan dalam naskah dari Yogyakarta pada pertengahan abad ke-18.
Lebih Tua dari Kraton Yogyakarta
©Ugm.ac.id
Dilansir dari Ugm.ac.id, keberadaan Jalan Malioboro kemungkinan sudah ada sebelum berdirinya Kasultanan Ngayogyakarta Hadiningrat. Waktu itu jalan tersebut digunakan sebagai jalan penghubung menuju Pesanggrahan Gerjitawati atau Ayogya, suatu tempat yang kini jadi lokasi berdirinya Keraton Yogyakarta.
Jalan itu sering dilalui rombongan Kerajaan Mataram Islam dari Keraton Kartasura yang membawa jenazah raja atau keluarga kerajaan yang akan disemayamkan di imogiri dengan singgah terlebih dahulu di Pesanggrahan Gerjitawati.
Pada masa pendudukan Belanda, Jalan Malioboro menjadi jalan seremonial. Jalan ini menjadi saksi bisu prosesi kedatangan para gubernur jenderal dan pejabat Eropa menuju kraton yang kemudian disambut oleh sultan dan para prajuritnya. Seremonial ini punya dua tujuan yang penting bagi orang Jawa, yaitu untuk memberikan penghormatan dan untuk “menjinakkan kekuasaan yang lebih besar.
Jadi Kawasan Pertokoan
©Ugm.ac.id
Pada tahun 1758, dibangun Pasar Gedhe sebagai pusat perekonomian. Warga sekitar mulai memanfaatkan tempat itu untuk berjualan. Dulunya, tempat itu merupakan tanah lapang.
Setelah ditetapkan Sri Sultan HB I sebagai tempat jual beli, banyak pedagang yang mendirikan payon-payon sebagai peneduh panas dan hujan. Semakin lama, pedagang di sana semakin banyak.
Pada tahun 1923-1926, tempat itu digantikan oleh bangunan beton yang lebih kokoh atas perintah Sri Sultan HB VII. Namanya kemudian berubah menjadi “Pasar Beringharjo”.
Pada tahun 1880-an, mulai muncul warung-warung tempat berjualan di pinggir-pinggir Jalan Malioboro. Seiring waktu, warung-warung itu berubah menjadi gedung-gedung pertokoan permanen yang dibangun rapi di tepi jalan.
Geliat perekonomian di Jalan Malioboro mencapai masa keemasan pada tahun 1920-1930 sebelum akhirnya terkena imbas dari Depresi Ekonomi Global atai Krisis Malasie yang mengakibatkan harga-harga barang di Malioboro cenderung tidak stabil dan beberapa perusahaan terpaksa gulung tikar.
Kawasan Perkantoran
©Ugm.ac.id
Selain menjadi kawasan pertokoan, sejak zaman dahulu Jalan Malioboro sudah menjadi kawasan perkantoran. Gedung pertama kali yang dibangun adalah Kompleks Kepatihan yang dibangun di masa Sri Sultan HB I. Lalu ada Benteng Vredeburg yang dibangun tahun 1756.
Selama kurun waktu 1870-1920 sejumlah fasilitas didirikan guna menunjang perekonomian Yogyakarta seperti De Javasche Bank, Kantor Pos Besar, Kantor Asisten Residen, Pegadaian, dan lain sebagainya.
Pusat Komunitas Sastrawan
©Ugm.ac.id
Pada era 1960-an, Malioboro tumbuh sebagai pusat kegiatan komunitas sastra. Para sastrawan itu berasal dari beragam etnis seperti Nasjah Djamin, Motinggo Busye, A. Bastari Asnin, dan Idrus Ismail. Walau begitu, mereka fasih dalam mengungkap kultur Jawa, terutama kehidupan sosial budaya yang terjadi di sekitar Malioboro.
Tak hanya menghasilkan karya, para sastrawan itu juga terjun ke kehidupan rakyat jelata di emperan toko dan warung-warung di sekitar Malioboro. Karya-karya mereka terlihat, salah satunya dari kumpulan cerita pendek karya Nasjah Djamin, yang berjudul “Di Bawah Kaki Pak Dirman” dan “Lenganglah Hati di Malioboro”. (mdk/shr)
Cobain For You Page (FYP) Yang kamu suka ada di sini,
lihat isinya
Selain pengobatan penyakit paru-paru, dulu di lokasi ini juga terdapat gereja.
Baca SelengkapnyaSiapa sangka, Jalan Malioboro tempo dulu menyimpan sejuta cerita.
Baca SelengkapnyaTak akan ada habisnya menjelajahi kota yang satu ini. Sebab, selalu ada wisata terhits di antara yang paling hits lainnya!
Baca SelengkapnyaJalan Malioboro tempo dulu benar-benar bikin nostalgia banget, masih didominasi becak dan sepeda. Simak yuk!
Baca SelengkapnyaJalan Malioboro tempo dulu benar-benar bikin nostalgia banget. Simak yuk!
Baca SelengkapnyaJogja kini menjadi salah satu destinasi wisata turis domestik maupun asing.
Baca SelengkapnyaSri Sultan Hamengku Buwono I adalah pelopor dalam berdirinya Kesultanan Yogyakarta.
Baca SelengkapnyaPulau Jawa adalah pusat kepadatan penduduk dan aktivitas ekonomi negara Indonesia.
Baca SelengkapnyaBerikut potret Yogyakarta tempo dulu yang masih begitu banyak pepohonan dan delman.
Baca SelengkapnyaPada masa lalu, Kalimas adalah pintu gerbang menuju ibu kota Kerajaan Majapahit di Trowulan Mojokerto.
Baca SelengkapnyaKota kuno Kotagede dibangun dengan konsep filosofi "Catur Gatra" dengan empat elemen penting yaitu keraton, pasar, alun-alun, dan masjid.
Baca SelengkapnyaBekasi sudah dikenal sebagai kota industri sejak zaman kerajaan. Kini di sana juga ditemukan sumber minyak baru.
Baca Selengkapnya