Potret Seni Reog Jalanan di Klaten, Jadi Hiburan Pengguna Jalan Jogja-Solo
Merdeka.com - Panas matahari tak menggoyahkan semangat para seniman reog yang biasa tampil di Jalan Jogja – Solo, Simpang Bendogantungan, Kecamatan Klaten Selatan, Jawa Tengah, Sabtu (5/11). Setiap harinya atraksi mereka mencuri perhatian para pengguna jalan.
Di sana mereka tampak lincah memainkan berbagai peran reog mulai dari celeng, jaran, topeng ganong hingga warok. Sebagai penanda atraksi, seorang pemain akan memukulkan pecut ke aspal hingga terdengar suara menggelegar.
“Kalau yang dibawain di sini itu kesenian reog, dan di sini para pemainnya harus bisa semua karena akan memainkan karakter celeng, topeng warok, ganongan maupun pecut,” kata salah satu pemain reog jalanan, Penceng (30) saat ditemui Merdeka di lokasi.
-
Bagaimana gerakan Jaranan Pegon? Gerakan Jaranan Pegon dilakukan dengan lincah, dinamis dan agak rumit.
-
Bagaimana bunyi senggakan di rampak kendang? Biasanya senggakan ini berbunyi lololo yak, hak’e, hak’e, dan sebagainya.
-
Jaranan Pegon untuk apa? Kesenian ini biasanya ditampilkan dalam hajatan nazar seseorang, misalnya yang bersangkutan ingin sembuh dari sakit, ingin segera menikah, dan lain sebagainya.
-
Siapa yang memainkan rampak kendang? Kesenian kendang Sunda ini memang dimainkan berbarengan oleh tiga sampai empat orang, dengan masing-masingnya memukul 3 buah kendang berukuran kecil, sedang dan besar.
-
Mengapa Jaranan Pegon diiringi gamelan? Iringan Pentas Jaranan Pegon diiringi seperangkat gamelan, yaitu meliputi: kendhang, sompret, kenong, kempul, gong, saron pelog slendro, balungan pelog slendro dan tambahan drum yang dimainkan pengrawit dengan selaras.
-
Bagaimana Ulin Barong dimainkan? Para pemainnya akan membawa kepala naga besar, dengan tubuh yang memanjang dan terbuat dari kain.
Diiringi Musik Modern hingga Tradisional
©2022 Nurul Diva Kautsar/Merdeka.com
Penceng menceritakan, dalam setiap penampilannya mereka diiringi musik modern hingga tradisional yang diputar lewat speaker kecil di pinggir jalan. Irama musiknya akan menyesuaikan atraksi yang ditampilkan.
©2022 Nurul Diva Kautsar/Merdeka.com
Dirinya menyebut bahwa banyak para pengguna jalan yang merasa terhibur dengan pertunjukan kesenian yang dimainkan. Hal ini menjadi penyemangat mereka untuk berkarya di jalan dengan tidak mengganggu arus lalu lintas.
“Di sini itu kami ngamen reog bersama sekitar 15 orangan. Sistem atraksinya itu setiap satu jam gentian. Ada yang turun, ada yang istirahat dan memang di sini asli Klaten semua,” lanjut Penceng antusias.
Dimulai Sejak Pagi hingga Malam
©2022 Nurul Diva Kautsar/Merdeka.com
Para seniman jalan ini biasanya mulai berkumpul di lokasi setiap hari, mulai pukul 06.00 WIB pagi hingga pukul 19.00 WIB petang. Sebelum beratraksi, mereka terlebih dahulu berdandan dengan berbagai karakter reog.
Untuk lokasinya tidak pernah pindah. Bahkan sejak beberapa tahun sebelum masa pandemi Covid-19 mereka masih tetap mengamen di Simpang Bendogantungan, Klaten.
©2022 Nurul Diva Kautsar/Merdeka.com
Saat ditanya soal penghasilan, Penceng mengaku bahwa dari sini bisa memenuhi kebutuhan hidup walau tidak menentu. Hal terpenting baginya, serta para pemain lain adalah rasa syukur atas rezeki yang diberikan pada hari itu.
“Pendapatannya tidak nentu juga. Kadang besar kadang kecil, dan kami di sini sama semua dibagi rata penghasilannya, yang penting kita semangatnya menampilkan kesenian ini,” lanjutnya.
Risiko Reog Jalanan
©2022 Nurul Diva Kautsar/Merdeka.com
Para pemain reog jalanan ini bukan tanpa risiko. Ribuan kendaraan menjadi ancaman kecelakaan bagi mereka saat mencari nafkah.
