Belajar Membatik sejak SMP, Begini Kisah Pembatik Gen Z Asal Bojonegoro Keliling Indonesia Berkat Karyanya
Membatik tidak hanya mendatangkan cuan tetapi juga melahirkan pengalaman hidup yang kaya raya.
Membatik tidak hanya mendatangkan cuan
Belajar Membatik sejak SMP, Begini Kisah Pembatik Gen Z Asal Bojonegoro Keliling Indonesia Berkat Karyanya
Masa remaja umumnya dihabiskan dengan bergaul ke sana kemari dengan teman sepermainan. Hal ini agak berbeda dengan masa remaja Seto Utoro (24), pemuda asal Kecamatan Temayang, Kabupaten Bojonegoro, Jawa Timur. Saat kawan-kawan seumurannya asyik bermain, Seto justru menggunakan sebagian besar waktunya di luar jam sekolah untuk belajar membatik.
Ketertarikan Seto pada dunia batik-membatik berawal dari pelajaran muatan lokal di sekolahnya, SMP Negeri 1 Temayang. Keberadaan kampung batik Jono di Kecamatan Temayang membuat pihak sekolah memilih batik sebagai pelajaran muatan lokal.
-
Mengapa Seto ingin mengembangkan batik khas Bojonegoro? Lahir dan besar di Kabupaten Bojonegoro, Jawa Timur, mengilhami Seto untuk mengulik potensi daerahnya menjadi hasil karya.
-
Bagaimana Banyuwangi Art Week mengenalkan batik kepada pelajar? Art week juga menjadi ajang edukasi bagi siswa sekolah untuk diajarkan produk-produk kreatif yang ramah lingkungan. Setiap harinya sebanyak 150 pelajar akan mengikuti kelas edukasi batik ecoprint dan melakukan praktek pembuatan batik.
-
Bagaimana Seto memasarkan karya batik nya? Batik tulis karya Seto juga telah dipasarkan melalui marketplace.
-
Bagaimana batik Jetis berkembang? Seiring berjalannya waktu, motif batik yang diproduksi warga Jetis semakin beragam. Perajin batik juga menyesuaikan keinginan konsumen.
-
Bagaimana Batik Betawi berkembang di Jakarta? Mengutip situs Indonesia Kaya, melihat antusiasme pasar batik di Jakarta yang menjanjikan, pengusaha batik Tionghoa mendatangkan perajin dari kota batik Pekalongan dan Solo untuk membangun industri batik di Jakarta.
-
Siapa yang melatih warga Sojiwan membuat batik? Mereka mendapat pelatihan di Balai Besar Kerajinan dan Batik Yogyakarta.
“Mulai kelas 2 SMP saya mengambil garapan di kampung batik Jono (sentra batik Bojonegoro). Saya jadi tukang gambarnya guru saya di sekolah yang juga pembatik profesional,” ungkapnya saat ditemui Merdeka.com di kediamannya, Sabtu (9/3/2024).
Setiap berangkat sekolah, Seto menyetor batik garapannya kepada pengrajin lain.Sepulangnya dari sekolah, Seto kembali mampir di kediaman pengrajin batik untuk membawa pulang kain baru yang akan ia batik di rumah.
Pada satu waktu, pengrajin batik yang mempekerjakan Seto sebagai rekanan kebanjiran pesanan. Sang pengrajin menyarankan Seto untuk melatih para tetangganya membatik.
Pengrajin itu berharap saat ia kebanjiran pesanan, Seto dan para tetangganya bisa membantu memenuhi pesanan tersebut.
Seto mengaku saking asyiknya belajar membatik, ia sampai jarang belajar padahal saat itu sudah kelas 3 SMP. Ia baru memutuskan vakum sesaat dari dunia batik-membatik ketika waktu ujian kelulusan semakin dekat.
Pantang Menyerah
Saat memasuki jenjang pendidikan SMA, semangat membatik Seto kian membara. Selain menggarap batik dari pengrajin lain, Seto mulai rajin menggambar pola dan menyimpan kain hasil membatiknya sendiri.
Lama kelamaan, batik koleksi pribadinya menumpuk. Ia pun bingung ke mana harus menjual batik-batik karyanya.
“Pulang sekolah waktu itu kelas 1 SMA, aku motoran sendirian dari Dander (30 menit dari pusat kota) ke Dekranasda Bojonegoro di pusat kota. Sampai sana nanya apakah aku bisa nitip batik karyaku? Ternyata tidak sembarang orang bisa nitip jualan di Dekranasda,” ujar Seto.
Hari itu, Seto tahu rupanya yang bisa menitip dagangan di Dekranasda hanya para pelaku UMKM binaan sejumlah OPD di Bojonegoro, seperti Dinas Perdagangan dan Dinas Koperasi. Sementara dirinya sama sekali belum memiliki akses ke OPD-OPD tersebut.
Tiga konsumen pertamanya merupakan orang Riau, Balikpapan, dan Cilegon. Momen mendapatkan konsumen pertama itu menjadi pelecut semangat sekaligus membulatkan tekad Seto untuk terus membatik.
