Ramai Isu Dinasti Politik, Bagaimana di Zaman Rasulullah & para Sahabat?
Mungkin kah dinasti politik terjadi dan menjadi sesuatu hal yang dianjurkan dalam kepemimpinan Rasulullah dan para khilafah agama Islam?
Mungkin kah dinasti politik terjadi dan menjadi sesuatu hal yang dianjurkan dalam kepemimpinan Rasulullah dan para khilafah agama Islam?
Ramai Isu Dinasti Politik, Bagaimana di Zaman Rasulullah & para Sahabat?
Tahun 2024 kini tinggal sebentar lagi. Indonesia pun dihadapkan dengan pesta demokrasi yang tinggal menghitung hari.Dihadapkan dengan tahun politik, tentu ada beragam isu yang bergulir di masyarakat. Salah satunya yakni isu dinasti politik yang singkatnya merupakan istilah peralihan kekuasaan dalam satu garis keturunan hingga kerabat dekat.
Menanggapi hal ini, bagaimana sebenarnya dinasti politik dalam kacamata agama Islam?
Sebab menurut sejarahnya, Islam telah mengenal politik sejak zaman kepemimpinan Rasulullah SAW.
Peralihan kekuasaan dan kepemimpinan pun menjadi sesuatu hal yang lumrah terjadi kala itu. Namun, bagaimana sebenarnya proses peralihan kekuasaan di zaman Rasulullah tersebut?
Mungkin kah dinasti politik terjadi dan menjadi sesuatu hal yang dianjurkan dalam kepemimpinan Rasulullah dan para khilafah agama Islam?
Melansir dari laman NU Online dan berbagai sumber, berikut merdeka.com ulas mengenai pandangan dinasti politik dalam Agama Islam di zaman Rasulullah dan para sahabat.
-
Bagaimana dinasti politik berdampak pada kualitas demokrasi di Indonesia? Didominasi Orang-Orang Politik Arga melihat, sejauh ini partai besar sekalipun didominasi oleh orang-orang dari lingkup politik, bukan dari masyarakat luas. Bahkan jabatan strategis dengan mudah diperoleh dari hubungan keluarga dan kerabat. Dampaknya semakin sulit bagi individu dari kalangan masyarakat biasa untuk ikut andil dalam politik.
-
Apa dampak buruk dinasti politik bagi proses demokrasi? 'Saya kira ini menjadi salah satu konsekuensi dari anggota partai politik yang berasal dari elitis atau orang-orang dari lingkungan kekuasaan,' kata Arga dikutip dari Ugm.ac.id. Lalu bagaimana adanya politik dinasti ini mempengaruhi kualitas demokrasi di Indonesia? Berikut selengkapnya:
-
Kenapa dinasti politik bisa melemahkan demokrasi? Menurut Arga, fenomena kuatnya dinasti politik di ranah legislatif akan terus berlanjut dan menyebabkan eksklusivitas dalam lingkup politik. Ia mengakui bahwa dinasti politik pernah terjadi pada negara-negara besar seperti Amerika. Namun menurutnya di sana masih ada proses demokrasi yang bermain. Sementara ia melihat fenomena di Indonesia adanya dinasti politik justru melemahkan demokrasi dan berpotensi meningkatkan kolusi dan nepotisme.
-
Siapa yang terlibat dalam sistem politik? Sistem politik merupakan suatu susunan atau struktur yang mengatur hubungan antara pemerintah, masyarakat, dan lembaga-lembaga politik lainnya dalam suatu negara.
-
Siapa yang menganggap dinasti politik sebagai virus pembunuh demokrasi? Pendapat yang kurang lebih sama disampaikan Busyro Muqoddas terkait dinasti politik. Ia melihat adanya dinasti politik bisa menjadi virus pembunuh bagi demokrasi dan kedaulatan rakyat.
-
Apa saja yang dibahas dalam kata mutiara politik? Kata mutiara berkelas tentang dunia politik bisa menambah wawasan Anda. Politik merupakan sebuah konsep yang diterapkan di seluruh dunia.
Mengenal Istilah Dinasti Politik
Dinasti politik sejatinya merupakan istilah yang berasal dari dua kata. Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), dinasti sendiri yakni istilah yang merujuk pada garis keturunan raja-raja yang memerintah atau bisa dimaknai sebagai kekuasaan dengan pusat satu keluarga.
Sementara itu, politik secara umum diartikan sebagai bidang ketatanegaraan yang meliputi sistem pemerintahan, kebijakan, dan segala urusan negara.
Sehingga dinasti politik secara singkatnya bisa dimaknai sebagai sistem pemerintahan yang berpusat pada golongan atau keluarga tertentu.
Sejatinya, dinasti politik banyak menuai pro dan kontra. Di dalam praktiknya, pihak pro menilai jika dinasti politik sebenarnya tidak bertentangan dengan prinsip demokrasi.
Sebab, dinasti politik tetap mengizinkan rakyat untuk memilih pemimpin melalui sistem yang berlaku.
