Mbalang Lintang, Siasat Eksha Team UAD Membabat Narasi Mitos Pulung Gantung Bunuh Diri di Gunungkidul
Di balik keindahan alamnya, Gunungkidul memiliki masalah sosial yang dari tahun ke tahun tidak kunjung selesai, yakni tingginya angka kasus bunuh diri.
Di balik keindahan alamnya, Gunungkidul memiliki masalah sosial yang dari tahun ke tahun tidak kunjung selesai, yakni tingginya angka kasus bunuh diri..
Mbalang Lintang, Siasat Eksha Team UAD Membabat Narasi Mitos Pulung Gantung Bunuh Diri di Gunungkidul
Gunungkidul menjadi salah satu daerah tujuan wisata yang terkenal di Indonesia.
Banyaknya pantai pasir putih dan pemandangan alam yang memesona, membuat kabupaten di Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) ini selalu ramai dikunjungi wisatawan setiap hari libur.
Namun di balik keindahan alamnya, Gunungkidul memiliki masalah sosial yang dari tahun ke tahun tidak kunjung selesai, yakni tingginya angka kasus bunuh diri.
-
Apa yang membuat pria di Bantul gantung diri? Kapolsek Dlingo, AKP Basungkowo, menyebutkan EBW diduga memilih gantung diri karena depresi. Namun ia tak menjelaskan penyebab depresi yang dirasakan EBW secara lebih lanjut.
-
Kenapa korban gantung diri? 'Korban ditemukan tewas gantung diri di lapak pasar. Tidak ditemukan tanda-tanda kekerasan di tubuhnya,' ungkap Kapolres Musi Rawas AKBP Andi Supriadi.
-
Bagaimana korban gantung diri? Korban tergantung tali nilon warna biru yang ikatkan ke tiang penahan atap tenda terbuat dari besi ukuran 2x4 cm.
-
Bagaimana mahasiswa di Sleman tewas gantung diri? Sang ayah pada mulanya datang ke kos korban untuk mengantar makanan pukul 09.00. Sampai di kos, ayah korban mengetuk pintu, namun tidak dibuka oleh anaknya. Ayah korban meninggalkan makanan yang dibawanya di meja depan kamar korban. Selesai kerja, sang ayah kembali ke kosan anaknya pukul 11.30 WIB. Namun pintu kosan korban masih tertutup. Sang ayah mulai curiga karena tak ada tanggapan saat pintu diketuk. Ia kemudian memanggil pemilik kos untuk meminta kunci cadangan, namun pintu tetap tidak bisa dibuka. Keduanya kemudian berinisiatif melepas engsel jendela kamar korban. Saat berhasil masuk, korban sudah ditemukan tergantung di pojokan kamar kos.
-
Bagaimana keluarga di Malang melakukan bunuh diri? Dua orang korban meninggal dunia yakni ibu, Sulikhah (35) dan anak kedua ARE (13) diduga meminum racun obat nyamuk cair. Sementara Wahaf Efendi (38) memotong urat nadi tangan kiri dan meninggal dunia saat dalam upaya penanganan di rumah sakit.
-
Kenapa keluarga di Malang diduga bunuh diri? Dugaan sementara, sepertinya bunuh diri dilakukan oleh satu keluarga. Di mana satu keluarga ini beranggotakan empat orang, bapak -ibu dan putri kembarnya. Namu alhamdulillah satu orang putrinya dalam kondisi selamat, saat ini sedang mendapat pendampingan PPPA dan Psikolog.
Menurut catatan Polres Gunungkidul, pada tahun 2021, setidaknya ada 38 orang yang bunuh diri. Sedangkan, tahun 2022 dan 2023, angka bunuh diri di Gunungkidul sebanyak 29 kasus.
Angka ini dari tahun ke tahun cenderung stagnan atau tidak mengalami penurunan yang signifikan. Dari semua kasus tersebut, mayoritas pelaku mengakhiri hidupnya dengan cara gantung diri.Anehnya, peristiwa bunuh diri di Gunungkidul selalu dikaitkan dengan adanya mitos pulung gantung.
Maraknya kasus bunuh diri di Bumi Handayani ini selalu beririsan dengan mitos pulung gantung. Hal ini pun mengundang keprihatinan sekelompok mahasiswa Jogja yang tergabung dalam Eksha Team dari Universitas Ahmad Dahlan, Yogyakarta.
Efektif selama tiga bulan, mulai dari bulan April sampai Juli 2024, kelompok mahasiswa yang terdiri dari lima orang, yakni Nur Asfia, Mahia Nasywa, Raka Pramudita, Alvin Nuru Syah, dan Dimas Brian melakukan penelitian.
Selain itu, mereka juga menggelar berbagai macam kegiatan di salah satu kelurahan di Giripanggung, Kapanewon Tepus, Kabupaten Gunungkidul, Yogyakarta.
Mitos Pulung Gantung di Gunungkidul
Saat ditemui Merdeka.com, salah seorang anggota kelompok Team Eksha, Nur Asfia (21) menuturkan bahwa mereka resah dengan peristiwa bunuh diri di Gunungkidul yang selalu dikaitkan dengan mitos pulung gantung.
Berangkat dari keresahan inilah yang mendorong Team Eksha untuk mencoba memberikan sudut pandang baru kepada warga dalam memaknai mitos mengerikan ini.
“Kami nggak memungkiri bahwa mitos pulung gantung mungkin sudah seperti menjadi bagian dari ‘kebudayaan’ di Gunungkidul.
Adanya mitos ini, barangkali akan membuat sebagian warga merasa lega karena ada alasan kenapa orang memilih mengakhiri hidupnya dengan cara seperti ini.
