Better experience in portrait mode.
Iklan - Geser ke atas untuk melanjutkan

Akibat superioritas politik TNI

Akibat superioritas politik TNI Ilustrasi

Merdeka.com - Jatuhnya Soeharto  membuat dua dari tiga penyangga Orde Baru, yakni Golkar dan ABRI menghadapi tekanan politik yang luar biasa. Gerakan reformasi yang dimotori mahasiswa menuntut pembubaran Golkar, dan mendesak ABRI agar segera kembali ke barak.

Reformasi ABRI memang menjadi agenda semua kekuatan politik menjelang dan sesudah jatuhnya Soeharto. Oleh karena itu, meski pada masa transisi kepemimpinan Presiden Habibie, posisi, fungsi dan dominasi ABRI dalam politik sama sekali tidak terkurangi, namun ABRI tidak mau ambil risiko untuk tidak memenuhi tuntutan reformasi. Ini terlihat dari pernyataan Jenderal Wiranto, Panglima ABRI saat itu: ABRI meyakini, reformasi sebuah proses perubahan berpikir struktural dan kultural dari paradigma lama ke paradigma baru, tidak hanya ditentukan oleh ABRI sendiri, tetapi juga ditentukan oleh komponen pembangunan bangsa yang lain dalam lingkup nasional.

Dari serangkaian rapat pimpinan sejak  Soeharto jatuh hingga menjelang Sidang MPR 1999, ABRI berhasil merumuskan program reformasi internal, yaitu: pertama, meninggalkan peran sosial politik secara bertahap; kedua, memusatkan perhatian pada tugas utama pertahanan nasional; ketiga, menyerahkan fungsi dan tanggung jawab keamanan internal kepada Polri; keempat, meningkatkan konsistensi implementasi doktrin gabungan; dan kelima, meningkatkan prestasi urusan internal.   Program internal ABRI inilah yang kemudian menjadi salah satu pertimbangan MPR dalam mengeluarkan Tap MPR No VI/MPR/2000  dan Tap MPR No VII/MPR/2000.

Dengan keluarnya kedua tap tersebut, maka istilah ABRI tidak lagi dipakai, dan sebagai gantinya institusi pertahanan bernama TNI yang terdiri dari AD, AL dan AU. Dalam operasi, TNI di bawah komando Presiden dan Panglima TNI, namun dalam urusan administrasi, manajerial dan strategi, TNI di bawah koordinasi Dephan. 

Implementasi reformasi ini, antara lain, penghapusan staf kekaryaan, pemutusan hubungan dengan Golkar, penghapusan dewan sosial politik, pelarangan  personel berpolitik kecuali mengundurkan diri, mengurangi jumlah anggota fraksi TNI di DPR dan DPRD, dll. 

Namun tidak semua tuntutan reformasi militer dipenuhi oleh ABRI/TNI. Salah satunya dan yang sangat penting adalah tuntutan pembubaran struktur organisasi teritorial: Kodam, Korem, Kodim, Koramil dan Babinsa. Sebelumnya, struktur teritorial  ini digunakan  militer untuk menjaga stabilitas dan campur tangan politik. Jaringan ini juga digunakan rezim Orde Baru untuk memenangkan Golkar.  Itulah sebabnya, tuntutan pembubaran struktur teritorial sangat kencang. Meski demikian, ABRI/TNI tetap mempertahankan keberadaannya, dengan dalih bahwa struktur ini masih diperlukan guna mewujudkan sistem pertahanan dan keamanan rakyat semesta yang diminta konstitusi.

Konsep pembinaan teritorial (yang menjadi dalih untuk terus dihidupkannya struktur teritorial) sebetulnya mengandung banyak kelemahan. Pertama, pembagian zona pertahanan tidak memungkinkan TNI menggelar operasi secara efektif. Kedua, struktur komando teritorial tidak efisien. Ketiga, struktur komando teritorial yang tersebar di seluruh kepulauan Indonesia tidak disertai kamampuan mobilisasi pasukan. Keempat, pengembangan komando teritorial tak mencerminkan prinsip negara kepulauan yang harus ditopang integrated armed-forced. Kelima, struktur teritorial mengharuskan TNI sebagai aktor tunggal pertahanan-keamanan untuk menangkal semua jenis ancaman. 

 

Dengan demikian tampak sekali, bahwa mempertahankan organisasi teritorial sebetulnya lebih karena pertimbangan politik ABRI/TNI daripada pertimbangan pertahanan. Sesungguhnya, secara verbal, Panglima TNI Laksamana Widodo AS maupun penggantinya Jenderal Endriartono Sutarto, menyerahkan masa depan organisasi teritorial kepada pemerintah. Kenyataannya, Presiden Abdurrahaman Wahid, Presiden Megawati, maupun DPR, sama-sama tidak mengeluarkan kebijakan politik untuk menghapus keberadaan organisasi teritorial.