Berdayakan Para Tetangga
Alumnus ISI Surakarta itu adalah orang pertama di keluarganya yang belajar membatik. Seiring banyaknya pesanan batik yang ia terima, ia melatih bapak dan ibunya untuk turut serta membatik di kediaman mereka. Selain itu, sejak SMP ia juga sudah mengajak beberapa tetangganya untuk turut membatik.
“Waktu SMP ada tiga orang yang bantu membatik. Semuanya ibu-ibu yang di rumah tidak punya pekerjaan. Aku ajak agar mereka punya penghasilan tambahan untuk keluarga,” terang Seto.
Saat ini, jumlah ibu-ibu yang bekerja di rumah produksi Batik’e Seto mencapai 10 orang. Mereka adalah tetangga sekitar rumah Seto.
“Saya sudah lama ikut Mas Seto membatik. Senang karena kerjanya tidak panas-panasan,” tutur Warti, salah satu pekerja di rumah produksi Batik’e Seto, Sabtu (9/3/2024).
Yati, pekerja lain, mengaku penghasilannya dari membatik lebih bisa diandalkan dibanding saat ia menjadi buruh tani musiman.
“Kalau kerja di sawah kan tidak setiap saat, hanya musim-musim tertentu,” ungkapnya, Sabtu (9/3/2024).
“Semua pekerja saya bantu bikin rekening BRI. Pembuatannya saya koordinasi dengan pihak BRI Unit Temayang, prosesnya gampang dan cepat karena pihak bank sudah hafal sama saya” ungkap Seto.
Warti dan Yati mengungkapkan bahwa baru kali ini mereka bekerja dan memiliki rekening tabungan sendiri. Menurut keduanya, proses penggajian yang dilakukan dengan cara transfer ke rekening lebih praktis bagi kedua belah pihak.
“Saat itu belum waktunya gajian, salah satu karyawan butuh uang untuk biaya berobat keluarga. Dia menelepon dan langsung saya transfer, sehingga bisa diambil untuk berobat. Tidak perlu repot ke rumah saya dulu, belum lagi misalnya nanti tidak ketemu saya,” papar pemuda kelahiran tahun 2000 itu.
Makin Berkembang Berkat KUR
Tak hanya mempermudah proses penggajian para karyawan, PT. Bank Rakyat Indonesia Tbk atau BRI juga punya peran besar dalam pengembangan bisnis Batik’e Seto.
Tahun 2024 ini merupakan periode kedua Seto menjadi nasabah Kredit Usaha Rakyat (KUR) BRI. Sebelum memutuskan memilih KUR BRI, Seto mengaku pernah ditawari program KUR oleh bank lain, namun ia menolak. Ia mengaku mantap memilih BRI karena dirinya sudah terdaftar sebagai nasabah BRI dan kantor maupun ATM bank ini bisa dijumpai di daerah tempat tinggalnya.
“Tahun pertama ambil (KUR BRI) Rp50 juta, ternyata benar kalau modal banyak itu dagangan juga laris. Akhirnya periode kedua memberanikan diri mengambil Rp100 juta dan ternyata semakin banyak lagi konsumen yang membeli produk Batik’e Seto karena melihat motif makin beragam, stok semakin banyak,” terang Seto.
Pinjaman modal usaha dari BRI itu dimanfaatkan Seto untuk belanja bahan baku hingga proses pemasaran. Selama ini proses pemasaran Batik’e Seto dilakukan secara langsung maupun daring. Penjualan secara langsung terjadi saat Seto mengikuti pameran, sementara penjualan daring dilakukan melalui akun media sosial maupun marketplace.
“Selain punya modal banyak pinjaman dari BRI, menurut saya yang bikin Batik’e Seto laris karena saya menerima pesanan membuat batik motif daerah mana pun, tidak terbatas pada batik motif Jonegoroan (batik khas Bojonegoro,” jelas Seto.
Berkat sikap terbuka dan kemampuan mumpuni yang dimiliki Seto, pesanan membuat batik khas dari berbagai daerah di Jawa Timur hingga Papua datang silih berganti.
“KUR itu untuk meningkatkan dan memperluas akses pembiayaan usaha produktif, meningkatkan kapasitas daya saing UMKM, mendorong pertumbuhan ekonomi, serta penyerapan tenaga kerja,” papar Bambang saat ditemui Merdeka di ruang kerjanya, Kamis (7/3/2024).
UMKM Batik’e Seto adalah salah satu pihak yang merasakan betapa bermanfaatnya KUR BRI.
Keliling Indonesia
Membatik tidak hanya mendatangkan cuan bagi Seto, tetapi juga melahirkan pengalaman hidup yang kaya raya. Berkat batik, ia bisa keliling Indonesia karena diundang menjadi pembicara dan pelatih membatik pada acara tingkat lokal hingga nasional.
“Pengalaman pertama saya naik pesawat itu ya karena acara pelatihan membatik,” ungkap Seto.
“Pernah suatu kali saya dihubungi langsung oleh Bu Khofifah lewat WhatsApp. Kami saling simpan nomor, jadi saya bisa tahu status-status WhatsApp beliau itu apa saja,” pungkas Seto sambil tertawa.