Better experience in portrait mode.
Iklan - Geser ke atas untuk melanjutkan

10 Tahun belenggu politik pencitraan

10 Tahun belenggu politik pencitraan Koalisi Merah Putih bertemu SBY. ©rumgapres/abror rizki

Merdeka.com - Dari berbagai macam hitungan yang disusun oleh para ahli ekonomi, kesimpulannya sama: subsidi BBM harus dikurangi demi menyelamatkan perekonomian nasional ke depan. Para pengusaha juga tidak keberatan harga BBM naik. Mahasiswa yang biasanya kencang menentang rencana kenaikan BBM, tampak bersikap rasional. Rakyat juga memahami: lebih baik BBM naik daripada langka.

Itulah suasana batin yang terjadi pada saat terjadi kelangkaan BBM bersubsidi pekan lalu. Ini sebetulnya momentum penting untuk menaikkan harga BBM bersubsidi sehingga beban berat ABPN bisa dikurangi demi menjaga perekonomian nasional. Karena itu, hampir semua kalangan menyerukan agar Presiden SBY mengurangi subsidi BBM, alias menaikkan harga BBM bersubsidi.

Namun presiden yang sedang dalam perjalanan di Pasifik dan Timor Leste tidak memanfaatkan momentum itu. Presiden tidak terpikir untuk menaikkan harga BBM dengan berbagai macam pertimbangan. Bahkan ketika presiden terpilih Joko Widodo pun meminta agar pemerintah mengurangi subsidi BBM, SBY bergeming.

Untuk mengurangi kelangkaan, pemerintah memerintahkan Pertamina untuk kembali menyalurkan BBM secara penuh ke seluruh pom. Dalam hitungan hari, persediaan BBM bersubsidi di pom penuh kembali. Antrean panjang hilang, masyarakat pun tenang.

Sebagaimana dijelaskan Pertamina, jika pihaknya menyalurkan secara penuh BBM bersubsidi ke seluruh pom, maka jatah BBM subsidi akan habis pada pertengahan November 2014 nanti. Itu artinya Jokowi-JK sebagai pemerintah baru, mau tidak mau harus menaikkan harga BBM bersubsidi. Jika tidak, maka tidak ada ruang buat pemerintah baru untuk mengembangkan program-program kesejahteraan sosial.

Pertanyaannya adalah, mengapa Presiden SBY tetap tidak mau menaikkan BBM bersubsidi meskipun momentumnya tepat pada saat suasana batin masyarakat bisa memahami kenaikan itu? Mengapa dia bersikukuh, bahwa kebijakan menaikkan BBM bersubsidi diserahkan sepenuhnya kepada pemerintahan Jokowi-JK nanti?

Hitung-hitungan ekonomi, jelas bukan alasan SBY. Demikian juga kalkulasi keamanan. Menurut saya, ini murni pertimbangan politik. Bukan juga politik kebangsaan, apalagi kerakyatan, tetapi lebih karena politik sebagai permainan kekuasaan.

Pertama, sikap SBY bisa ditafsirkan bentuk dendam politik terhadap PDIP, atau setidaknya mau memberi pelajaran kepada PDIP. Sebab, selama ini partai tersebut selalu mengkritisi pemerintahan SBY sepanjang 10 tahun. Bahkan ketika ditawari bergabung dalam koalisi pun, PDIP menolak.

Yang tidak bisa dilupakan, PDIP selalu menolak setiap rencana kenaikan harga BBM bersubsidi yang diusulkan SBY. Makanya tidak perlu heran, meski SBY tidak pernah menunjukkan raut muka "dendam" ke publik, para elit Partai Demokrat selalu mengingatkan, bahwa dulu PDIP selalu menolak rencana kenaikan BBM bersubsidi.

Kedua, sikap SBY bisa juga diartikan memberikan wewenang sepenuhnya kepada pemerintah baru atas semua kebijakan strategis. Sebab, yang akan menanggung risiko dan mendapat manfaat atas kebijakan BBM ini adalah pemerintah baru. Maka dalam masa transisi, tidak pada tempatnya pemerintah mengambil kebijakan strategis.

