Kisah Perjalanan Pak Heru, Pria Asal Semarang yang Jadi Musafir Selama 13 Tahun
Merdeka.com - Saat ditemui Adi Sinau Hurip, Pak Heru tampak sedang beristirahat pada sebuah bangunan yang tidak terpakai. Biasanya tempat itu digunakan para musafir tanah Jawa untuk beristirahat. Pak Heru merupakan salah seorang musafir yang berasal dari Semarang.
Sebelumnya, Pak Heru mengaku memilih jadi musafir karena terinspirasi dari para Wali Songo, terutama Sunan Kalijaga.
“Kalau saya melihat para Wali Songo, itu syi’ar agama Islam tidak dilakukan di dalam masjid, tapi di jalan. Artinya ada apa di situ, ada rahasia apa? Terutama Sunan Kalijaga. Itu yang ingin saya buka. Ternyata setelah saya dalami, memang ada kenikmatan dan kelebihannya sendiri. Kenikmatannya, sepi. Jadi kita bisa fokus. Terus kalau kelebihannya, tidak banyak aturan di masjid, apalagi waktu pandemi pergi ke masjid saja nggak boleh,” kata Pak Heru dikutip dari kanal YouTube Sinau Hurip pada Sabtu, 1 Oktober 2022.
-
Siapa tokoh yang menyatakan kalau hidup itu perjalanan? 'Life is a journey to be experienced, not a problem to be solved.' (Hidup adalah sebuah perjalanan yang bisa dijadikan pengalaman bukan sekedar masalah yang harus diselesaikan.)
-
Siapa yang Heru ajak diskusi soal kemacetan? “Bagaimana solusinya, ada yang masuk jam 8, ada yang masuk jam 10, ini tergantung Bapak Ibu sekalian. Mari memberikan masukan, khususnya asosiasi atau pemilik gedung-gedung, pengelola, maupun Kementerian untuk bisa berdiskusi,“ kata Heru.
-
Kapan Heru membahas kemacetan di Jakarta? Hal itu disampaikan Heru saat membuka focus group discussion (FGD) terkait penanganan kemacetan di Ibu Kota di Hotel Borobudur, Jakarta Pusat, pada Kamis (6/7).
-
Apa yang bisa dipelajari dari petualangan? Banyak hal yang bisa dipelajari saat berpetualang, mulai dari cinta, hidup, hingga persahabatan.
-
Apa yang Heru lakukan dengan hasil panennya? Tidak Foya-foya Meksipun hasil panen melimpah, Heru mengaku tidak menggunakan uangnya untuk foya-foya. Saat omzet melimpah, ia menabung dengan cara membeli kambing. Saat harga cabai lesu, kambing itu dijual untuk jadi modal bertani.
-
Siapa yang bisa belajar dari pantun mudik? Melalui pantun ini, generasi muda dapat belajar tentang nilai-nilai budaya, adat istiadat, serta tradisi yang turun-temurun.
Pada kesempatan itu, Pak Heru berbagi ceritanya selama menjalani hidup sebagai seorang musafir. Seperti apa kisahnya? Berikut selengkapnya:
Perjalanan ke Ujung Kulon
©Liputan6.com/Angga Yuniar
Pak Heru menceritakan pengalaman paling menakutkan selama ia menjadi musafir. Waktu itu ia menempuh perjalanan ke Ujung Kulon. Ia hendak mengunjungi makam salah seorang wali bernama Sang Hyang Sirah.
Ia mengatakan, makam itu letaknya persis di pinggir laut. Dalam perjalanan ke makam yang terletak di ujung barat pulau Jawa itu, ia mengaku sering bertemu badak bercula satu.
“Ke sana itu saya bawa bekal. Tapi kalau misal kehabisan ya saya makan seadanya. Misalnya daun-daunan. Jangankan di hutan, di jalan saja sering kehabisan,” ujar Pak Heru sambil tertawa.
Pak Heru mengatakan, dalam perjalanan ke Ujung Kulon itu ia merasa senang, karena ia sudah meniatkan diri sejak awal untuk menuju ke sana. Menurutnya segala hambatan yang ia jumpai selama perjalanan merupakan hal yang biasa.
Berteman dengan Sepi
©ehiyo.com
Sudah 13 tahun Pak Heru menjalani hidup sebagai musafir. Rencananya, ia akan menjadi musafir setelah 15 tahun dan setelah itu kembali ke masyarakat.
Dalam setiap perjalanannya, Pak Heru berjalan sendiri dan sering merasa kesepian. Namun baginya, kesepian adalah teman akrab.
Ia pun mengatakan kalau jadi musafir itu sebenarnya banyak tidak enaknya, salah satunya dianggap orang gila. Namun baginya, menjadi musafir adalah sebuah pilihan hidup.
“Kalau dibilang gitu, kita sakit hati ya nggak ada manfaatnya. Pokoknya diterima saja apa adanya,” kata Pak Heru dikutip dari kanal YouTube Sinau Hurip.
Tidak Memaksakan Diri
©YouTube/Sinau Hurip
Dalam menjalani ritual hidup sebagai seorang musafir, Pak Heru tak mau menyiksa diri. Salah satu contohnya, selama menjadi musafir ia mengaku belum pernah tidur di bawah jembatan karena ada tempat lain yang lebih layak dan diizinkan oleh pemiliknya.
“Bukannya saya tidak mau tidur di sana, hanya saja saya berpikir kenapa harus menyiksa diri. Kita kan punya akal. Yakin harus, tapi akal juga harus tetap dijalankan. Kalau dipaksakan malah mudharat,” kata Pak Heru. (mdk/shr)
Cobain For You Page (FYP) Yang kamu suka ada di sini,
lihat isinya
Penampilan kuli panggul itu berjubah dan mengenakan sorban berwarna merah putih.
Baca SelengkapnyaPria ini pun kembali melakukan sujud syukur usai menginjakkan kaki di tanah Lampung sebelum melanjutkan perjalanan ke Jambi.
Baca SelengkapnyaMereka memilih untuk berangkat ke Mekkah dengan gowes sepeda.
Baca SelengkapnyaIa mengaku sudah 11 hari melakukan perjalanan tersebut.
Baca SelengkapnyaSetelah menyelesaikan ibadah haji, Yunus kembali memulai perjalanan pulang ke Tanah Air.
Baca SelengkapnyaBerkat kesabarannya selama bertahun-tahun, ia sebentar lagi bisa melihat Ka'bah secara langsung di usianya yang menginjak usia 73 tahun.
Baca SelengkapnyaSimak kisah inspiratif Heru Setiawan, pengusaha kerupuk kulit yang pernah putus kuliah kini beromzet ratusan juta.
Baca SelengkapnyaMbah Sakinem ialah imigran Jawa yang kini tinggal di Suriname. Ia disebut menjadi saksi hidup satu-satunya perjalanan para imgiran Jawa ke Suriname.
Baca SelengkapnyaMbah Harun mengaku bersyukur telah menyempurnakan Rukun Islam
Baca SelengkapnyaTernyata, ia pernah mengalami ujian hidup yang begitu hebat. Pria itu mengaku bahwa istri dan anaknya sampai pindah keyakinan.
Baca SelengkapnyaFauna Sukma Prayoga mengunjungi 85 negara dengan sepeda hanya dalam waktu 5 tahun.
Baca SelengkapnyaPotret pria asal Serang, Banten bersepeda ke Mekkah selama 7 bulan lamanya.
Baca Selengkapnya