Beberapa undang-undang yang terkait dengan masalah pertahanan dan keamanan yang disahkan oleh DPR dan pemerintah hasil Pemilu 1999 tidak ada yang mengarah ke sana. Hal ini sebenarnya menunjukkan bahwa TNI masih punya kekuatan politik, sehingga aspirasinya tidak bisa diabaikan begitu saja. Yang terjadi justru sebaliknya, semua kekuatan politik, baik yang berada di lembaga legislatif, maupun eksekutif berusaha mengambil hati militer untuk dijadikan sekutu politik.

Dengan cara yang berbeda, Presiden Abdurrahman Wahid maupun Presiden Megawati Soekarnoputri sama-sama berusaha manarik militer sebagai ‘backing’ politiknya.  Adapun alasan TNI untuk terus mempertahankan struktur teritorial adalah: pertama, terus mempertahankan basis kekuatan politik terakhir yang masih dikuasainya; kedua, mempertahankan pemasukan dana yang didapat dari bisnis legal maupun ilegal, yang selama ini dikendalikan oleh struktur teritorial.

Pada titik itulah, Polri sebagai institusi yang sudah terpisah dari TNI mengalami kesulitan untuk melakukan koordinasi tugas-tugas bantuan keamanan di daerah-daerah, karena posisi dan fungsi komando teritorial sebetulnya tidak beranjak dari masa lalu. Superioritas politik TNI pada akhirnya sangat menentukan hubungan lembaga tersebut dengan Polri, dan situasi ini juga mempengaruhi pikiran dan perilaku anggotanya. (mdk/tts)

Geser ke atas Berita Selanjutnya

Cobain For You Page (FYP) Yang kamu suka ada di sini,
lihat isinya

Buka FYP
Menilik Sejarah Suksesi Panglima TNI, dari Jenderal Sudirman Hingga Agus Subiyanto
Menilik Sejarah Suksesi Panglima TNI, dari Jenderal Sudirman Hingga Agus Subiyanto

Sejak dipisahkannya Kepolisian Republik Indonesia dan Tentara Nasional Indonesia dari ABRI per 1 April 1999, istilah Panglima ABRI diganti menjadi Panglima TNI

Baca Selengkapnya
Megawati Sedih Lihat TNI-Polri Dibawa Lagi ke Politik Praktis
Megawati Sedih Lihat TNI-Polri Dibawa Lagi ke Politik Praktis

Megawati Sedih Lihat TNI-Polri Dibawa Lagi ke Politik Praktis

Baca Selengkapnya
Sejarah Jabatan Panglima Tertinggi Melekat pada Setiap Presiden Terpilih
Sejarah Jabatan Panglima Tertinggi Melekat pada Setiap Presiden Terpilih

Seorang presiden terpilih selain sebagai kepala negara dan pemerintahan, juga memiliki jabatan sebagai Panglima Tertinggi.

Baca Selengkapnya
Megawati Sentil TNI-Polri: Mau Disetarakan, Apa yang Mau Disetarakan?
Megawati Sentil TNI-Polri: Mau Disetarakan, Apa yang Mau Disetarakan?

"Teruskan saya sudah ngomong saya enggak setuju yang namanya TNI-Polri mau disetarakan," tegas Megawati

Baca Selengkapnya
Gaduh Kabasarnas Tersangka Suap, Ini Aturan Hukum KPK Sebenarnya Bisa Tangani Korupsi di TNI
Gaduh Kabasarnas Tersangka Suap, Ini Aturan Hukum KPK Sebenarnya Bisa Tangani Korupsi di TNI

Gaduh Kabasarnas Tersangka Suap, Ini Aturan Hukum KPK Sebenarnya Bisa Tangani Korupsi di TNI

Baca Selengkapnya
Megawati: Jangan Saya Dibully Ketika Pemilu
Megawati: Jangan Saya Dibully Ketika Pemilu

"Jangan saya dibully. Saya sudah punya loh yang namanya pengacara-pengacara," kata Megawati

Baca Selengkapnya
DPR Dorong Jokowi Tengahi Gaduh KPK Vs TNI Buntut Penetapan Kepala Basarnas Tersangka
DPR Dorong Jokowi Tengahi Gaduh KPK Vs TNI Buntut Penetapan Kepala Basarnas Tersangka

DPR Dorong Jokowi Tengahi Gaduh KPK Vs TNI Buntut Penetapan Kepala Basarnas Tersangka

Baca Selengkapnya
Megawati Tolak RUU TNI-Polri, Ini Alasannya
Megawati Tolak RUU TNI-Polri, Ini Alasannya

Megawati melihat, RUU TNI Polri ini digulirkan untuk kembali menyetarakan kedua aparat negara itu.

Baca Selengkapnya