Anwar Usman Respons Kritikan soal Putusan MK Syarat Cawapres: Bagi Saya Obat, Sepahit Apa pun
Publik mengkritik keras MK buntut putusan mengabulkan sebagian gugatan batas usia capres-cawapres.
Anwar Usman menyampaikan terima kasih atas kritikan dan saran yang diberikan masyarakat untuk Mahkamah Konstitusi.
Anwar Usman Respons Kritikan soal Putusan MK Syarat Cawapres: Bagi Saya Obat, Sepahit Apa pun
Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) Anwar Usman mengklaim, dirinya bersama delapan hakim MK telah bekerja berdasarkan hukum acara yang berlaku. Dia juga mengaku tunduk kepada konstitusi dan takut kepada Tuhan Yang Maha Esa.
Pernyataan ini menanggapi laporan terhadap sembilan hakim MK buntut putusan batas usia capres-cawapres. Laporan tersebut akan ditangani Majelis Kehormatan Mahkamah Konstitusi (MKMK).
"Kami hanya tunduk kepada konstitusi serta hanya takut kepada Tuhan Yang Maha Kuasa, sesuai dengan putusan yang sampaikan tadi," kata Anwar Usman kepada wartawan dalam konferensi pers di Gedung MK, Jakarta, Senin (23/10).
Anwar Usman menjelaskan, dalam memutuskan sebuah perkara memang ada pro dan kontra sesama hakim atau perbedaan pendapat.
"Itulah makanya ada dissenting, ada concurring yang diberikan oleh hukum acara. Yang diberikan oleh ketentuan perundang-undangan," jelasnya.
Ipar Presiden Joko Widodo (Jokowi) ini menyampaikan terima kasih atas kritikan dan saran yang diberikan masyarakat untuk Mahkamah Konstitusi.
"Bagi kami, masukan, kritik, saran bahkan ya dari seluruh elemen masyarakat, elemen bangsa, bukan hanya memberikan kritik, saran, mungkin lebih dari itu. Tetapi bagi kami, terutama saya pribadi adalah obat, sepahit apa pun," ungkapnya.
"Karena tidak ada obat itu yang manis. Kritik, saran, masukan, catatan, apa pun, itu berfungsi untuk perbaikan masing-masing diri kami bersembilan, dan terutama sekali adalah untuk perbaikan lembaga yang kita cintai ini, MK. Siapa lagi yang menjaga kalau bukan kita semua?"
pungkasnya.
merdeka.com
Sebelumnya, MK menolak tiga perkara gugatan sidang permohonan uji materiil Pasal 169 huruf q Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu yang mengatur batas usia capres-cawapres. Keputusan itu diambil oleh 8 Hakim Konstitusi dalam Rapat Permusyawaratan Hakim (RPH).
Namun, Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) Anwar Usman tidak ikut RPH dalam memutuskan tiga perkara itu pada Selasa 19 September 2023.
Adapun ketiga perkara gugatan itu ialah Pertama, gugatan nomor 29/PUU-XXI/2023 dengan pemohon partai politik PSI, Anthony Winza Prabowo, Danik Eka Rahmaningtyas, Dedek Prayudi, dan Mikhael Gorbachev Dom. Dalam petitumnya mereka meminta usia minimal capres-cawapres ialah 35 tahun.
Kedua, gugatan nomor 51/PUU-XXI/2023 dengan pemohon Ketum Partai Garuda Ahmad Ridha Sabana dan Sekjen Yohanna Murtika. Petitumnya meminta usia minimal capres-cawapres 40 tahun atau berpengalaman penyelenggara negara.
Ketiga, gugatan nomor 55/PUU-XXI/2023 dengan pemohon Wali Kota Bukittinggi Erman Safar, Wakil Bupati Lampung Selatan Pandu Kesuma Dewangsa, Wakil Gubernur Jatim Emil Elestianto Dardak, Bupati Sidoarjo Ahmad Muhdlor dan Wakil Bupati Mojokerto Muhammad Albarraa. Mereka meminta usia minimal capres-cawapres minimal 40 tahun atau memiliki pengalaman sebagai penyelenggara negara.
Namun, MK mengabulkan gugatan lainnya bernomor 90/PUU-XXI/2023 dengan pemohon Almas Tsaqibbirru. Petitumnya adalah meminta ditambahkan frasa 'berpengalaman sebagai kepala daerah' sebagai syarat capres-cawapres.
Usai gugatan itu dikabulkan, publik memberikan reaksi negatif. Tak sedikit masyarakat yang menyebut MK sebagai Mahkamah Keluarga.
Lewat putusan tersebut, Anwar Usman dianggap memberikan jalan bagi Gibran yang merupakan keponakannya untuk maju sebagai cawapres lewat putusan MK.