Jika memang itu alasannya, SBY mestinya bersikap sama terhadap isu-isu strategis lainnya. Misalnya, saat ini Kementerian Dalam Negeri sedang ngotot untuk mengesahkan RUU Pilkada. Padahal substansi RUU ini berbeda dengan visi dan misi pemerintah baru. Demikian juga dengan beberapa RUU lain yang coba dikebut dalam semalam. Mengapa SBY tidak menghentikan juga?

Saya melihat, permainan politik yang ditunjukkan SBY di penghujung masa kekuasaan itu bersumbu dari garis politik yang diyakininya: pencitraan. Di satu pihak, SBY bisa menunjukkan bahwa dia adalah politisi konsisten, menghormati lawan, sekaligus pro rakyat kecil; di lain pihak, SBY juga bisa menunjukkan bahwa dia bukanlah sekadar politisi, melainkan seorang negarawan: tahu batas moral kapan bertindak.

Topik pilihan: Presiden SBY | Jokowi-JK

Politik pencitraan ini jugalah yang membuat hubungannya dengan mantan Presiden Megawati selama 10 tahun terakhir tetap beku. Berbagai upaya dilakukan, termasuk melalui suaminya, Taufik Kiemas almarhum, dan juga anaknya, Puan Maharani. Tetapi upaya membujuk Mega agar rujuk dengan SBY, tidak berhasil.

Bahkan pernyataan Puan, bahwa demi bangsa dan negara, SBY dan Mega harus ketemu, tidak dipedulikan Mega. Padahal pernyataan Puan itu berimplikasi sangat serius: jika tidak mau ketemu, berarti Mega lebih memikirkan diri sendiri daripada kepentingan bangsa dan negara. Apa serendah itu Mega?

Dari sinilah kemudian berkembang desas-desus, bahwa SBY menjadikan kebijakan mengurangi subsidi BBM sebagai daya tawar untuk rujuk dengan Mega.

Tidak ada yang bisa membenarkan atau menyalahkan desas-desus itu. Hanya SBY dan Mega yang tahu. Jokowi yang sering ketemu Mega dan sekali ketemu SBY di Bali, juga tidak mengklarifikasi desas-desus itu. Tetapi pernyataan Puan bahwa demi bangsa dan negara Mega-SBY harus ketemu, yang diucapkan saat kelangkaan BBM, bisa menjadi dasar untuk menebak-nebak kebenaran desas-desus tersebut. Sebab baru kali ini Puan memberikan "peringatan keras dan terbuka" kepada ibunya.

Keseriusan SBY untuk rujuk dengan Mega, di satu pihak; dan, "peringatan keras dan terbuka" Puan kepada ibunya, di lain pihak; membuat orang bertanya kembali: sebetulnya apa yang terjadi antara Mega dan SBY sampai sedemikian sulit rujuk?

Ingatan pun melayang pada pernyataan politisi senior PDIP, Panda Nababan. Katanya, Mega sangat kecewa dengan sikap SBY yang seolah-olah Mega tidak rela SBY mencalonkan diri jadi presiden pada Pemilu Presiden 2004, saat mana SBY jadi menteri dalam kabinet Mega.

Menurut Panda, hal itu tidak benar. Mega tidak pernah melarang siapapun untuk maju menjadi calon presiden atau wakil presiden. Buktinya Mega tidak punya masalah dengan Hamzah Haz yang maju menjadi calon presiden, dan Jusuf Kalla yang maju menjadi calon wakil presiden. Sebab keduanya berterus terang dan ngomong baik-baik dengan Mega.

Jika pernyataan Panda itu benar, maka bisa dipahami jika Mega ogah ketemu SBY. Sebab, semua orang tahu popularitas SBY menjelang Pemilu Presiden 2004 langsung melejit, setelah dia berhasil menempatkan diri sebagai pihak yang dizalimi Mega.

Jika memang demikian, SBY memang sosok yang konsisten menjadikan citra diri sebagai basis utama berpolitik: sejak menjadi calon presiden, hingga menjadi mantan presiden.

(mdk/tts)
Geser ke atas Berita Selanjutnya

Cobain For You Page (FYP) Yang kamu suka ada di sini,
lihat isinya

Buka FYP
HUT ke-23 Demokrat , SBY Cerita Kesulitan Partai saat di Luar Pemerintahan
HUT ke-23 Demokrat , SBY Cerita Kesulitan Partai saat di Luar Pemerintahan

Terlebih, memang ada pihak yang tidak menginginkan Demokrat berada di dalam pemerintahan.

