Kode Sumbangan Masjid yang Menjerat Pepen
Merdeka.com - Sejumlah penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) bersiaga. Mereka mengintai rumah dinas Wali Kota Bekasi Rahmat Effendi yang berada di kawasan perkantoran Pemkot Bekasi di Jalan Ahmad Yani, Bekasi.
Siang itu, sekitar pukul 14.00 WIB, Rabu (5/1), penyidik mendapat informasi jika M Bunyamin, Sekretaris Dinas Penanaman Modal dan PTSP Kota Bekasi akan menyerahkan uang dalam jumlah besar kepada wali kota dua periode yang akrab disapa Bang Pepen itu.
Yang ditunggu muncul. Bunyamin terlihat memasuki rumah dinas. Tak lama berselang, dia melenggang keluar tanpa curiga. Saat hendak meninggalkan rumah dinas, orang dekat Rahmat Effendi itu langsung diciduk.
-
Siapa yang ditangkap KPK? Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) resmi menahan Bupati Labuhanbatu Erick Adtrada Ritonga setelah ditetapkan sebagai tersangka dalam kasus dugaan suap proyek pengadaan barang dan jasa di Kabupaten Labuhanbatu, Sumatera Utara.
-
Kenapa Bupati Labuhanbatu ditangkap KPK? KPK telah menahan Bupati Labuhanbatu Erick Adtrada Ritonga sebagai tersangka dalam kasus dugaan suap proyek pengadaan barang dan jasa di Kabupaten Labuhanbatu, Sumatera Utara.
-
Bagaimana KPK menangkap Bupati Labuhanbatu? Dalam OTT ini, KPK berhasil mengamankan barang bukti uang tunai senilai Rp551,5 juta dari nilai dugaan suap Rp1,7 miliar.
-
Bagaimana KKB ditangkap? 'Yang perlu diketahui oleh masyarakat adalah, kenapa Devianus Kagoya dianiaya oleh atau tindak kekerasan dilakukan kepada dirinya adalah bahwa Devianus Kogoya itu tertangkap pasca patroli aparat keamanan TNI - Polri,' kata Kristomei.
-
Siapa yang ditetapkan sebagai tersangka kasus korupsi? Kejaksaan Agung secara resmi mengumumkan status Harvey Moeis sebagai tersangka, langsung mengirimnya ke tahanan.
-
Mengapa lelang barang rampasan KPK dilaksanakan? Lelang barang rampasan oleh KPK merupakan proses penjualan aset yang disita akibat tindak pidana korupsi.
Beberapa penyidik berompi krem kemudian menggiringnya kembali ke rumah dinas. Wali Kota Rahmat Effendi, sejumlah pihak swasta dan beberapa ASN Pemkot Bekasi diamankan dalam operasi tangkap tangan (OTT) yang berlangsung hingga petang. Barang bukti uang dengan jumlah miliaran dalam pecahan rupiah diangkut. KPK juga menangkap sejumlah pihak yang terlibat di beberapa tempat berbeda pada hari itu.
Keesokan harinya, Kamis (6/1) petang, Ketua KPK Firli Bahuri menggelar jumpa pers menjelaskan OTT terhadap Rahmat Effendi. Ada 9 tersangka yang dipamerkan, termasuk Pepen yang mengenakan rompi oranye.
Firli menjelaskan, kasus ini berawal dari Pemkot Bekasi pada 2021 menetapkan APBD Perubahan Tahun 2021 untuk belanja modal ganti rugi tanah dengan total anggaran sekitar Rp286,5 miliar.
Duit ratusan miliar itu akan dipakai untuk membayar pembebasan lahan sekolah di wilayah Rawalumbu senilai Rp21,8 miliar, pembebasan lahan Polder 202 senilai Rp25,8 miliar, pembebasan lahan Polder Air Kranji senilai Rp21,8 miliar dan melanjutkan proyek pembangunan gedung teknis bersama senilai Rp15 miliar.
KPK mencium ketidakberesan saat Rahmat Effendi menetapkan lokasi pada tanah milik swasta dan intervensi dengan memilih langsung para pihak swasta yang lahannya akan digunakan untuk proyek tersebut.
"Sebagai bentuk komitmen, tersangka RE diduga meminta sejumlah uang kepada pihak yang lahannya diganti rugi oleh Pemerintah Kota Bekasi, di antaranya dengan menggunakan sebutan untuk 'sumbangan masjid'," ungkap Firli di Gedung KPK, Jakarta.
