Melarat jika tak menjilat
Merdeka.com - Seorang laki-laki tua keluar dari sebuah rumah berukuran sedang di Jalan Raden Saleh, Depok. Kepala dan janggutnya sudah berwarna putih. Langkahnya lamban dan sedikit mengerutkan dahi melihat tamu yang tak dikenal menyambangi kediamannya.
"Saya Gerson Poyk," katanya sembari membetulkan kancing bajunya ketika merdeka.com menyalaminya usai menanyakan seorang bocah perempuan yang tak lain adalah cucunya sendiri. Gerson Poyk adalah salah satu sastrawan Indonesia yang cukup terkenal. Sejak ia berkarya tahun 1950, 100 judul buku berupa antologi puisi, cerpen dan novel sudah dihasilkannya.
Gerson Poyk menjadi potret suram sastrawan Indonesia yang hidup dari karya tulisnya. Dengan idealisme tinggi untuk terus menghasilkan karya sastra bermutu, Gerson seperti tak peduli dengan tubuh ringkih dan sakit asam urat yang menyerang lututnya. Gerson terus menulis meski upahnya tak cukup untuk masa tuanya.
-
Bagaimana Kerto Pengalasan hidup di Semarang? Selepas tertangkapnya Pangeran Diponegoro, Kerto Pengalasan hidup tenang di Semarang. Ia mendapat segala fasilitas oleh pemerintah Belanda. Termasuk opium yang menjadi konsumsi favoritnya.
-
Siapa Purwanto? Anggota Komisi A DPRD DKI Jakarta Purwanto meninggal dunia pada Selasa (5/12) pukul 20.05 WIB.
-
Siapa Sunan Gresik? Tokoh Utama Sunan Gresik memiliki nama asli Maulana Malik Ibrahim. Ia merupakan salah satu dari sembilan wali (Walisongo) yang berperan besar menyebarkan agama Islam di Jawa.
-
Siapa Serka Sudiyono? Serka Sudiyono adalah anggota TNI yang bekerja sebagai Babinsa di Desa Kemadu, Kecamatan Sulang, Rembang.
-
Siapa yang menulis novel biografi Ganjar Pranowo? Kehidupan sulit yang pernah ia lalui tertuang di novel biografinya berjudul 'Anak Negeri: Kisah Masa Kecil Ganjar Pranowo. Novel ini ditulis selama dua tahun oleh Gatotkoco Suroso.
-
Apa keinginan utama sang pesolek dalam puisi? Semoga kecantikan tak lekas usai dan cepat luntur seperti pupur.
"Ini dompet orang miskin," kata penerima Anugerah Southeast Asia Write Award 1982 ini berseloroh ketika mengambil uang untuk membeli teh botol. Gerson tak kaya, bahkan tetap bersahaja hingga usianya yang ke-85.
Menurut pria asal Pulau Rote, Nusa Tenggara Timur itu, menjadi sastrawan di Indonesia susah secara ekonomi. Selain karena kurangnya perhatian pemerintah, karya-karya sastra yang dihasilkan di Indonesia kurang dihargai. Ini berbeda sekali jika dibandingkan di luar negeri. Miris.
Berikut petikan wawancara Marselinus Gual dari merdeka.com dengan Gerson Poyk di kediamannya, Kamis (28/4):
Kebanyakan sastrawan kita hidupnya sangat bersahaja, bahkan boleh dikatakan miskin secara ekonomi. Pendapat anda?
Sastrawan itu miskin ya (tertawa). Ya, karena mungkin mereka tidak mau bergabung dengan lembaga ekstraktif itu tadi. Dia tidak penjilat. Ada sastrawan yang penjilat, menulis tentang orang kaya lalu jadi buku, dapat uang banyak dan bisa beli mobil dan sebagainya. Dia penjilat ke atas tegang ke bawah.
Mungkin bisa diperjelas lagi?
Ada sastrawan kita yang masih dengan idealismenya tapi ada juga yang menjilat. Orientasinya ekonomi bukan sebuah humanisme universal.
Kecenderungan itu di Indonesia semakin kuat atau bagaimana?
Ya masih ada beberapa teman saya, tetapi tidak semua. Kalau bergandengan dengan orang kaya ya artinya mereka dapat uang banyak.
Nasib secara umum sastrawan Indonesia itu seperti apa?
Hidupnya susah, ada yang mati muda, umur pendek karena hidup susah. Tapi saya, walaupun saya menganggur dari tahun 70-an, tapi saya melihat lubang-lubang kecil di koran, saya manfaatkan untuk tulis cerpen, lalu wesel datang. Saya masih bisa menguliahkan anak-anak. Jadi harus ada pandangan jitu.
Di majalah anak-anak saya tulis sampai 10 cerpen lalu uang datang dan malah saya bisa bantu teman-teman. Saya pencari lubang-lubang tikus untuk dapat makanan.
Benarkan sastrawan kurang mendapat perhatian pemerintah?
Sudah ada sejak Soeharto, ada Inpres untuk proyek sastra. Saya pernah dapat untuk novel saya. Tapi sejak saat itu sangat kurang, bahkan di era Jokowi.
Artinya pemerintah belum menjamin sepenuhnya kehidupan sastrawan di Indonesia?
Belum. Belum tercerahkan. Padahal sebuah karya sastra yang lahir dari sebuah negara adalah harta yang bisa dipakai secara universal. Seperti di Jerman misalnya, karya-karya sastra itu dipakai untuk kehidupan mereka. Di India ada karya-karya besar dan sebagainya.
Apakah faktor yang membuat penulis muda takut untuk menjadi sastrawan?
Mengkhawatirkan kalau hal itu terjadi ya. Tapi kita menolak hal itu terjadi di Indonesia. (mdk/did)
Cobain For You Page (FYP) Yang kamu suka ada di sini,
lihat isinya
Sastrawan satu ini menciptkan novel "Azab dan Sengsara" menceritakan ketatnya sistem adat di daerahnya yang ditulis dengan corak penulisan baru.
Baca SelengkapnyaKumpulan puisi satire berbagia tema yang penuh makna.
Baca SelengkapnyaDenny JA sendiri menyelami dilema moral yang dihadapi Bung Karno
Baca SelengkapnyaJoko Pinurbo merupakan salah satu penyair terkenal Indonesia.
Baca SelengkapnyaKata-kata romantis Joko Pinurbo ini bisa diunggah di media sosial.
Baca SelengkapnyaTokoh seniman kondang ini adalah orang pertama yang mengenalkan modernitas seni rupa Indonesia dalam konteks kondisi nyata bangsa Indonesia saat itu.
Baca Selengkapnya