Belum lagi soal cuaca yang tidak menentu, membuat penghasilan mereka terkadang terganggu bahkan menurun drastis.
©2022 Nurul Diva Kautsar/Merdeka.com
Selain itu, mereka juga pernah mendapat teguran dari pihak kepolisian hingga Satpol PP. Meski begitu, berkat izin dari masyarakat serta adanya upaya evaluasi dari masing-masing pemain, kondisi ini bisa diminimalisir.
“Risikonya banyak. Di sini truk atau bus kan kalo ngerem nggak bisa mendadak, jadi kita harus nyesuaikan dengan durasi lampu merah. Dulu pernah juga dapat teguran, yang penting kata polisi kita jaga peraturan dan jaga ketertiban, dengan tidak mengganggu lalu lintas. Kalau dapat teguran pasti kita langsung perbaiki,” lanjut Penceng.
Membantu Warga Terdampak Pandemi Covid-19
©2022 Nurul Diva Kautsar/Merdeka.com
Kesenian reog jalanan ini juga membantu pemain yang sempat terdampak pandemi Covid-19. Salah satu pemain bernama Ali (30), yang merasa beruntung setelah menjadi anggota kesenian reog jalanan ini.
©2022 Nurul Diva Kautsar/Merdeka.com
Diungkapkan Ali, dirinya sempat terdampak pandemi hingga harus diberhentikan dari tempat kerja sebelumnya di sebuah pabrik, kawasan Klaten. Sempat menganggur beberapa waktu, pimpinan reog jalanan Klaten bernama Bagong, kemudian mengajaknya untuk bergabung.
“Saya ikut kesenian Reog ini belum lama, sekitar setengah tahun. Saya ikut ini setelah sebelumnya berhenti kerja di pabrik karena terdampak pandemi. Sebelumnya perusahaan di tempat bekerja itu mungkin mengalami penurunan omzet, sehingga saya dirumahkan. Awalnya saya ikut ini sempat canggung, karena baru pertama kali. Tapi setelah berlatih, akhirnya terbiasa,” kata pria 30 tahun itu.
Mengangkat Kesenian Reog
©2022 Nurul Diva Kautsar/Merdeka.com
Selain untuk mencari nafkah, Penceng, Ali dan para pemain reog lainnya memiliki semangat lain yang sama. Mereka ingin mengangkat kembali kesenian reog jatilan yang sempat menurun akibat perubahan zaman.
Diharapkan dengan adanya atraksi kesenian reog di jalanan lampu merah Simpang Bendo ini, kesenian asli tanah Jawa tersebut bisa terus terangkat. Para pengguna jalan pun bisa terhibur dan mengenal kesenian daerah asalnya.
“Harapannya dengan adanya kesenian jalanan reog ini, budaya Indonesia jangan sampai hilang dan jangan sampai direbut negara lain, kami ingin bareng-bareng nguri-nguri (melestarikan) kebudayaan Jawa agar terus terangkat,” kata Ali. (mdk/nrd)
Cobain For You Page (FYP) Yang kamu suka ada di sini,
lihat isinya
Seorang warganet mengabadikan keseruan itu dari jendela kamar kosnya.
Baca SelengkapnyaPotret meriah Gibran diarak keliling kampung pakai Kuda Renggong.
Baca SelengkapnyaTradisi khitanan ini unik, karena diiringi warga dengan keliling kampung sembari menabuh angklung.
Baca SelengkapnyaSalah satu tarian tradisional asli masyarakat Suku Kerinci dari daerah Hamparan Rawang ini selalu menghadirkan penampilan yang membuat decak kagum.
Baca SelengkapnyaMerdeka.com merangkum informasi tentang pengertian alat musik ritmis, jenis, dan cara menggunakannya.
Baca SelengkapnyaGarut juga punya Reog loh, tapi pakai "domba" sudah mengetahuinya?
Baca SelengkapnyaKesenian ini menarik untuk disimak karena menampilkan kekayaan budaya asli Cirebon.
Baca SelengkapnyaTarian ini bukan hanya menjadi hiburan semata, melainkan juga ditampilkan dalam acara-acara resmi dan festival budaya Melayu di Bitan dan Kepulauan Riau.
Baca SelengkapnyaKini kesenian Ogleg mengalami ancaman kesulitan regenerasi karena rata-rata pemainnya sudah berusia 45-50 tahun.
Baca Selengkapnya