Potret Penampakan Pria-pria Jawa Zaman Dulu yang Berambut Gondrong, Tertulis dalam Catatan Penjelajah Negeri Cina
Di tanah Jawa sendiri, model rambut gondrong sudah ada sejak masa era kerajaan.

Di tanah Jawa sendiri, model rambut gondrong sudah ada sejak masa era kerajaan.
Foto: Facebook Sejarah Jogyakarta

Potret Penampakan Pria-Pria Jawa Zaman Dulu yang Berambut Gondrong, Tertulis Dalam Catatan Penjelajah Negeri Cina
Rambut gondrong merupakan salah satu model rambut pria yang tak lekang dimakan zaman. Keberadaan pria-pria rambut gondrong sudah ada sejak zaman dulu dan selalu memancarkan pesonanya tersendiri di kalangan para wanita.


Di tanah Jawa sendiri, model rambut gondrong sudah ada sejak masa era kerajaan. Fakta ini tertuang dalam postingan Facebook Sejarah Jogyakarta pada 26 Mei 2024 lalu.

Disebutkan dalam postingan itu, sampai abad ke-19, rambut gondrong bagi pria-pria Jawa dan Nusantara merupakan sebuah kelaziman. Apakah memang benar adanya begitu?
Bila melihat relief-relief di candi dan arca peninggalan kerajaan-kerajaan Hindu-Buddha di Sumatra, Jawa, dan Bali yang menguak kehidupan pada era awal Masehi hingga runtuhnya Majapahit, maka tidak sulit untuk menemukan relief pria berambut gondrong. Biar tampak rapi, rambut mereka digulung ke atas.
Hal ini senada dengan catatan Tiongkok dari Dinasti Liang (502-556 M) serta Dinasti Sung (902-1279 M) yang menuliskan bahwa para pria Jawa memiliki rambut gondrong.
Dalam catatan itu terdapat dua golongan pria berambut gondrong berdasarkan kelas sosialnya, rakyat jelata, biasanya mengurai rambutnya, sementara kaum bangsawan dan raja menggelung rambut panjangnya atau dicepol.
Sebagai contoh sosok Patih Gadjah Mada yang selama ini banyak digambarkan.
Pada masa itu hingga abad ke-19, belum ada teknologi foto. Maka orang barat yang hadir di Kepulauan Nusantara mendokumentasikan apa yang mereka lihat dalam bentuk lukisan.
Dari dokumentasi tersebut, pada tahun 1810-an masih lazim orang Jawa yang berambut gondrong.
Bahkan sampai memasuki awal abad ke-20, masih banyak pula ditemukan orang berambut gondrong di tanah Jawa.

Namun, seperti dijelaskan akun Facebook Sejarah Jogyakarta, semua itu berubah ketika Belanda menyerang tanah-tanah kolonialnya dengan gaya rambut, pakaian, dan makanan.
Diperkirakan setelah tahun 1900 ketika politik etis mulai diberlakukan dan makin banyak pribumi yang memperoleh kesempatan pendidikan, beberapa perubahan juga diterima dan makin menjadi nilai umum.
Misalnya gaya berpakaian (hem, celana panjang, rok) dan gaya rambut. Tetapi karena saat itu belum ada medsos, maka perang wacana antara mode fashion tradisional dan modern tidak terjadi seperti saat ini.
Pada tahun 1931, pria di Yogyakarta masih biasa memiliki rambut panjang. Jika memakai ikat kepala, maka mereka akan mengenakan kain dengan gaya Mataraman.
Saat memakai kuluk kanigara, maka rambut akan diikat tetapi sedikit terurai. Karena rambutnya panjang, maka akan terbentuk mondolan di bagian belakang.