Kisah Umar, membujang sampai ke rumah jompo
Merdeka.com - Kulit keriput menandakan Umar Khatab tidak lagi muda. Dia mengaku sudah berumur 75 tahun. Namun menjelang zuhur pada Sabtu pekan lalu, tangannya masih kuat menggenggam saat berjabat tangan. Dengan mulut bibir miring, dia menyapa merdeka.com dengan ramah.
Duduk di atas kursi roda sambil menghadap ke kebun yang dibangun mantan ibu Negara, Ani Yudhoyono, Umar bercerita dengan suara tidak terlalu jelas. Ditemani satu rekannya dan petugas panti bernama Binti (43) dia menghabiskan makanannya di atas piring plastik persegi warna biru berisi nasi dengan menu ayam, sayuran sawi, dan sepotong pepaya.
Tangan kirinya meringkuk di depan dada, dengan punggung telapak agak bengkok seakan menahan sesuatu. Dia dibantu Binti menghabiskan makan siang dengan cara disuapi.
-
Siapa yang menjaga rumah tua itu? Dia adalah seorang penjaga kebun Rumah Reuneker.
-
Apa itu remaja jompo? Fenomena remaja jompo mengacu pada remaja atau anak muda yang mengalami gejala-gejala seperti pegal-pegal, mudah lelah, masuk angin, dan sakit punggung, seolah-olah fisik yang mereka miliki sudah tua.
-
Siapa yang Ummi Pipik rawat setelah Uje meninggal? Ummi Pipik menjadi seorang orang tua tunggal setelah Ustaz Jeffry Al Buchori (Uje) meninggal dunia pada tahun 2013, dan dia harus merawat empat anaknya yang saat itu masih kecil seorang diri.
-
Siapa yang merawat kakek tersebut? Tan berjanji untuk memberikan flatnya kepada mereka sebagai imbalan atas perawatan dan persahabatan mereka. Permintaannya termasuk agar Gu dan keluarganya sering meneleponnya, mengunjunginya seminggu sekali, membelikannya pakaian dan bahan makanan, dan menjaganya saat dia sakit.
-
Mengapa Uut Permatasari tinggal di kos? Keputusan ini diambil untuk mendukung tugas suaminya, Tri Goffarudin Pulungan di Bali.
-
Siapa yang tinggal di rumah tak layak huni? Sudah 15 tahun terakhir, ia tinggal di bangunan tak layak itu bersama suami dan seorang anaknya.
Agak repot dia mengunyah. Dua-tiga butir nasi terlihat belepotan menempel di dagu dan di atas bibirnya. Setelah beberapa kali suapan, Umar mencoba meraih air minum yang hanya berjarak sejengkal di depannya. Namun gagal dan lagi-lagi Binti harus membantunya.
Saat ditanya perihal penyakit apa yang dia derita, Umar berkata dengan terbata. "Saya terserang stroke," ujarnya. Itulah kondisi Umar, salah satu penghuni Panti Sosial Tresna Wreda (PSTW), salah satu panti jompo yang dihuni banyak orang lanjut usia.
Menurut Binti, selama 7 tahun dia bekerja di panti itu, Umar sudah ada di dalamnya. Selain stroke, Umar juga mengidap hernia. Namun Umar agaknya mulai pikun. Dia mengaku baru sebulan tinggal di sana. "Kok satu bulan, kan dari 7 tahun saya di sini, bapak sudah tinggal di sini," ujar Binti.
Menurut Binti, umar pertama masuk umurnya 68 tahun dan sehat. Stroke menyerangnya sekitar setahun lalu dan membuatnya tak berdaya sehingga harus duduk di kursi roda dan harus mengenakan popok sekali buang karena Umar bisa ngompol tanpa kontrol.
Siang itu ada petugas panti yang ulang tahun. Mereka berduyun-duyun ke lantai atas tepat di atas teras yang ditempati Pak Umar menikmati makan siang. Binti terlihat telaten dalam mengurus Umar karena orangtuanya juga sudah seumuran dengan Umar.
