Menutup tampilnya dinasti baru
Merdeka.com - Tanda-tanda bahwa Gubernur Banten Ratu Atut Chosiyah akan menjadi tersangka, sesungguhnya sudah terlihat sejak dia dipanggil sebagai saksi atas kasus tangkap tangan adiknya, Tubagus Chaeri Wardana alias Wawan, awal Oktober lalu. Namun pengumuman KPK yang menetapkan Atut sebagai tersangka kasus suap Ketua Mahkamah Konstitusi Akil Mochtar, tetap mengagetkan.
Pertama, Atut adalah simbol besar kekuasaan absolut di tengah-tengah arus demokratisasi. Dia bukan hanya gubernur yang berkuasa di Banten selama hampir 15 tahun, tetapi juga seorang yang mewarisi tradisi jawara yang ditakuti masyarakat Banten. Dia juga representasi Partai Golkar yang pintar mengelola kekuasaan, khususnya dalam menghadapi permainan politik dan hukum.
Kedua, Atut adalah Soeharto kecil di Banten, yang selama berkuasa tidak ada orang Banten yang bisa membayangkan bawa kekuasaan Atut akan runtuh. Kekuasaan itu dibangun oleh ayahnya, Tubagus Chasan Sochib, yang ditunjuk dan dilegalisasi oleh Golkar pada zaman Orde Baru, lalu bermetamorfosis menjadi penguasa baru melalui pemilu bebas pada era pasca-Orde Baru.
-
Kenapa dinasti politik bisa melemahkan demokrasi? Menurut Arga, fenomena kuatnya dinasti politik di ranah legislatif akan terus berlanjut dan menyebabkan eksklusivitas dalam lingkup politik. Ia mengakui bahwa dinasti politik pernah terjadi pada negara-negara besar seperti Amerika. Namun menurutnya di sana masih ada proses demokrasi yang bermain. Sementara ia melihat fenomena di Indonesia adanya dinasti politik justru melemahkan demokrasi dan berpotensi meningkatkan kolusi dan nepotisme.
-
Siapa yang menolak dinasti politik? Abu Bakar pun turut menolak secara tegas konsep dinasti politik. Hal ini terlihat dari ungkapan Abu Bakar menjelang wafatnya.
-
Bagaimana dinasti politik berdampak pada kualitas demokrasi di Indonesia? Didominasi Orang-Orang Politik Arga melihat, sejauh ini partai besar sekalipun didominasi oleh orang-orang dari lingkup politik, bukan dari masyarakat luas. Bahkan jabatan strategis dengan mudah diperoleh dari hubungan keluarga dan kerabat. Dampaknya semakin sulit bagi individu dari kalangan masyarakat biasa untuk ikut andil dalam politik.
-
Apa dampak buruk dinasti politik bagi proses demokrasi? 'Saya kira ini menjadi salah satu konsekuensi dari anggota partai politik yang berasal dari elitis atau orang-orang dari lingkungan kekuasaan,' kata Arga dikutip dari Ugm.ac.id. Lalu bagaimana adanya politik dinasti ini mempengaruhi kualitas demokrasi di Indonesia? Berikut selengkapnya:
-
Mengapa Kesultanan Banten runtuh? Saat itu Kesultanan Banten yang sebelumnya berdaulat otomatis runtuh karena dimonopoli VOC.
-
Siapa yang menganggap dinasti politik sebagai virus pembunuh demokrasi? Pendapat yang kurang lebih sama disampaikan Busyro Muqoddas terkait dinasti politik. Ia melihat adanya dinasti politik bisa menjadi virus pembunuh bagi demokrasi dan kedaulatan rakyat.
Ketiga, lebih dari Soeharto, Atut mengembangkan politik dinasti. Tidak ada posisi politik penting di Banten yang tidak tersentuh oleh keluarganya: parlemen daerah, kepala daerah, birokrasi, bahkan posisi-posisi di ormas pun dipegangnya. Tidak heran jika sumber daya ekonomi yang dikuasai pemerintah Banten, baik di tingkat provinsi maupun kabupaten/kota, sesungguhnya juga dikuasai oleh keluarga Atut.
Keempat, selama hampir 15 tahun berkuasa, Atut berhasil menghegemoni masyarakat Banten. Atut memang tidak memiliki "ideologi" atau "basis intelektual" untuk membius kesadaran masyarakat Banten. Tetap dia berhasil mengajarkan "nilai-nilai jawara" dan memanipulasi "nilai-nilai keagamaan" untuk meneguhkan kekuasaannya, sehingga rakyat takluk dan pemimpin masyarakat tak berdaya.
