Cerita Harga Minyak Akar Wangi Garut Dimainkan Broker Medan
Merdeka.com - Harga minyak akar wangi dari Kabupaten Garut saat ini tengah berada di harga jual yang lebih rendah dibanding 2018. Setiap kilogramnya, minyak akar wangi dari Garut dihargai Rp1,8 juta hingga Rp3,4 juta. Belum bisa menembus langsung pasar ekspor, harga minyak wangi Garut dikendalikan broker di Medan.
Sekretaris Dinas Pertanian Kabupaten Garut, Haeruman menyebut bahwa angka ideal harga minyak akar wangi paling murah di kisaran Rp3 juta hingga Rp8 juta rupiah.
"Tahun 2018, tepatnya di bulan September harga minyak akar wangi kita mencapai Rp8 juta per kilogram. Itu pun harga dari petani ke bandar. Kalau ke sananya bisa lebih (mahal) tentunya," ujarnya, Kamis (31/10).
-
Kenapa harga cengkih sekarang rendah? Komoditas cengkih pernah berjaya dan menjadi komoditas unggulan di Aceh pada era 1980-an. Namun, harga cengkih di pasaran kini tergolong rendah.
-
Kenapa harga Geti Wijen mahal? Kesulitan dalam membuat kuliner ini salah satunya adalah harga wijen yang makin hari makin mahal. Itu artinya modalnya harus terus bertambah,' keluhnya.
-
Dimana harga sembako masih tinggi? Harga sejumlah bahan pokok masih terpantau tinggi di beberapa daerah. Di Pasar Induk Rau, Serang, kondisi tersebut masih terjadi hingga Kamis (13/7) siang.
-
Apa itu Minyak Inti Sawit? Minyak inti sawit atau yang juga dikenal dengan sebutan palm kernel oil adalah minyak nabati yang diekstraksi dari biji (inti) buah kelapa sawit (Elaeis guineensis).
-
Bagaimana harga beras di pasaran? Harga beras di pasaran masih di atas Harga Eceran Tertinggi (HET) yang ditetapkan pemerintah.
-
Kenapa Garam Kusamba mahal? Untuk harga garam ini sendiri berkisar Rp30.000 per kilogram, atau sedikit lebih mahal dari garam pabrik yang harganya masih di angka Rp10.000 per kilogram.
Tingginya harga minyak akar wangi Garut sendiri, disebut Haeruman karena di September 2018 salah satu negara penghasil minyak akar wangi yaitu Haiti mengalami bencana yang luar biasa. Namun bagi petani akar wangi Garut hal tersebut menjadi berkah karena harga jualnya meningkat. Setelah Haiti sudah melewati masa krisisnya akibat bencana, harga jual minyak akar wangi Garut kembali turun drastis, kualitas premium dihargai maksimal Rp3,4 juta dan yang biasa Rp2,1 juta per kilogram.
"Memang kalau secara hitungan masih ada untung, tapi sangat sedikit sekali kalau dihitung bahan bakar hingga pekerja. Ada ketidakseimbangan antara harga jual minyak dengan keuntungan dan biaya operasional," katanya.
Ia menjelaskan bahwa kondisi pasar penerima minyak akar wangi seperti Eropa dan Amerika sebetulnya dalam kondisi stabil dan kalau pun ada penurunan tidak drastis. Namun karena adanya permainan broker maka untuk harga jual dikendalikan secara langsung oleh para broker minyak akar wangi.
"Jadinya ya mengikuti pasar yang dikendalikan broker karena kita juga tidak bisa menembus pasarnya langsung. Ini luar biasa memang," ungkapnya.
Tidak Ada Saingan di Indonesia
Haeruman menjelaskan bahwa sebetulnya minyak akar wangi dari Kabupaten Garut tidak ada saingan di Indonesia sehingga menjadi yang terbaik secara nasional. Namun jika dibandingkan dengan negara lain di Indonesia, maka minyak akar wangi dari Garut di urutan ketiga setelah Haiti dan Buorbon.
"Saat ini sebetulnya angka permintaan minyak akar wangi cukup besar dan kita sedang berusaha mencari peluang pasar yang harganya bagus, namun sekarang ini informasinya ada minyak akar wangi campuran sehingga kualitasnya berkurang dan merusak pasar," jelasnya.
Dengan melihat kondisi tersebut, Haeruman juga mengaku ingin bisa melakukan ekspor langsung ke negara yang membutuhkan karena tidak adanya saingan di Indonesia. Namun persoalannya pihaknya juga tidak bisa menembus bandar besar yang ada di Medan.
"Sekarang ini memang bandar dari Garut mengirim ke Medan lalu dilanjut ke Singapura. Kemungkinan yang ekspor ke Eropa dan Amerika ini dari Singapura," ungkapnya.
Setiap tahunnya, disebut Haeruman, Garut bisa menghasilkan 30 hingga 40 ton minyak akar wangi. Jumlah tersebut sebetulnya belum seluruh wilayah menghasilkan minyak dari wilayah yang ditetapkan oleh surat keputusan bupati seluas 2.400 hektare di 5 kecamatan.
Saat ini setiap hektare lahan, menghasilkan 17 hingga 18 ton tanaman akar wangi. Setiap ton tanaman akar wangi bisa menghasilkan 4 hingga 6 kilogram minyak akar wangi. "Sebetulnya setiap hektarenya bisa didorong menghasilkan tanaman hingga 30 ton, namun kebanyakan di kita petaninya tumpangsari dengan palawija sehingga tidak maksimal," katanya.
