Better experience in portrait mode.
Iklan - Geser ke atas untuk melanjutkan

Pertumpahan darah sia-sia perang narkoba Asia Tenggara

Pertumpahan darah sia-sia perang narkoba Asia Tenggara Penembakan pecandu narkoba di Filipina. ©Reuters/Czar Dancel

Merdeka.com - Danica May Garcia sedang bermain di teras rumahnya, Kota Dagupan, Filipina, pada 23 Agustus lalu. Tiba-tiba dua pengendara sepeda motor melintas. Tanpa babibu, keduanya memberondong rumah Danica dengan puluhan peluru. Danica tewas seketika akibat luka tembak di kepala. Usianya baru lima tahun.

"Untuk apa gadis kecil itu mati," kata Gemma Garcia, ibu mendiang Danica seperti dilansir GMA Network. "Saya akan merindukan tawanya di rumah ini."

Pelaku disebut-sebut mengincar Maximo Garcia (53), ayah kandung Danica, yang dituding pengedar narkoba. Saksi mata menduga pelaku adalah polisi berbaju preman. Faktanya Garcia terserang stroke tiga tahun lalu, membuatnya terpaksa pensiun sebagai pengayuh becak. Gemma tidak percaya suaminya terlibat jaringan narkoba.

Orang lain juga bertanya?

Danica hanya satu dari ribuan korban tewas perang melawan narkoba di Filipina. Tak ada satupun dari mereka yang diadili lebih dulu. Angka korban terbaru, dilansir kantor berita AFP, Minggu (4/9), melampaui 2.400 orang.

Mereka semua tewas dalam kurun dua bulan terakhir, setelah Presiden Rodrigo Duterte mencanangkan perang total melawan narkoba. Artinya, ada 37 orang mati ditembak setiap hari di Filipina saat baru "diduga" terkait kasus narkoba.

Polisi Filipina cuma mengakui separuh jumlah korban mati ditembak oleh aparat. Sisanya masuk kategori "pemicu kematian masih diinvestigasi."

Perang yang sedang berkobar di Filipina sebetulnya tidak istimewa. Perang berdarah-darah atas nama pemberantasan narkoba bukan barang baru di ASEAN.

Indonesia, Singapura, Malaysia, dan Vietnam tercatat rutin menghukum mati pelaku kejahatan terkait narkoba sejak lima tahun terakhir.

Indonesia paling awal di kawasan menggelar pembunuhan terhadap pelaku kejahatan narkoba, bentuknya operasi penembakan misterius (Petrus) yang digelar sepanjang kurun 1982-1985. Total korban tewas sedikitnya 3.000 orang, di pelbagai kota Indonesia. Namun pembunuhan terencana dan sistematis itu belum diklaim sebagai perang khusus melawan narkoba.

Di ASEAN, yang terang-terangan mencanangkan perang melawan narkoba adalah Thailand pada 2003. Perdana Menteri saat itu, Thaksin Shinawatra, memerintahkan polisi menembak setiap pengedar narkoba. Hasilnya, 2.200 orang tewas selama dua tahun operasi.

Pemerintah Thailand juga memenjarakan setidaknya 300 ribu warga negara asing atas tuduhan mengedarkan barang haram itu. Pemenjaraan ini belakangan memicu masalah sosial. Kapasitas daya tampung lapas di Negeri Gajah Putih sudah berlebih sejak empat tahun lalu.

Filipina kini menjadi kurusetra paling berdarah atas nama pemberantasan narkoba. Kendati tidak menjalankan hukuman mati, dalam waktu kurang dari tiga bulan menggelar pemberantasan narkoba paling brutal dibanding negara-negara lain di kawasan.

Asia Tenggara harus diakui memiliki masalah peredaran narkoba relatif tinggi. Kawasan Myanmar-Thailand-Laos dikenal sebagai 'Segitiga Emas', memasok 30 persen bahan baku opium ke seluruh dunia.

Pada 1998, seluruh negara anggota ASEAN sepakat mencanangkan 2015 kawasan ini bebas dari kejahatan narkoba. Ketika tenggat terlewati, data Badan Penanggulangan Kejahatan Narkoba PBB (UNDOC) menunjukkan tren sebaliknya. Aparat di ASEAN hanya sukses menghabisi pemain teri namun peredaran narkoba justru meningkat.

Produksi opium dan heroin dari Segitiga emas tahun lalu justru meningkat tiga kali lipat dibanding 2008. Untuk Indonesia, data Polri menunjukkan kasus kejahatan narkoba, baik ringan maupun berat, meningkat 13,6 persen saban tahun.

infografik perang narkoba di asean

Merespon data ini, masing-masing negara tampaknya satu suara: Harus lebih banyak lagi yang mati untuk melawan narkoba.

Presiden Joko Widodo pada akhir Juni lalu menyatakan tidak akan menghentikan eksekusi mati terpidana narkoba. Polisi diminta lebih tegas menindak kasus-kasus terkait obat-obatan terlarang sebagai bukti upaya memenangi 'peperangan'.

