Better experience in portrait mode.
Iklan - Geser ke atas untuk melanjutkan

UU Pemilu Legislatif, naga taurus sakit urat saraf

UU Pemilu Legislatif, naga taurus sakit urat saraf rapat paripurna DPR. ©2012 Merdeka.com

Merdeka.com - Berdasar penjelasan UU No 8/2012 Tentang Pemilihan Umum Anggota DPR, DPRD dan DPD (Pemilu Legislatif), saat ini kita orang berada dalam alam kasunyatan "penguatan dan pendalaman demokrasi (deepening democracy)." Bernuansa mistis mendhem jero dan ngebor-ngebor.

Kisahnya, UU Pemilu Legislatif proporsional daftar terbuka selalu beda maujud: dari UU No 12/2003, lalu UU No 10/2008, lantas UU No 8/2012. Gonta-gantinya ini bak mengenakan busana kondom sungut lele, lalu kondom duri belalai, lantas kondom duri bersungut-sungut.

Walau begitu, UU Pemilu tetap menyakralkan derajat keterwakilan yang lebih tinggi dan persamaan kesempatan bagi seluruh warga negara tanpa diskriminasi.

Maka, cermati keterwakilan penduduk buat DPR. Sebab jumlah penduduk Indonesia berdasarkan Keputusan KPU 9 Maret 2013 itu tercatat 251.824.296 juta dan kursi DPR-nya 560, maka kuota atau harga kursi nasionalnya 449.686 (251.824.296 juta dibagi 560 kursi). Alias, seekor anggota DPR eloknya mewakili 449.686 penduduk.

Nah, di sinilah perkaranya duduk ongkang-ongkang. Harga kursi termahal itu di kepulauan Riau yang berpenduduk 1.895.590 jiwa dibagi 3 kursi DPR-nya alias 631.863. Menyusul provinsi Riau (586.938), kemudian Nusa Tenggara Barat (539.857). Ketiganya 'underrepresented' alias keterwakilan kecut. Terhadap harga kursi nasional (449.686), harga kursi di kepulauan Riau itu 38,17 persen lebih mahal. Konsekuensinya, para caleg yang kampanye di sana haruslah berangpau tebal dan jika terpilih silakan nazaruddinan.

Sebaliknya, harga kursi termurah alias 'overrepresented' alias keterwakilan sumringah ditemui di Papua Barat (363.724), Kalimantan Selatan (376.895), Aceh (385.787) dan Sulawesi Selatan (390.338). Njomplang itu harga kursi kepulauan Riau (631.863) yang 62 persen lebih mahal ketimbang Sulawesi Selatan (390.338), alias ongkos kampanye di Sulawesi Selatan ecek-ecek dibandingkan dengan di kepulauan Riau. Paling diuntungkan jelas partai berbasis massa di Sulawesi Selatan.

Seakan persandingan daerah elite dengan kawasan kumuh blusukannya Jokowi adalah harga kursi di Sulawesi Selatan (cuma 390.338) dengan tetangganya Sulawesi Barat (529.721) dan Sulawesi Tenggara (538.325).

Secara umum, konsep alokasi kursi DPR diguna-guna. Buat pemilu 2014, Jawa 'overrepresented', karena harga kursi rata-ratanya 433.852 lebih murah ketimbang harga kursi nasional (449.686). Sedangkan luar Jawa 'underrepresented' (rata-rata 470.017). Artinya, konsep alokasi kursi Jawa-Luar Jawa pemilu 2004 (kala itu harga kursi di Jawa mahalan ketimbang di luar Jawa) telah tersihir jadi Luar Jawa–Jawa. Beralasanlah bila NKRI Harga Mati nggaib jadi NKRI Harga Tawar.

Bukan derajat keterwakilan, melainkan bejatnya keterwakilan yang lebih tinggi. Alih-alih persamaan kesempatan, tapi persamaran kesempitan. Lalu, apa yang diperbaiki oleh UU No 8/2012? Mengapa bisa demikian?

Terawang punya terawang, agaknya tanggal diundangkannya UU No 8/2012 pada 11 Mei 2012 itu adalah penyebabnya. Tergolong Naga Taurus yang sakit urat saraf dan jantungan. Harinya, Jumat Kliwon, berwuku Bala, dinaungi Bethari Durga, sangar menakutkan, suka bikin huru-hara dan gak bisa memperbaiki apapun. Juga dibandingkan dengan nasib Papua dan Sulawesi Utara yang kursinya ditilep, penganak-emasan Sulawesi Selatan berkursi amat murah itu, mungkin gara-gara bersemayamnya Bethara Kala, yang menurut komiknya RA Kosasih lakinya Bethari Durga. Pantesan, Papua gak betah ber-NKRI.