"Sekarang juga belum 2.400 hektare lahan yang ditanami akar wangi, hanya sebagian saja. Padahal kalau dimaksimalkan bisa menghasilkan 192 ton minyak akar wangi yang artinya minusnya masih banyak, lebih dari 152 ton, atau kalau diuangkan minimalnya Rp614,4 miliar," tambahnya.
Persoalan luasan yang belum maksimal tergarap, disebut Haeruman karena kebanyakan petani akar wangi di Kabupaten Garut yang belum memiliki lahan. Selama ini para petani kebanyakan menyewa lahan. "Kepemilikan lahan petani akar wangi di kita 0,2 hektare saja," katanya.
Terkendala Alat Penyulingan yang Belum Modern
Haeruman juga mengungkapkan bahwa saat ini para petani akar wangi di Kabupaten Garut yang dalam proses penyulingan masih menggunakan alat yang semi modern. Seharusnya, agar kualitas minyak akar wanginya baik diperlukan alat steam boiler yang mengatur secara otomatis tekanan selama proses penyulingan.
"Alatnya memang cukup mahal. Kalau tidak salah mencapai Rp2,5 milyar. Jadinya sekarang ya petani di kita menggunakan alat semi moderen di mana mereka terkadang memaksakan tekanannya hingga 3 bar dengan tujuan agar minyaknya cepat keluar. Bahan bakarnya juga sekarang menggunakan oli bekas," ujarnya.
Haeruman berharap agar Pemerintah Provinsi Jawa Barat memberikan support dengan membantu para petani akar wangi di Kabupaten Garut. "Ini kan menjadi satu-satunya kekayaan unggulan lokal Indonesia yang ada di Garut dan hanya ada di 3 negara, Indonesia, Haiti dan Buorbon," katanya.
Para petani akar wangi, lanjut Haeruman, saat ini terus berusaha memperbaiki kualitas minyak meski prosesnya dilakukan di alat yang masih semi modern. Hal tersebut dilakukan agar harga jual minyak lebih mahal atau berkualitas premium.
Ia mengatakan bahwa beberapa petani masih banyak menghasilkan minyak yang berbau gosong sehingga kemudian dilakukan perlakukan khusus agar tidak seperti itu. "Sebetulnya teknik penyulingan di Haiti itu masih kalah jauh modern dibanding dengan di kita. Namun minyak yang dihasilkan memiliki kualitas yang paling bagus di dunia. Mungkin harus belajar bagaimana caranya," ucapnya.
Kalau petani di Garut menggunakan oli bekas untuk membakar, Haeruman menyebut bahwa di Haiti menggunakan kayu bakar. Dengan penggunaan oli bekas, para petani harus melakukan proses penyulingan pertama selama 12 jam, dan yang kedua selama 8 jam.
"Kita tentunya akan mendorong agar bagaimana caranya kualitas minyak akar wangi kita semakin bagus dan harganya mahal, ditambah juga secara jumlah semakin meningkat," tutupnya.
(mdk/bal)Cobain For You Page (FYP) Yang kamu suka ada di sini,
lihat isinya
Komoditas cengkih pernah berjaya dan menjadi komoditas unggulan di Aceh pada era 1980-an. Namun, harga cengkih di pasaran kini tergolong rendah.
Baca SelengkapnyaDi panen ini, mereka hanya menerima nominal amat kecil yakni Rp700 per kilogram. Ini jauh dari pendapatan saat harga normal, di kisaran Rp4.000 per kilogram
Baca SelengkapnyaWali Kota Semarang Hevearita Gunaryanti Rahayu menemukan harga cabai masih tinggi setelah meninjau Pasar Jatingaleh, Semarang, Rabu (20/12).
Baca SelengkapnyaHarga cabai rawit merah di pasar tersebut mengalami lonjakan dari Rp.65.000 per kilogram menjadi Rp.85.000 per kilogram.
Baca SelengkapnyaKarena dua faktor ini harga bawang merah bertahan mahal.
Baca SelengkapnyaMenteri Perdagangan Zulkifli Hasan menilai harga cabai rawit sebesar Rp23.000 per kg di pasar Malangjiwan di Karanganyar, Jawa Tengah terlampau murah.
Baca SelengkapnyaHarga rumput laut belakangan anjlok sehingga dikeluhkan para petani di Kampung Sembilangan, Taruma Jaya, Kabupaten Bekasi.
Baca SelengkapnyaPemerintah sedang melihat ketersediaan stok bawang merah yang berada di Bima, Nusa Tenggara Barat (NTB).
Baca SelengkapnyaOmzet pedagang beras di sejumlah pasar di Garut, Jawa Barat, diketahui mengalami penurunan yang cukup signifikan.
Baca SelengkapnyaDua petani tersebut marah karena harga wortel mereka turun drastis di pasaran.
Baca SelengkapnyaPermendag terkait HET MinyaKita telah diharmonisasi pada Kamis (18/7) malam.
Baca Selengkapnya"Mereka cerita apa tolong kami pak, karet kami harganya hancur sudah, pupuknya mahal, obat-obatanya mahal," kata Ganjar
Baca Selengkapnya