Kepala Badan Narkotika Nasional, Komisaris Jenderal Polisi Budi Waseso, menyatakan perang narkoba ala Filipina harus ditiru oleh pemerintah Indonesia. "Satu nyawa bandar narkoba sangat tidak berarti dan seharusnya setiap bandar dihabisi," ujarnya saat menghadiri seremoni di Kota Sukabumi kemarin.

Rafendi Djamin selaku Direktur Amnesty Internasional Asia Tenggara dan Pasifik, mempertanyakan efektivitas penanganan keras dan melanggar HAM, demi menurunkan angka penyalahgunaan narkoba. Negara-negara ASEAN seringkali tidak serius mengaudit kebijakan aparat hukum masing-masing saat menangani kasus narkoba.

"Problem perang melawan narkoba lebih banyak pada soal penegakan hukum sendiri," kata Rafendi kepada merdeka.com.

Rafendi mengkritik perspektif Komjen Budi yang ingin mengimpor metode pembunuhan ekstrajudisial ala Filipina ke Indonesia. Dia meyakini pendekatan kekerasan sebetulnya adalah bentuk pencitraan politik tanpa menjawab akar masalah.

Komisi Untuk Orang Hilang dan Tindak Kekerasan (KONTRAS) turut mengecam tindakan sebagian negara di ASEAN yang mengesampingkan HAM atas nama perang melawan narkoba. Filipina dan Indonesia, contohnya, menerapkan kebijakan melanggar HAM justru ketika rezim yang berkuasa adalah hasil pemilu demokratis.

penembakan pecandu narkoba di filipina

Penembakan misterius pecandu narkoba di Filipina (c) Reuters/Romeo Ranoco

KONTRAS menyatakan sistem perang melawan narkotika sudah dinilai gagal di asal negara pengusungnya, Amerika Serikat dan Meksiko. Ada banyak kerugian-kerugian, terutama kerugian akuntabilitas dari negara. Aparat hukum terkesan mengambil jalan pintas dalam bentuk menembak langsung orang diduga sebagai bandar, pengedar, pengguna tanpa sumber valid dan standar keadilan yang jelas.

"Saya ingin bilang, pemimpin negara macam Duterte dan Jokowi yang menggunakan pendekatan keamanan berlebihan memberantas narkotika adalah contoh pemimpin buruk di kawasan Asia Tenggara. Inginnya asal cepat, instan, tapi enggak pernah mikir soal solusi panjangnya seperti apa," kata Puri Kencana Putri selaku Wakil Koordinator KONTRAS.

Martin Jelsma, peneliti bisnis narkoba Segitiga Emas, menegaskan terminologi perang tidak akan berhasil menuntaskan persoalan. Memang benar Asia Tenggara kini menjadi basis pemasok, dari dulunya hanya sekadar wilayah transit barang haram. Namun itu semua terjadi lantaran upaya mempersempit pasar tidak serius dilakukan.

Beberapa identifikasi akar masalah tingginya peredaran narkoba di Asia Tenggara adalah kelonggaran perbatasan serta tidak adanya operasi bersama memberangus lahan pemasok narkoba. Padahal aparat se-ASEAN sebetulnya sudah tahu identitas bandar-bandar kakap di kawasan.

Selain itu, upaya reformasi hukum narkoba, peningkatan fasilitas rehabilitasi, serta mengeluarkan sebagian produk dari daftar obat-obatan terlarang, jarang dilirik. Biayanya besar, serta hasilnya memang lebih untuk kepentingan jangka panjang.

"Mayoritas pemerintah di ASEAN alergi dengan upaya alternatif mengurangi jumlah penyalahgunaan narkoba," kata Gloria Lai, peneliti International Drug Policy Consortium.

Metode tak biasa pernah digunakan pemerintah Bolivia, di Amerika Latin. Petani kokain dirangkul, diajak mengembangkan varietas bahan baku yang bisa digunakan untuk produksi obat bius medis. Artinya, mata pencaharian mereka tak serta-merta dihabisi. Jika petani terus miskin, besar kemungkinan mereka kembali menanam bahan baku narkoba.

Berkat kebijakan itu, dalam lima tahun terakhir ladang kokain di Bolivia turun 26 persen, menyisakan 26 ribu hektar saja.

Sebaliknya ongkos perang melawan narkoba sulit terukur. Hasilnya paling jelas baru satu aspek: ribuan orang terus meregang nyawa di Asia Tenggara, termasuk Indonesia. Kendati demikian, kekerasan dipilih lantaran jalan keluar paling instan untuk membuat negara tampak berwibawa. Kekerasan sekaligus membuat banyak orang bungah.

Presiden Jokowi tentu sangat paham, mengingat besarnya dukungan yang dia terima dengan bersikap keras terhadap narkoba. Di Lapangan Parkir Jalan Cengkeh, Taman Sari, Jakarta Barat 26 Juni lalu RI-1 berharap suatu saat undang-undang mengizinkan aparat bersikap keras pada pengedar narkoba.

"Semuanya kejar mereka, tangkap mereka, hajar mereka, hantam mereka. Kalau undang-undang memperbolehkan dor mereka," kata Jokowi.