Namun pihak kontra menilai jika dinasti politik justru melemahkan sendi-sendi kenegaraan. Sebab, politik justru dipandang sebagai alat mempertahankan kekuasaan dari satu anggota ke anggota kerabat lainnya.
Hal ini pun menjadi salah satu isu yang santer beredar menjelang tahun politik 2024.
Politik di Zaman Rasulullah
Bagaimana praktik politik di zaman Rasulullah? Sejatinya, Alquran dan praktik kepemimpinan Rasulullah tidak secara spesifik mengatur tentang sistem ketatanegaraan dan politik yang ideal.
Artinya, sistem politik dan pemerintahan yang baik tersebut dapat disesuaikan dengan kondisi masyarakat di dalamnya. Hanya saja, Rasulullah menjelaskan kepada umat Islam mengenai prinsip-prinsip kepemimpinan yang baik yaitu mereka dengan sifat amanah, siddiq, tabligh, dan fathanah.
Mengenai dinasti politik, Rasulullah sendiri pada praktiknya hampir tidak melakukan konsep tersebut.
Terbukti, Rasulullah SAW lebih memilih para Sahabat daripada keturunan beliau sendiri hingga keluarga dekat untuk melanjutkan kepemimpinannya dalam berdakwah dan membela agama Islam.
Singkatnya, Rasulullah menganjurkan agar sistem meritokrasi lebih diutamakan dalam melaksanakan kepemimpinan.
Dalam suatu hadis sahih, Rasulullah bahkan menganjurkan agar suatu urusan diserahkan kepada mereka yang ahli di bidangnya. Bunyinya yakni sebagai berikut.
"Apabila suatu urusan diserahkan kepada yang bukan ahlinya, maka tunggulah masa kehancurannya”. (HR Bukhori dan Muslim).
Politik di Bawah Khalifah Abu Bakar
Melansir dari laman NU Online, sejarah mengenai istilah dinasti politik pun sebenarnya telah dikenal sejak kepemimpinan Sayyidina Abu Bakar. Sebagai khalifah pengganti Rasulullah, Abu Bakar turut menekankan betapa pentingnya memilih orang-orang dengan kemampuan, integritas, dan kredibilitas untuk menjalankan pemerintahan.
Sehingga, Abu Bakar pun turut menolak secara tegas konsep dinasti politik. Hal ini terlihat dari ungkapan Abu Bakar menjelang wafatnya.
Tanpa mengajukan keturunannya, Abu Bakar lantas mengajak diskusi bersama para Sahabat lainnya mengenai sosok yang bakal menggantikannya di pemerintahan.
Setelah terpilih Umar, maka ucapan Abu Bakar diminta untuk diabadikan oleh Utsman bin Affan.
Penolakan terhadap dinasti politik Abu Bakar ini diwarisi oleh Abdurrahman bin Abu Bakar yang di kemudian hari menolak berbaiat kepada Yazid yang ditunjuk oleh Mu’awiyah sebagai penguasa setelahnya.
“Bismillahirrahmanirrahim. Ini adalah maklumat Abu Bakar bin Abi Quhafah kepada kaum Muslimin. Amma ba’du."
"Sungguh aku benar-benar telah menunjuk Umar bin Khattab sebagai penggantiku memimpin kalian, dan Aku tidak hanya memilihkan yang baik untuk kalian (tapi yang terbaik)."
ucap Abu Bakar dalam momen pergantian kepemimpinannya menjelang wafat.
2023 merdeka.comKepemimpinan Umar bin Khattab
Senada dengan Abu Bakar, Umar bin Khatab pun juga turut menolak konsep dinasti politik untuk melanjutkan kepemimpinan di dalam memperjuangkan agama Islam.
Kisahnya pun terbadaikan dalam kitab Al-Kamil fit Tarikh karya Ibnul Atsir II/459, Tarikhut Thabari karya At-Thabari II/580 dan selainnya. (Ibnul Atsir, Al-Kamil fit Tarikh, [Beirut, Darul Kutub Ilmiyah: 1987], juz II, halaman 459).
Menjelang wafat, Umar didesak untuk memilih penggantinya. Salah satunya pun justru menunjuk Abdullah anak Sayyidina Umar sendiri. Bukan berbangga hati, Umar justru seketika marah dan mengharamkan dinasti politik.
“Semoga Allah membunuhmu. Demi Allah, Aku tidak menghendaki hal ini! Celaka kamu! Bagaimana mungkin aku menunjuk penggantiku orang yang tak mampu menceraikan istrinya? Kami (sebenarnya) tidak butuh mengurusi urusan kalian (menjadi pemimpin pemerintahan), kemudian aku memujinya dan menyenanginya untuk salah seorang dari keluargaku."
Sayyidina Umar menegaskan jika mereka yang duduk di kursi pemerintahan ialah mereka dengan kredibilitas di bidangnya.
Hingga hari ini, beliau telah mampu memberikan keteladanan jika kekuasaan bukan menjadi permainan belaka. Sebab, kekuasaan merupakan sesuatu yang perlu dipertanggungjawabkan di hadapan Allah SWT.