Baca Selengkapnya
VIDEO: SBY Blak-blakan Ingin Dikenang Sebagai Anak Desa Masuk Militer Sukses jadi Presiden
VIDEO: SBY Blak-blakan Ingin Dikenang Sebagai Anak Desa Masuk Militer Sukses jadi Presiden

SBY mengaku ingin diingat oleh rakyat Indonesia perihal perjalanan dirinya yang tak lain adalah seorang anak desa yang akhirnya bisa memimpin bangsa.

Baca Selengkapnya
Kisah di Balik 10 Tahun Kepemimpinan Presiden SBY, Tak Pernah Cuti Kerja hingga Curi-curi Waktu Liburan
Kisah di Balik 10 Tahun Kepemimpinan Presiden SBY, Tak Pernah Cuti Kerja hingga Curi-curi Waktu Liburan

Ia mengungkap caranya bebas sejenak dari tekanan pekerjaan

Baca Selengkapnya
VIDEO: SBY Tersentuh Merasa Senasib dengan Capres Prabowo: Kami Sama-Sama
VIDEO: SBY Tersentuh Merasa Senasib dengan Capres Prabowo: Kami Sama-Sama

Presiden ke-6 Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) memiliki testimoni terkait sosok Capres Prabowo Subianto.

Baca Selengkapnya
Dulu vs Sekarang, Potret Transformasi Prabowo Subianto dari Kecil hingga jadi Capres
Dulu vs Sekarang, Potret Transformasi Prabowo Subianto dari Kecil hingga jadi Capres

Potret transformasi Prabowo Subianto saat masih anak-anak hingga sekarang.

Baca Selengkapnya
Tak Cuma Jokowi, ini Presiden RI yang juga Dijuluki 'Pak Lurah'
Tak Cuma Jokowi, ini Presiden RI yang juga Dijuluki 'Pak Lurah'

Usut punya usut, rupanya bukan hanya Jokowi, Presiden RI yang dijuluki 'Pak Lurah'.

Baca Selengkapnya
Ditemani Vincent dan Desta, SBY Melukis Sunset Gunung Lawu di Depan Penonton Pestapora
Ditemani Vincent dan Desta, SBY Melukis Sunset Gunung Lawu di Depan Penonton Pestapora

SBY kembali menghebohkan panggung di gelaran festival musik Pestapora 2024 dengan melukis ditemani oleh Vincent Rompies dan Desta

Baca Selengkapnya
Ada Karma SBY di Balik Isu Pengkhianatan Anies-Cak Imin? Begini Faktanya
Ada Karma SBY di Balik Isu Pengkhianatan Anies-Cak Imin? Begini Faktanya

Apakah SBY terkena karma akibat peristiwa 2009? Cek faktanya

Baca Selengkapnya
Tampil Beda, Momen SBY Hadiri HUT ke-78 TNI Berpakaian Jenderal Disambut Pensiunan Jenderal Kopassus Berpengaruh di RI
Tampil Beda, Momen SBY Hadiri HUT ke-78 TNI Berpakaian Jenderal Disambut Pensiunan Jenderal Kopassus Berpengaruh di RI

Tampil gagah menggunakan seragam PDU I lengkap, kedatangan SBY disambut oleh pensiunan jenderal berdarah Kopassus.

Baca Selengkapnya
Saat SBY Meminta Dikenang Sebagai Anak Desa dari Pacitan
Saat SBY Meminta Dikenang Sebagai Anak Desa dari Pacitan

SBY menceritakan perjalanan hidupnya dari anak desa di Pacitan hingga menjadi presiden.

Baca Selengkapnya
Momen Soeharto Noblos Pemilu Terakhir dalam Hidupnya, Juniornya di TNI Terpilih jadi Presiden RI
Momen Soeharto Noblos Pemilu Terakhir dalam Hidupnya, Juniornya di TNI Terpilih jadi Presiden RI

Potret lawas Presiden ke-2 RI Soeharto berikan hak pilihnya di Pemilihan Umum (Pemilu) 2004.

Baca Selengkapnya
Momen SBY Berikan Lukisan Spesial Untuk Prabowo
Momen SBY Berikan Lukisan Spesial Untuk Prabowo

SBY membuat lukisan tersebut hanya dalam kurun waktu 10 jam saja.

Baca Selengkapnya