Melihat Pusat Pembelajaran Tebu Milik UGM, Bentuk Dukungan pada Dunia Akademik untuk Swasembada Gula
Di era krisis ekonomi saat ini, swasembada gula menjadi satu hal yang penting.
Pada tahun 1930, Indonesia merupakan eksportir gula terbesar kedua di dunia setelah Kuba. Namun semenjak tahun 1967, Indonesia justru berubah menjadi salah satu importir gula terbesar.
Di era krisis ekonomi seperti ini, berbagai bentuk swasembada pangan perlu dilakukan. Salah satu bentuk swasembada itu adalah swasembada gula.
-
Bagaimana UGM memfasilitasi mahasiswa untuk belajar di dalam dan luar kampus? 'Kami berupaya memfasilitasi mahasiswa untuk bisa belajar di dalam maupun luar kampus. Belajar dari para dosen maupun praktisi serta teman-teman sebaya mereka melalui kegiatan yang positif,' kata Ova.
-
Apia, apa yang didapatnya dari UGM? Kini ia berkesempatan melanjutkan studi pascasarjananya di UGM secara gratis. Bahkan tidak hanya di jenjang S-2, perempuan yang sempat bekerja sebagai Project Management Analyst di salah satu perusahaan multinasional itu mendapat kesempatan emas untuk langsung melanjutkan studi ke jenjang S-3.
-
Bagaimana UGM mendorong publikasi riset? FIB UGM dalam lima tahun terakhir rutin menggelontorkan dana hibah penelitian untuk semua dosen. Bahkan untuk saat ini fokus hibah penelitian diprioritaskan pada pendanaan penelitian kolaboratif internasional, nasional, dan antar-universitas.'Kami selalu mendorong dosen mengambil hibah penelitian internasional dengan mengalokasikan anggaran lebih besar. Hibah ini bebas diambil oleh semua dosen FIB. Harapannya publikasi internasional kita semakin bertambah,' ujar Setiadi.
-
Bagaimana cara UGM diakui di kancah internasional? Peringkat tersebut didasarkan pada analisis dampak sitasi di berbagai disiplin ilmu yang diambil dari database Scopus.
-
Apa tujuan Kementan menggandeng UGM? Kerjasama ditandai dengan 'Penandatanganan Nota Kesepahaman tentang Pengujian Alat dan Mesin Pertanian Alsintan dalam rangka Mendukung Sertifikasi Produk' di Fakultas Teknik Pertanian, UGM, Sleman, DIY, Selasa (8/8).
-
Dimana UGM didirikan? Universitas Gadjah Mada (UGM) didirikan pada 19 Desember 1949 di Yogyakarta, Indonesia.
Terkait swasembada gula ini, Universitas Gadjah Mada bekerja sama dengan PT Sinergi Gula Nusantara (SGN) meluncurkan Sugar Cane Learning Centre. Pusat pembelajaran tebu ini akan berfungsi sebagai tempat pelatihan dan inovasi untuk memperkuat sektor tebu rakyat yang memegang peranan penting dalam industri gula nasional.
Berikut selengkapnya.
Tempat Mempersiapkan Talenta Unggul
Sugar Cane Learning Centre dibangun pada sebuah lahan di Fakultas Pertanian UGM. Pusat studi itu diresmikan pada 26 Agustus 2024 dan menjadi wadah bagi para mahasiswa dan generasi muda terutama Gen Z untuk mengenal perkebunan tebu secara lebih dekat dan melihat prospek perkebunan tebu yang menjanjikan di masa yang akan datang.
Direktur Utama Sinergi Gula Nusantara, Mahmudi, mengatakan bahwa pemerintah telah menetapkan Swasembada Gula Konsumsi pada tahun 2028 mendatang. Oleh karena itu, keberadaan Sugar Cane Learning Centre (SCLC) ini dapat mempersiapkan talenta-talenta unggul untuk mendukung industri gula nasional yang lebih baik.
“Harapan kami para mahasiswa dapat mengakses berbagai literatur baik dari pihak universitas dalam hal ini Fakultas Pertanian Universitas Gadjah Mada (UGM) ataupun lembaga riset yang ada di PTPN Group,” ujar Mahmudi dikutip dari ANTARA pada 26 Agustus 2024 lalu.
Pusat Penelitian dan Pengembangan
Sementara itu Dekan Fakultas Pertanian UGM, Ir. Jaka Widada, mengatakan bahwa hadirnya SCLC ini diharapkan dapat menjadi sarana pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi di bidang tanaman perkebunan khususnya tebu. Adanya fasilitas itu juga diharapkan menjadi wadah kolaborasi dan ruang belajar yang nyaman dalam melakukan pembelajaran.
“Ini adalah hub yang menjembatani antara industri dan pendidikan. Kita bisa menghasilkan lulusan yang match dengan kebutuhan industri gula yang ada, salah satunya gula. Keberadaan fasilitas ini juga bisa dimanfaatkan untuk menjadi pusat penelitian dan pengembangan terkait industri gula melalui penggunaan digitalisasi, IoT, AI, dan lainnya,” papar Jaka dikutip dari Ugm.ac.id.
Cara Mewujudkan Swasembada Gula
Mahmudi mengatakan bahwa Indonesia bisa mencapai swasembada gula konsumsi jika mampu meningkatkan produktivitas tebu dari 5 ton menjadi 8 ton per hektare. Jumlah itu sebenarnya masih separuh dari capaian produktivitas gula Indonesia pada tahun 1930.
Menurutnya, untuk mencapai swasembada gula konsumsi pada tahun 2028, diperlukan penguatan ekosistem tebu rakyat. Hal ini sejalan dengan Peraturan Presiden Nomor 40 Tahun 2023 yang menjadi roadmap untuk swasembada gula.
“Sebanyak 65 persen bahan baku gula berasal dari petani rakyat. Kunci utama keberhasilan penguatan ekosistem ini adalah kesejahteraan petani. Kami bersama UGM dan Kementerian Pertanian telah berdiskusi panjang terkait langkah-langkah penguatan ekosistem tebu rakyat yang mencakup inovasi teknologi, peningkatan kapasitas petani, dan pemanfaatan lahan secara optimal,” pungkas Mahmudi dikutip dari Ugm.ac.id.