Anjani Sekar Arum, Jaga Seni Bantengan Lewat Motif Batik
Bantengan sendiri adalah kesenian tarian khas dengan iringan musik jaranan yang rancak.
Bantengan sendiri adalah kesenian tarian khas dengan iringan musik jaranan yang rancak.
Anjani Sekar Arum, Jaga Seni Bantengan Lewat Motif Batik
Anjani Sekar Arum (33) mengenalkan kesenian tradisional Bantengan lewat lembaran batik karyanya. Motif Bantengan menjadi ciri khas, sekaligus sarana mengenalkan seni budaya khas Kota Batu itu kepada khalayak.
Lebih dari 2.000 karya motif batik telah dihasilkan Anjani dengan nama brand Batik Banteng Agung. Seluruh karyanya pun mengangkat motif utama berupa kepala banteng.
"Selalu ada kepala banteng, bunga tujuh rupa, dupa, kemenyan, arang, alat musiknya, cemeti. Semua unsur itu kita aplikasikan dalam batik. Jadi kalau tidak ada kepalanya biasanya dimunculkan bunga tujuh rupa atau yang lain."
Kata Anjani kepada merdeka.com di Komplek Galerinya, Dusun Binangun, Desa Bumiaji, Kecamatan Bumiaji, Kota Batu, Senin (23/10).
@merdeka.com
Bantengan sendiri adalah kesenian tarian khas dengan iringan musik jaranan yang rancak.
Tarian tersebut secara khusus menggunakan sejumlah sarana, termasuk kepala banteng yang terbuat dari kayu.
Penari Bantengan sebanyak dua orang, masing-masing berada di bagian kepala dan ekor (depan dan belakang).
Penari di dalam tubuh Bantengan itu akan bergoyang dan bergerak mengikuti irama serupa jaranan, selain juga disertai suara lecutan cemeti. Penari Bantengan biasanya juga dalam kondisi trace.
Kesenian Bantengan populer di Jawa Timur, termasuk di Batu, Malang, Mojokerto dan sekitarnya, dengan menonjolkan masing-masing ciri khas. Ribuan kelompok kesenian Bantengan diperkirakan hidup dan tumbuh di kampung-kanpung di kawasan tersebut hingga sekarang ini.
"Salah satu misinya memang memperkenalkan budaya Bantengan itu. Biar terus dikenal, karena orang pasti nanya, apa sih maksudnya kepala Banteng, dari situ kita mempromosikan budaya Bantengan," ungkapnya.
Anjani sendiri tumbuh dalam lingkungan keluarga seniman, sebelum kemudian bergelut sebagai seniman lukis dan pengusaha batik.
Ayahnya adalah Agus Tobron Riyanto, seorang pegiat komunitas seniman Kota Batu.
Sejak kecil, kesenian Bantengan menjadi tontonan rutin dan selalu ditunggu terutama saat karnaval. Karena itu kesenian Bantengan sudah menjadi sesuatu yang mendarahdaging dalam kehidupannya.
"Canggah saya (ayahnya kakek) itu pendekar Bantengan. Kemudian menurun ke ayah saya, pendiri komunitas pegiat budaya Nuswantara. Ayah banyak mengembangkan kesenian termasuk Bantengan ini. Saat karnaval gitu yang paling ditunggu pasti kelompok Bantengan, sruduk sana sruduk sini. Jadi budaya favoritnya Kota Batu, termasuk saya," akunya.
Seni Bantengan dan Motif Batik
Awalnya Anjani berkonsentrasi pada seni lukis, bahkan kuliahnya juga mengambil Jurusan Seni, Fakultas Sastra Universitas Negeri Malang (UM). Sementara seni batik mulai dikenal dan digelutinya secara serius sekitar Semester 6.
Hasil karya batiknya pun dipublikasikan pada 2014, saat bersamaan Bantengan dipatenkan sebagai Seni Budaya Kota Batu. Saat itu, seluruh karyanya lebih terkonsentrasi sebagai karya berkesenian, dan belum terpikirkan menjadi sebuah bisnis.
"Awalnya hanya pameran tunggal saja karya batik saya dari tahun 2010 sampai 2014. Belum ada niat berjualan," ungkapnya.
Kala itu, Anjani hanya menciptakan aneka motif batik dalam urusan berkesenian.
Tetapi proses itu terus dibarengi innovasi baik motif banteng, ornamen, bentuk bahkan sampai teknik pembuatan.
Sehingga selalu saja muncul inovasi, apalagi didorong keinginan menjadikan Bantengan sebagai motif batik ciri khas Kota Batu.
"Kemudian banyak konsumen yang ingin memiliki batik kita, dengan ciri khas Bantengan yang mungkin hanya ada di kita. Karena kesenian Bantengan juga hanya di Jawa Timur, khususnya Kota Batu maka motif itu terus kita diproduksi," ungkapnya.
Motif Batik Bantengan karya Arjani rata-rata diproduksi tunggal, kendati demikian sudah lebih 2000 jenis motif dibuat selama bergelut di dunia batik.
"Biasanya kalau sudah laku, langsung kita bikin yang baru, bukan kita produksi terus dengan motif sama. Sudah laku ya sudah, kita bikin baru. Bantengnya pun setiap kain beda-beda, batik bantengan terbang dan bantengan dengan pakai kaki. Ada yang sekadar kita ambil ornamen kepala bantengnya, terus kita aplikasikan ke hewan lain, burung. Jadi tidak melulu kepala banteng," jelasnya.
