Tantangan Jokowi-Basuki: DPRD dan birokrasi
Merdeka.com - Joko Widodo dan Basuki Tjahaja Purnama dilantik menjadi gubernur dan wakil gubernur DKI Jakarta, Senin (22/10) kemarin. Warga Jakarta memilihnya bukan sekadar ingin mendapatkan pemimpin baru, tetapi juga karena berharap Jokowi-Ahok dapat menyelesaikan masalah ibu kota: macet, banjir, pemukiman kumuh, premanisme, dll.
Reputasi Jokowi sebagai wali kota Solo, cukup meyakinkan; demikian juga dengan Ahok sebagai bupati Belitung Timur. Apakah meraka akan berhasil di DKI Jakarta? Banyak pihak meragukan. Katanya, Jakarta terlalu kompleks buat mereka. Keberhasilan memimpin Solo dan Balitung Timur, tidak cukup jadi modal memimpin Jakarta. Kompleksitas masalah Jakarta memang luar biasa.
Namun kompleksitas masalah itu bukan mustahil untuk diurai, lalu dicarikan pemecahannya. Nyaris tidak ada pihak yang meragukan integritas dan kapasitas kepemimpinan Jokowi-Ahok. Yang jadi pertanyaan adalah seberapa besar komponen utama pemerintahan DKI Jakarta bersedia memberi dukungan kepada mereka? Kunci sukses kepemimpinan Jokowi-Ahok bukanlah membenahi perencanaan kota yang buruk, menghadapi preman jalanan dan maling berdasi, atau mengurus ormas berlabel agama atau etnis. Juga bukan menghadapai intervensi pemerintah pusat, atau kerakusan dunia bisnis. Kunci sukses kepemimpinan Jokowi-Ahok terletak pada dukungan DPRD dan birokrasi.
-
Siapa menteri Jokowi yang terlibat korupsi? Para Menteri Jokowi yang Terjerat Kasus Korupsi Dua periode pemerintahan Presiden Jokowi setidaknya ada bebarapa menteri yang terjerat kasus korupsi.
-
Bagaimana cara kader Golkar menghadapi perompak demokrasi? “Saya mengajak semua kader dan elit Partai Golkar selalu kompak untuk menghadapi perompak demokrasi yang bisa merusak tatanan dan keluhuran demokrasi yang telah kita bangun,“ tuntasnya.
-
Kenapa menteri Jokowi korupsi? Di mana para menteri yang terjerat korupsi adalah kader partai pendukung pemerintah.
-
Apa yang Jokowi ajak untuk ditanggulangi? 'Selain itu kejahatan maritim juga harus kita tanggulangi seperti perompakan, penyelundupan manusia, narkotika, dan juga ilegal unregulated unreported IUU Fishing,'
-
Bagaimana modus korupsi Bansos Jokowi? 'Modusnya sama sebenernya dengan OTT (Juliari Batubara) itu. (Dikurangi) kualitasnya,' ucap Tessa.
-
Kenapa Jokowi memanggil Kapolri dan Jaksa Agung? Pemanggilan tersebut, buntut insiden personel Datasemen Khusus Antiteror (Densus 88) dikabarkan menguntit Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus (Jampidsus) Febrie Adriansyah.
Di situlah titik krusial yang harus dihadapi Jokowi-Ahok dalam mengefektifkan kepemimpinan di Jakarta. Karena melalui dua jalur itu para bajingan kelas kakap bertumpu, dengan beragam predikat: politisi, pengusaha, profesional, konsultan, ulama, pemimpin ormas, dll. Jokowi-Ahok akan menghadapi wajah DPRD yang benar-benar berbeda.
Di Solo, Jokowi mendapat sokongan penuh DPRD, karena mayoritas kursi DPRD dikuasai PDIP. Jika merasakan ada anggota DPRD dari PDIP yang macam-macam, Jokowi bisa melaporkannya ke partai, sehingga dukungan DPRD yang dikuasai PDIP pun tetap utuh. Hal yang kurang lebih sama juga dialami oleh Basuki di Belitung Timur.
Dalam sistem pemerintahan daerah Indonesia, dukungan DPRD sangat menentukan bagi keberhasilan kepala daerah. Sebab, semua kebijakan strategis tidak bisa diputuskan sendiri oleh kepala daerah, melainkan harus mendapat persetujuan DPRD. Pada titik inilah bisa dijelaskan mengapa Jokowi sukses di Solo dan Fadel Muhammad sukses di Gorontalo.
Banyak kepala daerah yang kualitasnya tidak kalah dengan Jokowi dan Fadel, namun ketiadaan dukungan penuh DPRD, membuat mereka tidak berdaya. Sayangnya di DKI Jakarta Jokowi-Ahok tidak memiliki basis dukungan di DPRD yang cukup. Kursi PDIP dan Partai Gerindra hanya sedikit, mayoritas kursi dikuasai oleh partai-partai yang sebelumnya mendukung Foke-Nara. Tentu saja pascapilkada koalisi partai politik pendukunga Foke-Nara pudar. Tetapi itu bukan berarti mereka serta merta memberi
dukungan kepada kepemimpinan Jokowi-Ahok.
