Mengenal Sosok Tan Joe Hok, Pelopor Kejayaan Bulu Tangkis Indonesia
Dia merupakan salah satu dari "tujuh pendekar" Indonesia yang memenangi gelar Piala Thomas tiga kali berturut-turut

Dia merupakan salah satu dari "tujuh pendekar" Indonesia yang memenangi gelar Piala Thomas tiga kali berturut-turut

Mengenal Sosok Tan Joe Hok, Pelopor Kejayaan Bulu Tangkis Indonesia
Tan Joe Hok merupakan pemain bulu tangkis legendaris asal Indonesia era tahun 1950-an hingga 1960-an. Dia adalah pemain bulu tangkis pertama asal Indonesia yang menjuarai England tahun 1959.
Ia juga mempersembahkan medali emas bagi Indonesia pada pagelaran Asian Games 1962. Tan Joe Hok turut membawa Indonesia menjuarai Piala Thomas untuk pertama kalinya pada tahun 1958. Ia pun mendapat julukan “The Giant Killer”.
Kemenangan demi kemenangan yang diraih Tan Joe Hok pada waktu itu menjadi modal penting bagi Indonesia yang saat itu masih menjadi tim underdog yang tidak diperhitungkan di dunia bulu tangkis internasional.

Stamina dan kecepatan menjadi kunci keberhasilannya meraih gelar juara. Setelah menang di All England 1959, ia memperoleh beasiswa studi pre-medical bidang Kimia dan Biologi di salah satu universitas di Texas, Amerika Serikat.

Tan Joe Hok bersama enam pebulu tangkis lainnya asal Indonesia, yaitu Ferry Sonneville, Lie Poo Djian, Tan King Gwan, Njoo Kim Bie, Eddy Jusuf, dan Olich Solihin dijuluki “tujuh pendekar” di dunia pebulu tangkis internasional.
Mereka berhasil meraih gelar juara Piala Thomas tiga kali berturut-turut yaitu tahun 1958, 1961, dan tahun 1964.
Usai pertandingan Piala Thomas tahun 1961, ia segera kembali ke Amerika Serikat untuk menyelesaikan studinya.
Ia menolak pemberian uang sebesar 1.000 dollar dari Presiden Soekarno. Ia yakin rakyat yang sedang hidup kesulitan lebih membutuhkan uang itu dibandingkan dirinya.
Darah atlet Tan Joe Hok menurun dari ibunya yang pecinta bulu tangkis. Pelatih klub Blue White, Lie Ju Kong, melihat bakat Tan saat sang pemain masih berusia 12 tahun.
Lie mengajak Tan serius berlatih dan bergabung di klub bulu tangkis. Saat itu Tan selalu bangun pukul 5 pagi untuk berlari sebelum pergi latihan bulu tangkis.
“Kita betul-betul tidak menyangka waktu dia kecil bakal jadi pebulu tangkis terkenal. Karena kita ini bukan berasal dari keluarga berada. Ayah saya sendiri seorang pelayan toko yang menjual kain,”
kata Lanny Hartanto, kakak dari Tan Joe Hok, seperti dikutip dari kanal YouTube bina_budaya.
Sulitnya kondisi ekonomi pada era 1950-an dirasakan para atlet seperti Tan Joe Hok, Ferry Sonneville, dan atlet bulu tangkis lainnya. Bahkan terkadang mereka tak punya uang untuk sekedar pergi ke tempat latihan.
Waktu itu dikisahkan pernah suatu hari Tan Joe Hok mengayuh becak sendiri untuk mengangkut empat orang temannya agar bisa menghemat ongkos ke tempat latihan.
“Waktu itu saya kurang ingat, datang pelatih dari Malaysia. Dia melihat cara Tan melangkah dan memukul, pelatih itu bilang kalau anak itu punya harapan,” tutur Lanny.
Tahun 1984, Tan Joe Hok menerima tawaran untuk menjadi pelatih Pelatnas Piala Thomas. Pada masa itu, Tan Joe Hok dikenal sebagai pelatih yang keras, terutama dalam hal kedisiplinan.
Terbukti modal disiplin itu membuat regu bulutangkis Indonesia berhasil mengimbangi permainan ketat dari tim China. Indonesia pun memboyong Piala Thomas di Kuala Lumpur pada 18 Mei 1984.
“Kalau lihat Tan itu dia satu, semangat mengabdi untuk Indonesia itu tinggi sekali, kedua disiplin, ketiga, dia memang teguh dalam pendiriannya. Saat memilih pemain untuk tim Thomas dia pilih yang terbaik saja,”
kata salah satu mantan pemain bulu tangkis Indonesia, Hariyanto Arbi.