Sebelum tua dan tak berdaya, Umar merupakan orang berkecukupan. Dia bekerja sebagai penata lampu film dan mengaku banyak terlibat dalam pembuatan film tahun 70-an. Misalnya film berjudul; Perawan di Sektor Selatan dan Mereka Kembali. Dua film itu berkisah tentang perang kemerdekaan, masing-masing diproduksi pada 1971 dan 1972. Dia juga mengaku mengenal baik beberapa aktor lama seperti Dicky Zulkarnaen dan Mieke Wijaya.
Pekerjaan itu ditinggalkannya ketika dia beranjak tua. Hidupnya terlunta-lunta. Bukan saja karena Umar tak punya penghasilan, melainkan tak ada yang merawatnya. Salah satu adik perempuan Umar lantas berinisiatif menitipkan Umar ke panti karena Umar tak punya istri dan anak. Dia membujang dan satu-satunya lelaki di antara enam bersaudara.
Umar mengaku asli Minang. Ibunya dari Batusangkar dan bapaknya asli Sijunjung. Tapi Umar lahir di Banyumas, Jawa Tengah, dan dia mengaku tak pernah sampai ke tanah Minang.
"Saya betah (tinggal) di sini. Banyak teman. Walau saya lahir di Banyumas dan keturunan Minang tapi saya tidak bisa bahasa Banyumas dan Minang cuma bisa bahasa Betawi," katanya.
Tentu tak semua orang lanjut usia seperti Umar bisa menjadi penghuni panti ini. Ada persyaratan yang diminta panti. Antara lain harus berusia minimal 60 tahun, sehat jasmani dan rohani, ada keluarga yang menanggung, dan yang terutama atas kemauan atau keinginan sendiri. Syarat lain, harus bersedia membayar uang perawatan; besarnya tergantung kamar yang dikehendaki atau dipilih.
Untuk menghuni kamar VIP harus membayar Rp 6 juta sebulan. Untuk menempati kamar biasa, tarifnya Rp 3 juta sebulan. Ongkosnya harus dibayar di muka. "Di sini eyang-eyangnya ke sini atas kemauan sendiri. Untuk kamar beragam untuk VIP Rp 6 juta sebulan dan yang biasa Rp 3 juta sebulan," kata Okta (27), salah seorang petugas panti yang bertugas menerima tamu di depan lobi.
Meski makan dan minum disediakan oleh panti, para penghuni dibolehkan untuk memasak makanan yang mereka sukai di dapur bersama di setiap wisma. Ada juga kantin yang menyediakan beragam makanan dan minuman di lobby masuk yang bisa dibeli untuk keperluan memasak. (mdk/mtf)
Cobain For You Page (FYP) Yang kamu suka ada di sini,
lihat isinya
Di usianya yang tak lagi muda, seorang pria berikut ini diketahui tinggal sebatang kara.
Baca SelengkapnyaViral kisah haru Ustaz Gunawan tinggal di gubuk. Semua hartanya sudah diwakafkan.
Baca SelengkapnyaMasih ingat dengan pelawak Unang Bagito? Begini kabar terbarunya.
Baca SelengkapnyaUnang dulunya begitu terkenal dan hidup dalam kemewahan. Namun, nasibnya berubah drastis
Baca SelengkapnyaSejak istrinya meninggal, Abah Ucup merawat sang ibu yang sudah berusia 103 tahun seorang diri.
Baca SelengkapnyaWalaupun telah sembilan tahun berjuang dan ikut berbagai operasi penumpasan, namun Mbah Sarno belum bisa menyandang status sebagai seorang veteran
Baca SelengkapnyaPemuda Telanjang Dada Keturunan Rohingya Bertahan Hidup di Hutan, Usai Orangtua Angkat Meninggal Dunia
Baca SelengkapnyaPotret kampung masa kecil Wapres Ke-4 RI Umar Wirahadikusuma.
Baca SelengkapnyaWalaupun keluarganya sudah membujuknya untuk tinggal bersama mereka, namun Mbah Subeno tetap memilih tinggal menyendiri di sana.
Baca SelengkapnyaPak Usman hidup sebatang kara tanpa anak dan istri.
Baca SelengkapnyaUntuk mengobati rasa lapar, setiap hari sang kakek makan nasi dengan dicampur air.
Baca SelengkapnyaSetiap orang tentu ingin menghabiskan hari tua dengan tenang. Berbeda dengan kisah hidup Wagimin.
Baca Selengkapnya