Hilangkan Stigma Tabu, Mahasiswa UGM Ciptakan Permainan Unik untuk Edukasi Seks pada Anak
Tim PKM asal UGM menciptakan inovasi permainan edukasi seks untuk anak. Inovasi ini muncul karena keprihatinan diskusi soal seks yang masih dianggap tabu.
Hingga hari ini, topik pembicaraan soal seks masih sering dianggap tabu oleh masyarakat. Tak heran, pembelajaran soal seks di usia dini masih jarang dilakukan orang tua. Padahal edukasi seks penting dilakukan sebagai salah satu usaha pencegahan dalam merawat organ reproduksi dan menumbuhkan sikap tanggung jawab pada anak sebelum masuk usia pubertas.
Permasalahan ini disadari betul oleh Tim Mahasiswa Program Kreativitas Mahasiswa bidang Kewirausahaan (PKM-K) asal Universitas Gadjah Mada (UGM). Mereka menciptakan inovasi berupa sebuah permainan yang dapat membantu orang tua dalam memberikan edukasi seks pada anak-anak.
-
Bagaimana mengajarkan pendidikan seks pada anak? Mengenalkan informasi seksual secara bertahap sesuai dengan tingkat usia anak sangat penting.
-
Apa manfaat pendidikan seks untuk anak? Dengan memberikan pendidikan seksual yang akurat, anak akan memiliki pemahaman yang benar tentang tubuh dan seksualitas.
-
Siapa yang bertugas memberikan edukasi tentang seksualitas pada anak? Mencegah pelecehan seksual pada anak adalah tanggung jawab bersama, dan orang tua memegang peranan penting dalam membekali anak dengan pengetahuan serta nilai-nilai yang melindungi mereka.
-
Siapa yang perlu memberikan pendidikan seks? Oleh karena itu, penting bagi orang tua untuk memberikan Pendidikan seks kepada anak.
-
Apa saja yang diajarkan dalam pendidikan seks? Melalui edukasi seksual, anak bisa mendapatkan pengetahuan tentang kesehatan reproduksi, hubungan interpersonal yang sehat, serta hak dan kewajiban dalam pernikahan.
-
Kenapa pendidikan seks penting untuk anak? Pendidikan seksual dapat membantu anak-anak menghindari risiko-risiko masalah kejahatan seksual, kehamilan yang tidak diinginkan, dan penularan penyakit menular seksual (PMS),
Seperti apa permainan itu?
Magic Box
Karya inovasi yang mereka ciptakan diberi nama “Magic Box: Petualangan Ajaib”. Inovasi itu berupa permainan papan berisi edukasi seks. Permainan itu sengaja dibuat dan dikemas dengan nuansa menyenangkan untuk menghilangkan stigma tabu tentang edukasi seks usia dini.
Ketua kelompok itu, Vicky Rian Saputra, mengatakan bahwa inovasi itu dilakukan berangkat dari keresahan dan kurangnya kesadaran masyarakat terkait pentingnya edukasi seks pada usia dini.
“Kami membuat board game dan aplikasi ini karena keresahan kami akan kurangnya perhatian masyarakat tentang pendidikan seks. Bahkan ada segelintir yang menganggap ini tabu,” kata Vicky dikutip dari Ugm.ac.id.
Konten Pornografi Bikin Resah
Riset yang dilakukan Vicky dan kawan-kawan menunjukkan urgensi kuat dalam menghilangkan stigma tabu pada edukasi seks. Survey menyebutkan bahwa sebesar 85 persen anak kelas 5 SD di suatu sekolah terpapar konten pornografi. Sebanyak 57 persen dari mereka pernah sengaja membuka konten pornografi di YouTube. Bahkan beberapa kasus kekerasan dan pelecehan seksual pernah terjadi dan dilakukan oleh anak berusia lima tahun pada teman sebayanya.
“Bentuk nyata munculnya kasus tersebut mengindikasikan rendahnya pemahaman edukasi seks pada anak-anak Indonesia,” kata Vicky.
Menurut Vicky, edukasi seks sebenarnya bisa memahami adanya batas-batas dan larangan terkait paparan pornografi di media digital. Bila tidak diberi pemahaman, anak-anak justru tidak tahu terkait Batasan dan justru makin penasaran dengan konten pornografi di media digital.
Terintegrasi dengan Konten Edukasi
Dikutip dari Ugm.ac.id, Board game Magic Box terdiri dari papan permainan berukuran 40x40 cm, lima bidak, satu set kartu BEE, satu set kartu Joy, dan dua dadu permainan. Magic Box itu dilengkapi dengan puzzle, pop-up story book, dan kartu untuk memudahkan orang tua dalam mengedukasi anaknya secara interaktif. Rencananya, permainan kartu ini akan diatur agar bisa menghubungkan antara penggunanya dengan para ahli psikolog anak dalam layanan konsultasi.
“Harapannya adalah karya tim ini dapat merubah stigmatisasi negatif dan memudahkan orang tua dalam mengajarkan edukasi seks pada anak sedini mungkin,” ujar Shahrin Nuri Ramadhani, anggota tim yang juga mahasiswa psikologi UGM.