Tapi, mereka kadang lupa, di balik ini ada faktor-faktor kejiwaan, seperti masalah kesehatan mental, ekonomi, penyakit menahun, dan lainnya,” terang perempuan yang akrab disapa Fia memulai perbincangan, Rabu (3/7/2024)
Kasus bunuh diri di Gunungkidul memang selalu beririsan dengan mitos pulung gantung. Mitos yang menghantui masyarakat yang tinggal di Bumi Handayani ini sudah ada puluhan bahkan ratusan tahun lalu.
Cerita tentang mitos ini dilakukan secara getok tular atau turun-temurun.
Pulung gantung yang diyakini sebagian masyarakat berbentuk menyerupai bola api berekor ini biasanya datang pada waktu tertentu. Seperti menjelang Maghrib atau sebelum waktu Subuh. Konon, bola api terbang itu akan menyergap mereka yang dilimuti banyak masalah.Adanya mitos ini diakui Fia secara tidak langsung bisa memengaruhi pola pikir masyarakat. Pelaku bunuh diri seolah memiliki alasan ketika memutuskan untuk mengakhiri hidupnya.
Oleh sebab itu, untuk membabat narasi mitos pulung gantung, Eksha Team mencoba melakukan pendekatan ke warga masyarakat dan menggelar beragam kegiatan.
Mulai dari training of trainer, psychological campaign, dan menciptakan permainan mbalang lintang.
“Saat tiba di lapangan, kami menemui fakta bahwa masyarakat mengaku belum pernah mendapatkan sosialisasi terkait upaya pencegahan bunuh diri di desanya.
Akhirnya kami memutuskan untuk membuat program sosialisasi penguatan mental dan mencipatkan sebuah permainan bernama mbalang lintang,” tutur Fia.
Mbalang Lintang, Siasat Membabat Narasi Mitos Pulung Gantung di Gunungkidul
Saat melakukan penelitian, Fia menemukan bahwa lansia menjadi kelompok rentan tindakan bunuh diri. Pasalnya, seumur hidup mayoritas bekerja menggunakan fisik.
Ketika sudah menginjak usia senja, sakit fisik mulai dirasakan para lansia dan mengakibatkan kelompok ini tidak bisa beraktifitas.
“Saat lansia tidak bisa beraktifitas, cenderung akan merasa kesepian. Tapi, kita tahu akses layanan kesehatan mental di sini masih sangat terbatas dan biayanya cukup mahal.
Jadi, nggak bisa terjangkau oleh mereka”
terang mahasiswi semester enam itu.
Selain itu, adanya narasi pulung gantung juga turut “mendukung” pola pikir masyarakat dalam memahami sebuah mitos.
Salah satu upaya yang dilakukan oleh Eksha Team untuk membentuk pola pikir baru dalam memaknai pulung gantung adalah menciptakan permainan Mbalang Lintang.
Sederhananya, permainan ini dirancang oleh Eksha Team sebagai pendekatan kreatif dan inovatif agar lansia dapat menemukan kebermaknaan hidupnya.
“Mbalang Lintang mengajak pemain bermain peran sebagai astronot yang sedang terjebak di luar angkasa dan mencoba kembali ke bumi dengan cara melempar bintang sebagai tanda meminta pertolongan,” jelas Fia.
“Secara filosofis, permainan ini menggambarkan pemain yang sedang berada di dalam tekanan hidup dan mencoba bertahan hidup dengan memahami kebermaknaan hidupnya.
Selain itu, juga mengajarkan pemain untuk meminta bantuan pada sekitar” imbuh Fia.
merdeka.com
merdeka.comWarga Mengaku Lebih Tentram dan Bahagia
Kegiatan yang dilakukan di balai warga ini diikuti oleh puluhan peserta, yang mayoritas lansia. Tampak mereka sangat antusias saat mengikuti sosialisasi dan permainan.
Fia menjelaskan bahwa permaianan ini awalnya memang dirancang untuk lansia. Akan tetapi, sebenarnya Mbalang Lintang bisa dimainkan oleh siapa saja, mulai dari remaja, dewasa, hingga lansia.Adapun tujuan permainan ini agar warga masyarakat lebih terbuka dengan sanak-saudara dan tetangga. Selain itu, warga juga lebih peka ketika ada orang-orang terdekat yang punya potensi mengalami stres hingga depresi.
Dengan begitu, akan menciptakan masyarakat yang mampu memitigasi tindakan bunuh diri.
Salah seorang warga yang mengikuti permainan Mbalang Lintang, Wagiyah, mengaku senang dengan kegiatan ini.
Perempuan asal Giripanggung, Tepus, Gunungkidul itu juga sangat mengapresiasi program sosialisasi pencegahan bunuh diri.
“Saya sangat salut dengan program yang dilakukan kakak-kakak dari UAD ini.
Kegiatan ini memberi pengalaman baru untuk kami. Ada perasaan tentram dan lega setelah ikut permainan mbalang lintang. Terima kasih pokoknya sudah mau berbagi pengalaman”
Tutur Wagiyah, warga Giripanggung
Melihat antusiasme dari warga sekitar saat mengikuti permainan ini, Fia mengaku juga merasa senang.
Pasalnya, tidak sedikit warga yang akhirnya mau berkeluh kesah dan saling berbagi dengan sesama. Artinya, hubungan antara masing-masing individu menjadi semakin erat dan penuh kasih sayang.
“Ya, kami berharap program yang kami rancang sedemikian rupa nggak berhenti begitu saja.
Semoga langkah kecil ini bisa diterima oleh warga dan berdampak baik untuk masyarakat Gunungkidul,” Harap Fia mengakhiri percakapan.