Saat diundangkan, naga-naganya gak dislametin dengan sesajen nasi dang-dangan beras sepitrah, ayam hitam mulus dipanggang dan 7 macam sayuran.

Oleh karenanya, UU No. 8/2012 bisa merangsang keributan. Seperti lazimnya gugatan di Mahkamah Konstitusi mancanegara oleh masyarakat, LSM, parpol (terutama yang tersantet larangan berpemilu) atau pemda yang bersangkutan.

Kita orang ada lebih mujur, gak perlu repot-repot nggugat, lantaran tersedia jalan pintas gaib. Aralnya wuku Bala itu disantet dan diracun. (mdk/tts)

Geser ke atas Berita Selanjutnya

Cobain For You Page (FYP) Yang kamu suka ada di sini,
lihat isinya

Buka FYP
Walhi DKI Jakarta: RUU DKJ Sarat Muatan Nepotisme
Walhi DKI Jakarta: RUU DKJ Sarat Muatan Nepotisme

Walhi DKI Jakarta menyoroti adanya dewan kawasan aglomerasi dalam RUU DKJ

Baca Selengkapnya
VIDEO: Isi Putusan MK Ubah Aturan Pilkada, Partai Bisa Usung Cagub Tanpa Punya Kursi DPRD
VIDEO: Isi Putusan MK Ubah Aturan Pilkada, Partai Bisa Usung Cagub Tanpa Punya Kursi DPRD

Mahkamah Konstitusi putuskan mengubah aturan Undang-Undang Pilkada mengenai aturan pencalonan kepala daerah.

Baca Selengkapnya
Partai Gelora Sebut Putusan MK Soal Syarat Usung Calon Kepala Daerah Tak Sesuai Permohonan Uji Materi
Partai Gelora Sebut Putusan MK Soal Syarat Usung Calon Kepala Daerah Tak Sesuai Permohonan Uji Materi

MK membuat norma pengaturan baru tentang syarat pencalonan berdasarkan jumlah penduduk dan prosentase suara sah partai.

Baca Selengkapnya
LIVE VIDEO: MK Putuskan Partai Bisa Usung Cagub Meski Tak Punya Kursi DPRD
LIVE VIDEO: MK Putuskan Partai Bisa Usung Cagub Meski Tak Punya Kursi DPRD

Putusan perkara nomor 60/PUU-XXII/2024 ini diajukan Partai Buruh dan Partai Gelora dibacakan di gedung MK, Jakarta Pusat, Selasa (20/8).

Baca Selengkapnya
Mahasiswa Unusia Ubah Gugatan Syarat Capres-Cawapres: Wakil Kepala Daerah Bisa Maju Pilpres
Mahasiswa Unusia Ubah Gugatan Syarat Capres-Cawapres: Wakil Kepala Daerah Bisa Maju Pilpres

Gugatan yang diajukan Brahma berubah sehingga wakil gubernur diharapkan bisa menyalonkan diri sebagai capres-cawapres.

Baca Selengkapnya
Hakim MK Arief Hidayat: Indonesia Tak Baik-Baik Saja, Sistem Bernegara Sudah Jauh dari Pembukaan UUD 1945
Hakim MK Arief Hidayat: Indonesia Tak Baik-Baik Saja, Sistem Bernegara Sudah Jauh dari Pembukaan UUD 1945

Hakim Konstitusi Arief Hidayat menilai, Indonesia tidak dalam kondisi yang baik-baik saja.

Baca Selengkapnya
Titi Anggraini soal Putusan MK: Pemilih Tidak Harus Berhadapan dengan Calon dari Koalisi Obesitas
Titi Anggraini soal Putusan MK: Pemilih Tidak Harus Berhadapan dengan Calon dari Koalisi Obesitas

Anggota Dewan Pembina Perludem ini mengatakan, putusan MK tersebut langsung berlaku di Pilkada serentak 2024.

Baca Selengkapnya
2 Bulan Disahkan Jokowi, UU DKJ Digugat ke MK
2 Bulan Disahkan Jokowi, UU DKJ Digugat ke MK

Kader Demokrat mengajukan permohonan uji materiil terhadap Undang-Undang Daerah Khusus Jakarta (UU DKJ) ke Mahkamah Konstitusi (MK).

Baca Selengkapnya