Setoran 'komitmen' diserahkan melalui orang-orang kepercayaan Rahmat Effendi. Firli menyebut, Jumhana Lutfi yang menjabat Kepala Dinas Perumahan, Kawasan Permukiman dan Pertahanan Kota Bekasi menerima uang Rp4 miliar dari pihak swasta Lai Bui Min.
Sementara Wahyudin, camat Jatisampurna menerima setoran Rp3 miliar dari Makhfud Saifudin yang menjabat camat Rawalumbu. Wahyudin juga menerima Rp100 juta dari pihak swasta bernama Suryadi. Dana itu diatasnamakan sumbangan ke salah satu masjid yang berada di bawah yayasan milik keluarga Rahmat Effendi.
"Selain itu tersangka RE juga diduga menerima sejumlah uang dari beberapa pegawai pada Pemerintah Kota Bekasi sebagai pemotongan terkait posisi jabatan yang diembannya di Pemerintah Kota Bekasi. Uang tersebut diduga dipergunakan untuk operasional tersangka RE yang dikelola oleh MY (Mulyadi, Lurah Kati Sari) yang pada saat dilakukan tangkap tangan, tersisa uang sejumlah Rp600 juta," jelas Firli.
KPK juga menemukan, Rahmat Effendi menerima sejumlah uang terkait dengan pengurusan proyek dan tenaga kerja kontrak di Pemkot Bekasi.
Di Mana Masjid Dibangun?
Hingga Minggu (16/1), Rahmat Effendi dkk yang mendekam di beberapa rumah tahanan, masih menjalani isolasi untuk pencegahan penyebaran Covid-19. Penyidik belum memeriksa lebih lanjut para tersangka. Demikian juga pihak keluarga dan penasihat hukum yang belum bisa bertemu langsung.
Kasus ini kembali mengungkap kode unik para tersangka untuk menyamarkan uang korupsi. Kode 'sumbangan masjid' dipakai pihak swasta untuk menyebut uang setoran komitmen kepada Rahmat Effendi.
Kabag Humas Pemkot Bekasi, Yekti Rubiah yang dihubungi merdeka.com Jumat (14/1) mengaku tidak tahu ketika dikonfirmasi soal kode 'sumbangan masjid', termasuk apakah benar Rahmat Effendi atau Pemkot Bekasi sedang mengerjakan proyek pembangunan masjid.
"Saya enggak tahu ya, kebetulan itu urusan pribadi Bapak, kita enggak ngerti," ujarnya.
Dia meminta soal itu ditanyakan kepada KPK. Yekti juga mempersilakan mengecek sendiri di situs Pemkot Bekasi terkait proyek pembangunan masjid apakah ada di APBD 2021 dan APBD 2022.
"Buka saja anggaran 2021, kan sudah disahkan oleh anggota dewan, karena saya enggak hafal satu-satu. Masa saya harus hafalin satu-satu. Memang Kabag Humas harus (hafal) di luar kepala semua, kan enggak. Sudah terbuka di web rencana kerja anggaran 2021 yang disahkan oleh DPRD," tutup Yekti mengakhiri sambungan telepon.
Sementara putri Rahmat Effendi, Ade Puspitasari enggan berkomentar banyak. Termasuk perihal kode sumbangan masjid. "Saya kurang paham. Bisa tanyakan ke KPK saja selaku lembaga yang berwenang. Kita hormati hukum yang berjalan. Kita kooperatif dengan apa yang berjalan sekarang," ujarnya singkat saat dihubungi merdeka.com pekan lalu.
Minim komentar dari Ade Puspitasari ini berbanding dengan pernyataan dia sebelumnya yang menyebut OTT terhadap ayahnya bermuatan politis dan upaya pembunuhan karakter.
Dalam video yang diunggah akun instagram @infobekasi.co, Ade yang juga ketua DPD Partai Golkar Kota Bekasi itu menyebut tak ada uang sepeser pun yang dibawa penyidik bersama ayahnya, sebagaimana yang dijelaskan oleh KPK dalam konferensi pers penetapan tersangka.
"Saksinya banyak, staf yang di rumah itu saksi semua. Bagaimana Pak Wali dijemput di rumah, bagaimana Pak Wali hanya membawa badan. KPK hanya membawa badan Pak Wali, tidak membawa uang sepeser pun," kata Ade.
