Bawaslu Sebut Tak Ada Pelanggaran dalam Polemik Pilkada Banjarbaru, Ini Penjelasannya
meminta pihak yang merasa dirugikan atas keputusan KPU yang melakukan diskualifikasi agar menempuh upaya hukum.
Badan Pengawasan Pemilihan Umum (Bawaslu) buka suara perihal pelomik Pilkada Banjarbaru, Kalimantan Selatan
Pilkada tersebut mulanya diikuti dua pasangan calon. Yakni Erna Lisa Halaby dan Wartono mendapat nomor urut satu. Dan Aditya-Said Abdullah nomor urut dua. Tetapi satu paslon didiskualifikasi KPU setelah mendapat surat rekomendasi Bawaslu Provinsi Kalsel.
Anggota Badan Pengawasan Pemilihan Umum (Bawaslu) RI Lolly Suhenti meminta pihak yang merasa dirugikan atas keputusan KPU yang melakukan diskualifikasi agar menempuh upaya hukum.
"Sehingga dalam konteks ini ketika ada orang merasa keadilannya tidak terpenuhi, maka dia dipersilakan menempuh upaya hukum lainnya," kata Anggota Bawaslu RI Lolly Suhenti di Kepulauan Riau (Kepri), Rabu (4/12).
Lolly menjelaskan penyebab surat suara tidak dicetak ulang saat ada paslon yang dicoret kepesertaannya di pilkada. Secara singkat, dia menyebut dihitung dari waktu yang tersisa jelang pemungutan suara, hal itu sudah tidak memungkinkan.
"Sebenarnya. Tetapi dia sudah melampaui 30 hari. Sehingga secara teknis kalau kami bertanya ke KPU, secara teknis memang tidak dimungkinkan untuk pencetakan surat-suara ulang," katanya menjelaskan.
Dia meminta proses pilkada yang berjalan ini bisa dimengerti. Tetapi andai kata ada pihak merasa tak puas, silakan menempuh cara-cara sesuai aturan.
"Sehingga ketika proses ini berjalan secara norma, harusnya bisa diterima semua orang. Ada yang merasa keadilannya tidak terpenuhi, ya silakan tempuh mekanisme hukum yang lain. Tapi secara teknis di KPU koridornya," ujarnya.
Bawaslu Anggap Bukan Pelanggaran
Bawaslu juga menilai proses pilkada yang akhirnya tetap berjalan dipastikan tidak melanggar aturan. Begitu pun pada KPU, tidak membuat suatu pelanggaran. Meskipun dalam aturan KPU disebutkan jika calon dibatalkan atau didiskualifikasi maka surat suaranya tidak sah.
"Kalau yang dilakukan KPU ya tidak, karena dia menjalankan rekomendasinya dari Bawaslu. Sebenarnyakan di aturan yang kita punya dia sudah jelas. Begitu pasangan itu cuma satu maka itu harus dimaknai sebagai kolom kosong," tegasnya.
Sebelumnya, Ketua Komisi Pemilihan Umum (KPU) Kota Banjarbaru Dahtiar menyatakan klasifikasi suara tidak sah hasil pemungutan suara bukan hanya milik pasangan calon yang didiskualifikasi.
Berdasarkan hasil perhitungan dari Sirekap Pemilihan Wali Kota dan Wakil Wali Kota Banjarbaru 2024, kata Dahtiar, didominasi perolehan suara tidak sah.
Suara tidak sah mencapai 78.807 suara (68 persen), sedangkan pasangan Lisa-Wartono mendapatkan 36.113 suara (32 persen).
Dahtiar lantas menjelaskan mekanisme perhitungan dan penentuan pemenang mengacu pada Surat Keputusan KPU RI Nomor 1774 Tahun 2024.
Berdasarkan SK KPU itu, kata dia, aturan pemilihan di Kota Banjarbaru bukan dengan mekanisme kotak kosong, melainkan untuk satu pasangan calon.
"Dalam varian surat suara tidak sah, tidak sepenuhnya suara untuk paslon yang dibatalkan," kata Dahtiar di Banjarbaru, Kalimantan Selatan, Minggu (1/12), demikian dikutip Antara.
Seperti diketahui, Pemilihan Wali Kota Banjarbaru, Kalimantan Selatan, menjadi sorotan luas. Pilkada hanya diikuti oleh pasangan calon (paslon) tunggal, setelah Komisi Pemilihan Umum (KPU) mendiskualifikasi paslon lainnya.
Saat pencoblosan berlangsung, surat suara masih yang digunakan masih memakai format dua paslon. Pemilih yang mencoblos paslon yang didiskualifikasi KPU, suaranya dianggap tidak sah. Hasil pemilu pun mencengangkan, suara tidak sah menang secara jumlah.
Pilkada Banjarbaru awalnya diikuti oleh dua paslon. Erna Lisa Halaby dan Wartono mendapat nomor urut satu dan didukung oleh koalisi gemuk. Yaitu PKB, Gerindra, PDIP, Golkar, NasDem, Gelora, PKS, Garuda, PAN, PBB Demokrat, PSI dan Perindo.
Sedangkan pasangan Aditya-Said Abdullah didukung empat partai yakni PPP, Partai Buruh, Partai Ummat dan Hanura. Tetapi belakangan paslon ini didiskualifikasi KPU usai dilaporkan oleh Wartono ke Bawaslu dalam kasus dugaan pelanggaran pada 21 Oktober 2024. Dalam laporannya, Aditya diduga melanggar ketentuan Pasal 71 Ayat (3) Jo Ayat (5) UU Pilkada.
Ada enam laporan yang disampaikan. Yaitu terkait jargon 'Juara', program bedah rumah, RT Mandiri, angkutan feeder, hingga program bantuan sosial anak. Dari enam laporan, dua diterima.