Sederet Fakta di Balik Aksi Demo di Semarang Berakhir Ricuh, Tercatat 33 Orang Dirawat di Rumah Sakit
Demonstrasi terkait RUU Pilkada di Semarang berakhir ricuh. Puluhan mahasiswa harus dirawat di rumah sakit dan puluhan lainnya ditahan polisi
Pada Senin (26/8), ribuan mahasiswa dari berbagai universitas di Semarang melakukan demonstrasi besar-besaran di depan Balai Kota Semarang. Mereka melakukan demonstrasi untuk mengawal RUU Pilkada dan menuntut Presiden Joko Widodo mundur dari jabatannya.
Demonstrasi itu rencananya digelar di depan kantor DPRD Jawa Tengah di Jalan Pahlawan, Kota Semarang. Namun massa mahasiswa yang berkonvoi menggunakan sepeda motor hanya melewati depan kantor DPRD Jawa Tengah dan memindahkan aksinya ke Kantor DPRD Kota Semarang. Namun seiring jalan, kondisi demonstrasi itu makin memanas.
-
Apa yang terjadi pada mahasiswa tersebut? Mahasiswa bernama Alwi Fadli tewas ditikam oleh pria inisial P (23) yang hendak menyewa kekasihnya terkait prostitusi online.
-
Siapa saja yang ikut demo? Aksi demo kali ini sangat besar, melibatkan tidak hanya mahasiswa tetapi juga para komika seperti Arie Kriting dan Mamat Alkatiri yang ikut turun berdemo.
-
Siapa yang ikut demo? Pada Minggu (17/3), warga di sepanjang Jalan Godean, tepatnya di Desa Sumberarum, Kecamatan Moyudan, Sleman, bersama satuan Jaga Warga mengadakan arak-arakan dengan membawa banner.
-
Dimana demo buruh berlangsung? Elemen buruh melakukan rasa di daerah Bekasi, Jawa Barat dan sekitarnya.
-
Mengapa mahasiswa demo di tahun 1965? Para mahasiswa yang tergabung dalam Kesatuan Aksi Mahasiswa Indonesia (KAMI) itu tidak puas dengan kebijakan pemerintahan Orde Lama. Mereka terus melakukan demonstrasi dan meminta Presiden Sukarno bertindak tegas terhadap PKI dan menteri-menteri yang tidak becus bekerja.
-
Siapa yang terlibat dalam kerusuhan ini? Pada saat itu Maroko adalah protektorat Prancis, dan komisaris Prancis untuk Oujda, René Brunel, menyalahkan kekerasan yang terjadi pada orang-orang Yahudi karena meninggalkan Oujda dan bersimpati dengan gerakan Zionis.
Berikut selengkapnya:
Demonstrasi Berlangsung Ricuh
Hingga akhirnya, amuk massa tak bisa lagi dibendung. Mereka merusak dua pintu gerbang kompleks kantor yang berada satu lokasi dengan kantor Wali Kota Semarang.
Peserta aksi sempat beberapa kali memanas dengan beberapa kali insiden saling dorong antara polisi dengan mahasiswa. Pada sore hari, puluhan siswa SMK yang ikut bergabung menambah panas situasi.
Polisi mengambil tindakan tegas dengan membubarkan aksi pada petang harinya. Aparat polisi mendorong massa mahasiswa ke arah utara di Jalan Pemuda dengan menggunakan mobil meriam air dan tembakan gas air mata.
Banyak Peserta Demonstran Terluka
Kondisi makin tak terkendali. Aparat mengamankan kondisi dengan disertai kekerasan. Salah seorang peserta aksi yang merupakan mahasiswa UIN Walisongo dilarikan ke rumah sakit akibat terkena pukulan polisi.
“Mata sebelah kirinya luka lecet. Kena pentungan polisi saat demo,” kata Rizqi, salah seorang mahasiswa UIN Walisongo dikutip dari Merdeka.com pada Senin (26/8).
Rizqi mengaku tidak tahu persis mengenai kronologi mahasiswa yang terluka itu. Yang jelas mahasiswa yang terluka itu langsung diboyong mobil ambulans untuk mendapatkan perawatan.
Peserta Aksi Ikut Melempari Polisi
Terkait peristiwa ini, Kapolrestabes Semarang Kombes Pol Irwan Anwar menyayangkan keterlibatan oknum siswa SMK yang terprovokasi. Menurutnya, para siswa yang datang masih mengenakan seragam sekolah itu membawa kayu panjang dan ikut melempari polisi. Bahkan Wakasat Intel Polrestabes Semarang ikut terluka akibat lemparan kayu tersebut.
Setelah peristiwa itu, Kuasa Hukum Gerakan Rakyat Menggugat Jawa Tengah, Tuti Wijaya, mencatat ada puluhan mahasiswa yang dirawat di sejumlah rumah sakit akibat peristiwa itu.
“Ada 33 orang yang dirawat. Sebagian besar mengalami sesak nafas, ada juga yang mengalami luka di kepala,” kata Tuti dikutip dari ANTARA.
Tanggapan Anggota DPRD Jateng
Terpisah, Joko Widodo, salah seorang anggota DPRD Kota Semarang, mengatakan ada 31 demonstran yang ditangkap polisi. Ia memastikan mereka yang ditahan sudah mendapat advokasi. Lebih lanjut, ia mengatakan bahwa para mahasiswa ini punya hak untuk bersuara. Jika kemudian terjadi kekerasan, itu adalah dampak dari komunikasi di lapangan.
“Saat unjuk rasa, semua bisa terjadi. Kemampuan komunikasi dan adu argumentasi kadang menimbulkan suasana yang memancing emosi. Apalagi adik-adik masih muda, polisi yang bertugas juga masih muda,” kata Joko Widodo dikutip dari Liputan6.com.