Kelima, bagi orang di luar Banten, sungguh naif di era demokrasi ini muncul dinasti politik yang nyaris tanpa kritik. Bukan tidak ada kelompok kritis di Banten. Tetapi Atut tahu cara praktis membungkam mereka. Bujuk rayu dengan uang, jika tidak mempan gunakan intimidasi, dan jika tidak mempan lagi diusir dari Banten. Akibatnya banyak orang pintar di Banten sibuk mengritisi kekuasaan di luar Banten (DKI Jakarta, Jawa Barat dan nasional) sambil menutup mata seakan tidak ada masalah di sekitarnya.
Keenam, Atut memang tidak memiliki jaringan media. Namun dia tahu betul, betapa media sangat besar pengaruhnya terhadap kelangsungan kekuasaannya. Daya kritis masyarakat menjadi tiada arti jika tidak dipublikasi media. Maka selain menekan sumber-sumber kritis, Atut juga memberikan reward dan punishment kepada media. Dengan dana APBD, Atut rajin menebar amplop wartawan. Kepada media atau wartawan yang kritis, mereka akan tekan habis sampai sampai terbirit-birit.
Oleh karena itu, penetapan Atut, merupakan hadiah akhir tahun yang menyenangkan rakyat Banten. Mereka sudah muak dengan perilaku Atut dan keluarganya yang bergerak di semua lini. Namun selama ini mereka dibuat tidak berdaya dengan beragam cara. Bagi rakyat Banten, penetapan Atut sebagai tersangka adalah langkah awal untuk memperbaiki keadaan.
Tentu rakyat Banten tidak boleh lengah. Ada banyak kelompok yang antre untuk menggantikan Atut dan keluarganya. Mereka juga berpotensi mengembangkan politik dinasti sekaligus politik intimidasi di Banten. Keruntuhan dinasti Atut, bisa saja digantikan dengan dinasti yang lain. Tapi kemungkinan itu akan tertutup jika rakyat Banten terus mengembangkan daya kritis.
Sebab jika tidak dikritisi, kekuasaan cenderung korupsi. Hasil korupsi itu digunakan untuk memperkuat dan memperluas kekuasaan. Setelah kuat dan luas, korupsinya pun semakin menjadi-jadi. Demikian lingkaran setan itu akan terus berputar. Kini KPK, sudah memutus lingkaran setan itu, rakyat Banten tidak boleh terlena lagi.
(mdk/bal)Cobain For You Page (FYP) Yang kamu suka ada di sini,
lihat isinya
Hasil hitung cepat lembaga survei LSI Denny JA, Airin-Ade meraih suara 44,75 persen, Andra Soni-Dimyati 55,25 persen.
Baca SelengkapnyaApakah partai politik saat ini benar-benar mewakili aspirasi rakyat dan sungguh-sungguh menjalankan aspirasi tersebut.
Baca SelengkapnyaSejumlah kalangan yang menolak Politik Dinasti memajang spanduk "Ayo Lawan Politik Dinasti" di Jakarta.
Baca SelengkapnyaAyah, ibu, anak, ipar, adik, dan kakak dalam keluarga bertarung memperebutkan kursi DPR.
Baca SelengkapnyaKini, keluarga Ratut Atut berguguran dalam kontestasi Pilkada 2024.
Baca SelengkapnyaSekjen PDIP Hasto Kristiyanto seringkali berkeluh kesah hingga menangis atas kondisi tersebut.
Baca SelengkapnyaCalon wakil presiden Mahfud Md memberikan respons terkait dinasti politik yang akhir-akhir ini menjadi perbincangan publik
Baca SelengkapnyaMahfud MD menegaskan ketidakadilan menjadi faktor penting
Baca SelengkapnyaKetua Umum PDI Perjuangan (PDIP) Megawati Soekarnoputri sudah menyatakan siap kembali menjabat sebagai pimpinan tertinggi di PDIP.
Baca SelengkapnyaSalah satu cirinya adalah ketika sosok itu ditanya, jawabnya tidak tahu.
Baca SelengkapnyaMenurut dia, restu itu bukan hal yang perlu dilakukan, terlebih akan ada dampak untuk pemimpin mendatang.
Baca SelengkapnyaAnusapati merasa diperlakukan berbeda oleh Raja Singasari pertama, Ken Arok.
Baca Selengkapnya