Setelah pidato itu terucap, tepuk tangan ratusan orang - yang hadir menyaksikan pidato presiden - bergemuruh.

Kita barangkali memang gemar berperang. Menang atau kalah, itu lain soal.

(mdk/ard)
Geser ke atas Berita Selanjutnya

Cobain For You Page (FYP) Yang kamu suka ada di sini,
lihat isinya

Buka FYP
Kronologi Polisi Dikeroyok saat Masuk Kampung Ambon Buru Bandar Narkoba
Kronologi Polisi Dikeroyok saat Masuk Kampung Ambon Buru Bandar Narkoba

Bukan tersangka yang didapat, para aparat kepolisian ini justru dikeroyok oleh warga Kampung Ambon.

Baca Selengkapnya
Panglima TNI Tetap Angkat Senjata Lawan OPM Dinilai Kegagalan Negara Bangun Papua
Panglima TNI Tetap Angkat Senjata Lawan OPM Dinilai Kegagalan Negara Bangun Papua

Terkait pernyataan Panglima TNI tersebut, nampaknya dinilai bukan untuk menyelesaikan masalah, melainkan memperpanjang konflik di Papua.

Baca Selengkapnya
Transaksi Narkoba di Kampung Ambon, Bahari & Boncos Terus Ada Meski Sering Dirazia, Ini Penjelasan Polisi
Transaksi Narkoba di Kampung Ambon, Bahari & Boncos Terus Ada Meski Sering Dirazia, Ini Penjelasan Polisi

Kampung Boncos beralamat di Jalan Ori RT 007 RW 03, Kota Bambu Selatan, Jakbar. Kampung Bahari di Tanjung Priok, Kampung Ambon di Jakbar.

Baca Selengkapnya
Modus Baru Pengedar Narkoba, Menggunakan Drone
Modus Baru Pengedar Narkoba, Menggunakan Drone

Luqman juga menduga terdapat penggunaan drone untuk menjatuhkan narkoba di titik koordinat yang sudah ditentukan oleh para pengedar.

Baca Selengkapnya
Viral Diprotes Emak-Emak, Lapak Judi dan Narkoba di Medan Dibakar Polisi
Viral Diprotes Emak-Emak, Lapak Judi dan Narkoba di Medan Dibakar Polisi

Viral Diprotes Emak-Emak, Lapak Judi dan Narkoba di Medan Dibakar Polisi

Baca Selengkapnya
Ungkap Pencucian Uang Kartel Narkotika, Bareskrim Polri Selamatkan Jutaan Warga
Ungkap Pencucian Uang Kartel Narkotika, Bareskrim Polri Selamatkan Jutaan Warga

Bareskrim berkomitmen untuk memiskinkan jaringan narkotika demi memberikan efek jera.

Baca Selengkapnya
Detik-Detik Polisi di Medan Diserang Saat Tangkap Tersangka Narkoba Hingga Dilempari Batu
Detik-Detik Polisi di Medan Diserang Saat Tangkap Tersangka Narkoba Hingga Dilempari Batu

Saat ini polisi masih memburu para pelaku penyerangan dan perusakan mobil milik petugas tersebut.

Baca Selengkapnya
Banyak Menelan Korban di Asia Tenggara, Isu Judi Online Belum jadi Pembahasan KTT ASEAN
Banyak Menelan Korban di Asia Tenggara, Isu Judi Online Belum jadi Pembahasan KTT ASEAN

Besarnya kasus perdagangan penipuan online di Asia Tenggara masih sulit diperkirakan. Namun setidaknya ada 120 ribu orang telah menjadi korban di Myanmar.

Baca Selengkapnya
Polisi Obrak-Abrik Kampung Boncos Jakbar, Sabu hingga Senpi Rakitan Disita
Polisi Obrak-Abrik Kampung Boncos Jakbar, Sabu hingga Senpi Rakitan Disita

Dari penggerebakan di kampung narkoba tersebut, ditambahkan Dodi, angka peredaran narkoba sudah menurun.

Baca Selengkapnya
Polisi: 65 Persen Tindak Kejahatan Karena Narkoba
Polisi: 65 Persen Tindak Kejahatan Karena Narkoba

Dari data Polda Sumut untuk jumlah pemberantasan pada 2023, pihaknya mengungkap 5.225 kasus narkoba dengan jumlah tersangka 6.570 orang.

Baca Selengkapnya
Kolaborasi Pemprov Jateng dalam Pemberantasan Narkoba
Kolaborasi Pemprov Jateng dalam Pemberantasan Narkoba

Sebab, kasus kejahatan narkoba di Jawa Tengah butuh perhatian khusus.

Baca Selengkapnya
Kepala BNN: Pembunuh Gadis Pedagang Gorengan Buronan Narkoba Enam Tahun
Kepala BNN: Pembunuh Gadis Pedagang Gorengan Buronan Narkoba Enam Tahun

Alat penghisap narkoba ditemukan di tempat Indra Septiarman (26), tersangka pembunuh NKS, ditangkap.

Baca Selengkapnya