Kisah Perajin Seni Liping di Sukoharjo, Mulai dari Jualan di Jalanan Hingga Produknya Terkenal ke Mancanegara
Bejo Wage Suu pada awalnya merupakan seorang teknisi bengkel yang belajar seni liping secara otodidak
Bejo Wage Suu pada awalnya merupakan seorang teknisi bengkel yang belajar seni liping secara otodidak
Kisah Perajin Seni Liping di Sukoharjo, Mulai dari Jualan di Jalanan Hingga Produknya Terkenal ke Mancanegara
Seni liping merupakan sebuah seni diorama yang menceritakan gambaran kehidupan. Diorama adalah benda miniatur tiga dimensi yang menggambarkan suatu pemangan atau suatu adegan.
Diorama sendiri muncul pada abad ke-19 untuk dekorasi teater di Eropa dan Amerika. Kini seni liping berkembang di seluruh dunia, termasuk Indonesia.
-
Bagaimana perajin batik Giriloyo memasarkan produknya? Ninik tak mau pasrah dengan keadaan. Ia mencoba memasarkan produknya dengan cara online. Ternyata cara tersebut berhasil. Produk-produk batik yang selama pandemi harus disimpan di rumah satu per satu laku berkat penjualan online.
-
Dimana dia berjualan? Saat ini ia rutin mangkal di Jalan Bulak Rantai, Kampung Tengah, Kecamatan Kramat jati, Kota Jakarta Timur, Daerah Khusus Ibukota Jakarta.
-
Bagaimana Seto memasarkan karya batik nya? Batik tulis karya Seto juga telah dipasarkan melalui marketplace.
-
Apa saja kerajinan tangan khas Solo? Banyak Pilihan Ada banyak kerajinan tangan khas Solo, di antaranya ukiran miniatur patung, candi, keris, dan masih banyak lagi.
-
Bagaimana cara Sertu Sarijo jualan? Sejak sepulangnya bertugas, Sarijo diketahui bakal menjajakan dagangannya hingga larut malam.
-
Apa produk utama Kampung Batik Jetis? Produksi batik tulis tradisional yang sudah ada sejak 1675 itu kini sudah mencapai generasi ketujuh.
Salah satu seniman liping asal Indonesia adalah Bejo Wage Suu. Ia mulai menekuni dunia seni liping pada awal tahun 1999. Namun baru pada 1 Oktober 2002 ia mulai benar-benar fokus pada seni liping.
Dilansir dari Goodnewsfromindonesia, Bejo Wage Suu merupakan seorang lulusan STM. Ia mempelajari seni ukir secara otodidak. Ide-ide karyanya berasal dari kehidupan sehari-hari yang ia jalani dan ia amati.
Perjalanan Bejo dalam menekuni dunia seni liping cukup berliku. Pada awalnya ia menjajakan hasil karyanya di jalanan. Pada tahun 2004, ia memberanikan diri mengenalkan seni Liping di pameran, yakni pada saat acara Festival Keraton Nusantara.
Sejak saat itu namanya makin dikenal. Mulai banyak pesanan yang datang padanya. Ia lebih sering menghadiri pameran-pameran sampai empat kali dalam setahun.
Salah satu pameran yang ia hadiri adalah Asia Africa Art & Culture Festival di Sanur, Bali pada 12-16 Agustus 2009. Pada acara itu banyak wisatawan asing yang membeli karya ciptaannya. Sekitar 200 miniatur liping ciptaanya ludes terjual.
Walau pada awalnya merupakan seorang pekerja bengkel, namun Bejo rupanya punya bakat tersembunyi di bidang seni.
Pada awalnya ia membuat karya liping berupa siluet sosok modern yang sedang beraktivitas. Bahannya pun juga sederhana, yaitu sepotong kayu bekas stik es krim.
Tak mau ketinggalan zaman, Bejo terus bereksplorasi. Ia mencoba membuat liping dari kayu yang berasal dari kotak telur, lalu menggunakan kayu pinus sebagai material yang pas.
Menurutnya, kayu pinus cocok digunakan karena harganya lebih murah, ringan, dan seratnya bagus.
Hasil seni dari kayu pinus inilah yang pertama kali ia tampilkan untuk pameran Festival Keraton Nusantara.
Tak hanya sekedar miniatur liping, karya Bejo kaya akan filosofi seperti keharusan untuk bekerja keras, menerima keadaan, dan tidak patah semangat. Semua nilai filosofi itu ia tuangkan dalam wujud karya liping yang ia buat.
Selain Bejo, masih ada banyak lagi perajin liping di Jawa Tengah. Dilansir dari Indonesia.go.id, lama pembuatan karakter seni Liping biasanya memakan waktu 1 jam dengan dimensi mungil, yaitu 7x7 cm, dan tinggi sekitar 10 cm.
Harga tiap karakter berbeda-beda. Harga paling murah adalah Rp50.000, sedangkan paling mahal Rp5 juta untuk satu karakternya.