Ade mengklaim, uang yang disita KPK merupakan uang hasil pengembangan penyelidikan dari pihak ketiga, bukan uang yang didapat saat KPK menangkap Rahmat Effendi. "Bahwa Pak Wali bersama KPK tidak membawa uang dari pendopo. Uang yang ada di KPK itu uang yang ada di iuran dari pihak ketiga, dari Kepala Dinas, dari camat. Itu pengembangan, tidak ada OTT," papar Ade.
Noval Al-Rasyid, penasihat hukum Rahmat Effendi yang dikonfirmasi terpisah, tidak setuju dengan cara KPK mengungkap kode sumbangan masjid dalam OTT tersebut.
"KPK jangan memakai bahasa begitu kan. Sebab dalam hukum tidak bisa dicari-cari, semua dicari. Jangan lah. Nanti jadi salah. Kalaupun disebut itu suap, (sebut) suap saja. Itu istilah-istilah stigma, yang menurut saya di luar hukum," ujarnya.
Terkait apakah benar ada proyek masjid yang sedang dikerjakan Pepen, Noval menyatakan dirinya mendengar jika pembangunan masjid itu benar-benar ada.
"Ada yang di Pekayon. Bagaimana KPK mempertanggungjawabkan itu. Karena masjidnya ada. Enggak tahu juga nanti ada kesaksian dari pengurus masjid se-Kota Bekasi nanti. Makanya jadi melebar kan. Sebab ada informasi saya dengar dari salah satu orang mengetahui, masjid itu ada yang dibangun," ujarnya.
Noval menuturkan, Rahmat Effendi selama ini memang getol menyumbang untuk pembangunan masjid. Namun dia tidak mau terjebak dalam kode yang diungkap KPK itu.
"Bapak kan sering nyumbang masjid. Faktanya ada beberapa masjid yang kita ketahui. Nanti kalau kita mau, kita ambil pendapat tokoh atau ketua masjid se-Kota Bekasi. Kalau orang bicara dalam rekaman atau sadapan jangan dibawa menjadi persoalan yuridis. Saya menolak kalau KPK memakai stigma sosiologis begitu. Jangan lah," tegasnya.
(mdk/bal)Cobain For You Page (FYP) Yang kamu suka ada di sini,
lihat isinya
KPK sebelumnya mencekal 10 orang terkait dugaan kasus korupsi pengadaan lahan di lingkungan BUMD DKI Jakarta tersebut.
Baca SelengkapnyaWNA tersebut dicekal terhitung sejak 5 Juli guna mempermudah penyidik
Baca SelengkapnyaKejati Sulsel menemukan dugaan mafia tanah dalam pembangunan Bendungan Passeloreng di Kabupaten Wajo yang merugikan negara hingga Rp75,6 miliar.
Baca SelengkapnyaKPK belum mengungkapkan nilai rumah mewah itu dan proses pendataan terhadap aset tersebut masih berlangsung.
Baca SelengkapnyaTim Kantor Jasa Penilai Publik (KJPP) sebagai bagian dari Tim Terpadu PDSK turun ke lapangan didampingi unsur TNI-Polri, Satpol PP, Kecamatan, Kelurahan.
Baca SelengkapnyaBarang rampasan itu berupa sebidang tanah dan bangunan seluas 566 meter persegi senilai Rp9,62 miliar di Petogogan, Kecamatan Kebayoran Baru, Jakarta Selatan.
Baca SelengkapnyaMahfud menyebut, kesalahan yang dilakukan oleh KLHK adalah mengeluarkan izin penggunaan tanah kepada pihak yang tidak berhak.
Baca SelengkapnyaBersamaan dengan penyitaan itu, penyidik juga langsung memasang plang sitaan KPK di rumah mewah Erik.
Baca SelengkapnyaLarangan ke luar negeri tersebut berlaku untuk enam bulan dan dapat diperpanjang demi kepentingan penyidikan.
Baca SelengkapnyaPKB meminta agar pihak lain tidak mengkaitkan penggeledahan rumah Gus Halim dengan isu lain.
Baca SelengkapnyaPenyerahan barang rampasan ini, menjadi salah satu upaya KPK memberikan ruang pengelolaan barang yang lebih optima
Baca SelengkapnyaKasus Persekongkolan Tender Revitalisasi TIM melibatkan Jakpro
Baca Selengkapnya