Di situlah politik transaksional itu terjadi apabilaJokowi-Ahokgagal meyakinkan dan mengambil hati mereka. Pada titik ini, dukungan partai keJokowi-Ahokbukan ditentukan saja oleh kebijakan masing-masing partai politik, tetapi oleh kelakuan anggota DPR. Sering terjadi, partai politik melalui fraksi-fraksinya memberi dukungan, namun tetap memerintahkan anggota untuk bertransaksi demi membiayai partai.
Jika semua kebijakan diputuskan berdasarkan transaksi politik dengan DPRD, jangan berharapJokowi-Ahokbisa merealisasikan janji-janji kampanyenya. Bisa saja rencana membangun kampung susun atau memperbanyak armada busway disetujui DPRD, tetapi nilainya bisa dikurangi; atau, uang yang benar-benar digunakan untuk membiayai program tersebut tidak cair utuh karena nyangkut ke mana-mana.
Itu tantangan yang dihadapiJokowi-Ahokdengan DPRD. Lalu bagaimana dengan birokrasi? Ada nilai positif, ketika Foke memperkenalkan para pejabat pemerintah daerah DKI Jakarta kepadaJokowi-Ahok Namun acara perkenalan itu juga mengandung pesan Foke kepadaJokowi-Ahok jangan macam-macam dengan mereka! Anda boleh saja menjadi gubernur dan wakil gubernur, tetapi tanpa dukungan mereka Jakarta akan kalang kabut. Ya, tentu saja keberhasilan pemerintahan sangat ditentukan oleh mesin birokrasi. Jika para pengemudi mogok atau berulah, pemerintahan tidak jalan.
Baik Jokowi maupun Ahok, dengan gayanya masing-masing, punya pengalaman menata birokrasi pemerintahan Solo dan Balitung Timur agar lebih efisien dan melayani. Namun hal itu tidak mudah dilakukan di DKI Jakarta. Pertama, para birokrat itu memiliki basis dukungan di DPRD; kedua, mereka juga memiliki cukong-cukong, yang dengan mudah bisa menembus pimpinan PDIP dan Partai Gerindra.
BagaimanaJokowi-Ahokbisa menata birokrasi pemerintahan DKI Jakarta agar lebih efisien dan melayani, jika mereka dilindungi kekuatan-kekuatan partai juga? Dalam hal ini, kepmimpinanJokowi-Ahokbenar-benar diuji. Mereka tidak hanya harus cerdas dan tegas, tetapi juga harus teguh dan sabar. Keteguhan dan kesabaran tentu membutuhkan waktu, tapi apakah warga Jakarta sanggup berlama-lama menungguJokowi-Ahokmembenahi Jakarta?
*Penulis adalah pemimpin redaksi merdeka.com. Pendapat dalam tulisan ini melekat pada penulis pribadi, bukan mencerminkan pendapat merdeka.com (mdk/tts)
Cobain For You Page (FYP) Yang kamu suka ada di sini,
lihat isinya
Jokowi meyakini hal ini dapat memberikan efek jera untuk para koruptor dan mengembalikan kerugian negara.
Baca SelengkapnyaJokowi menyebut hingga saat ini masih marak kasus korupsi ditemukan di Indonesia.
Baca SelengkapnyaAmien meminta KPK bergerak dan tak pandang bulu dalam memberantas korupsi di era Jokowi.
Baca SelengkapnyaHasto menilai hal itu membuktikan antara Ganjar dan Presiden Jokowi terbiasa untuk melakukan blusukan yang juga menjadi kebiasaan para kader-kader banteng.
Baca SelengkapnyaDeddy memberi saran agar Polri di bawah naungan Panglima TNI atau berada di bawah Kemendagri.
Baca SelengkapnyaJokowi tak mau lagi ada korupsi di instansi atau jabatan yang strategis.
Baca SelengkapnyaSemua spanduk yang terpasang di beberapa lokasi itu dengan tulisan atau isi yang sama, namun berlatar warna yang berbeda-beda.
Baca SelengkapnyaDeddy mencontohkan bobroknya kinerja Polri, sehingga banyak aksi kriminal yang dilakukan anggota polisi.
Baca SelengkapnyaPresiden Jokowi menegaskan akan mengevaluasi perwira tinggi TNI yang menduduki jabatan sipil.
Baca SelengkapnyaPDIP terlihat melakukan perlawanan usai Golkar dan PAN gabung Prabowo
Baca SelengkapnyaBusyro menilai jika di Pemilu 2024 etika politik telah dikubur dan diganti dengan syahwat politik.
Baca Selengkapnya