Kini Batik Bantengan telah dipatenkan sebagai Batik Khas Kota Batu. Karya Arjani pun telah merambah pasar internasional. Pameran batik baik skala lokal, nasional maupun internasional pernah diikuti di antaranya di Australia, Malaysia, Singapura, Taiwan, Praha (Republik Ceko), India dan lain-lain.
Selain batik tulis, Anjani juga memproduksi batik cap dengan motif Bantengan. Dia juga memadukan berbagai bahan, termasuk bahan recycle untuk memenuhi permintaan pasar ke Jepang.
"Penjualan ke Jepang, dan kemarin baru MOU sama India. Mereka borong baju kita, kemudian buka butik di India," ungkapnya.
Sebulan produksi Anjani mencapai 250 peace dengan angka penjualan sekitar 75 persen. Jumlah tersebut belum termasuk batik cap yang diproduksinya 3 Ribu peace per bulan.
Batik cap dijual dengan harga Rp200 Ribu, sedangkan batik cap tulis dijual dengan harga kisaran Rp300 Ribu - 500 Ribu. Sementara batik tulis dibanderol mulai Rp450 Ribu sampai Rp18 Juta.
Motif Banteng dan Parpol
Motif Banteng dalam batik Bantengan Anjani, tidak terlepas dari isu dan suasana tahun politik. Walaupun motif Batik Bantengan tersebut mengacu pada kesenian Bantengan, dan bukan lambang sebuah partai politik. Termasuk jika sebuah institusi membeli batik karyanya, beberapa pikir-pikir saat memakai sebagai seragam.
"Kalau 2023 tadinya mungkin itu menjadi lahan bisnis kita ya. Tapi sekarang tahun politik sangat rawan apalagi di kalangan ASN dan pejabat. Ketika pesan batik dengan motif Bantengan mereka pada takut, dikira memihak pada salah satu Parpol," ungkapnya.
Kendati sebenarnya, Batik Bantengan tidak satu pun sama dengan lambang parpol tertentu. Tetapi motif Bantengan yang walaupun dilengkapi sayap dan warna lain, tetap saja sering dianggap dari partai tertentu.
"Batik kita kan jelas jelas Bantengan, kesenian budaya Kota Batu tidak ada kaitannya dengan parpol," tegasnya tersenyum.
Karena itu Anjani tidak berhenti menjelaskan dan meyakinkan pelanggan bahwa karyanya bukan dari partai tertentu. Justru karyanya itu mengangkat kesenian Bantengan agar tidak punah dan tetap terpelihara sebagai sebuah kesenian.
"Kita hanya mengangkat kepala, kepalanya pun tidak sama dengan kepalanya logo parpol. Itu kita di tahun politik," ungkapnya.
Jaga Batengan dan Batik
Lewat sanggar dan galerinya, Anjani menjaga kesenian Batengan sekaligus Batik. Sanggarnya menjadi tempat anak muda belajar tentang batik. Keseharian, anak-anak hingga mahasiswa mengantri mendapat kesempatan belajar di workshop galerinya.
Anjani bersama tim melatih anak-anak muda untuk membatik yang sebagian diberikan secara gratis. Pendidikan itu diberikan sebagai rangkaian upayanya melestarikan Seni batik dan seni Bantengan.
"Saya tidak bisa terlepas dari dunia pendidikan. Selama 6 Tahun menjadi Guru Seni Budaya di SMP 1 Batu. Sejak resign 2018, tetap komitmen di dunia pendidikan, mengajarkan batik," ungkapnya.
Galeri Anjani juga diperkaya sebagai lokasi wisata edukasi membatik. Karena itu sanggar dan galerinya menjadi destinasi wisata pendidikan di Kota Batu.
Selain itu juga menyerap puluhan tenaga kerja warga sekitar galeri. Mereka membawa garapan ke rumah masing-masing, dan mengembalikan saat tahap pewarnaan.
Atas semangat itu, Anjani pernah dinobatkan sebagai Entrepreneur Pemuda Pemula oleh Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (2018). Dua kali berturut-turut meraih penghargaan Wirausaha Muda 2018 dan 2019 dari Bank BUMN, dan juga mendapat Anugerah Satu Indonesia Awards 2017 dari PT Astra International Tbk.
"Jadi bagaimana kita bisa memperkenalkan budaya lewat sebuah produk yang di mana-mana orang pakai, dan bertanya kenapa kok batik Bantengan, ciri khas mana? Dengan orang bertanya pasti banyak tahu," ungkapnya.
Anjani juga Pendiri Komunitas Batik Cilik Indonesia. Komunitas itu secara berlahan telah didirikan di beberapa kota yakni Kota Batu, Jogyakarta, Singkawang dan terus berjejaring saling menguatkan.
"Saya ingin menciptakan Komunitas Pembatik Cilik se-Indonesia, dari Sabang sampai Merauke, itu mimpi yang saya kejar. Nanti tidak lama mau ciptakan di IKN (Ibu Kota Nusantara), pengin batik juga ada di IKN," ungkapnya.
Bagi Anjani, anak-anak adalah generasi penerus bangsa yang menjadi pewaris seni dan budaya. Mereka tentu harus disiapkan agar dapat menjadi penjaga warisan di masa depan, termasuk kesenian Bantengan dan Batik.