Cerita Kapolda Riau jadi Guru Matematika di Sekolah Pelosok
Merdeka.com - Kapolda Riau Irjen Agung Setya Imam Effendi mendatangi sekolah dasar (SD) di pelosok Riau yang sempat viral di media sosial. Agung mengunjungi murid-murid kelas jauh SDN 010 Desa Batu Sasak, Kecamatan Kampar Kiri Hulu, Kabupaten Kampar, Riau.
Dia datang bersama anak buahnya dari Pekanbaru, berjarak ratusan kilometer hanya untuk ke sana. Bahkan, dia menyempatkan diri menjadi guru matematika bagi puluhan anak-anak harapan bangsa yang tinggal di bawah kaki deretan Bukit Barisan, Dusun Sialang Harapan.
Kondisi sekolah sangat jauh dari standar. Lantai beralaskan tanah, dan dinding batu bata sebagian namun tidak diberikan cat tembok. Daun jendela juga belum ada. Agung ingin membantu pembangunan sekolah tersebut.
-
Dimana sekolah itu berada? Peristiwa itu terjadi di Sekolah Al-Awda di Abasan al-kabira, bagian selatan Jalur Gaza dekat Khan Younis.
-
Bagaimana kondisi bangunan SDN Cipaku saat ini? Yang tersisa di antaranya dinding, pondasi antara tembok dengan lantai dan logo dari beton bertuliskan SDN Cipaku yang sudah tidak utuh.
-
Bagaimana kondisi rumah? Meskipun demikian, menariknya beberapa perabotan masih tersusun rapi.
-
Bagaimana kondisi rumah di permukiman terbengkalai? Rata-rata, rumah di permukiman padat tersebut masih berbentuk utuh, dan tak jauh dari pinggir jalan.Semakin dalam masuk ke dalam gang, beberapa rumah yang awalnya masih layak ditinggali, perlahan-lahan berganti menjadi rumah yang tampak rusak karena tidak terurus lama.
-
Bagaimana kondisi rumah dinas bupati saat ini? Namun saat dilihat lebih dekat, bangunan tersebut sudah tak digunakan lagi. Sudah banyak bagian rumah itu yang rusak. Bahkan dinding-dinding bercat putih itu telah penuh oleh coretan.
-
Kenapa siswa di SDN Ambon belajar di lantai? Tidak ada bangku membuat para siswa harus duduk di lantai dan menunduk saat menulis materi pelajaran.
"Saya mengajar mata pelajaran matematika bilangan baris kepada anak-anak kita yang cerdas, dan pintar-pintar tersebut. Mereka semangat dan pandai matematika. Ini modal guna memperoleh ilmu lebih tinggi dan mempraktikannya dalam kehidupan sehari-hari," ucap Agung, Jumat (1/11).
Dia juga memberikan kesempatan kepada seorang bocah berpakaian batik lengan dipadukan celana merah panjang, bernama Afrizal, untuk memakai topi dengan bintang dua di atasnya serta tongkat komando miliknya.
"Saya ingin jadi seperti Bapak, ingin jadi polisi, jika saya besar nanti. Itu cita-cita saya Pak," kata Afrizal disambut dengan suara tawa dan tepuk tangan saat mendengarkan harapannya.
Agung kemudian menjawab. "Suatu hari semoga bisa menggantikan Kapolda," doa Agung.
Agung bahagia menjadi guru Matematika sesaat di SDN 01. Ia bangga berada di tengah-tengah anak-anak cerdas tersebut. Namun, ia lebih bangga lagi saat mengetahui ternyata pembangunan kelas di sekolah dasar tersebut ada peran seorang anggota polisi lalu lintas Polda Riau bernama Bripka Ralon Manurung.
SDN 010 Desa Batu Sasak semula merupakan sekolah cabang tahun 2006. Bangunan sekolah ketika itu apa adanya, dan jauh dari pikiran banyak orang yang serba wah. Orang-orang menyebutnya Sekolah Marjinal.
Meski posisi sekolah jauh dari kota, namun Agung meminta agar tidak ada lagi penyebutan sekolah marjinal, melainkan sekolah harapan.
"Sekolah ini tidak boleh disebut sekolah marjinal, tapi sekolah harapan. Tidak hanya harapan desa dan adik-adik namun juga harapan Indonesia," ujar Agung.
Awalnya, bangunan kelas terbuat dari kayu, termakan usia akhirnya menjadi lapuk dengan kondisi memprihatikan. Walau demikian, anak-anak Dusun Sialang Harapan tetap bersemangat belajar di bawah bangunan tersebut.
Bagi murid-murid ingin bersekolah di sekolah induk, SDN 010, mereka harus berjalan kaki membelah hutan serta menyeberangi sungai. Jika air sungai naik, anak-anak tersebut tak bisa bersekolah.
Dengan kondisi tersebut, warga desa bernama Riko, kebetulan teman kuliah istrinya, Maria Farida Naibaho, berkenalan secara tidak sengaja dengan Ralon.
Kala itu, Ralon sedang bertugas di depan kantor Gubernur Riau, Jalan Sudirman, Pekanbaru, mengatur lalu lintas jalan, sekitar November 2017, melihat sekelompok warga dimotori Riko, sedang meminta bantuan pembangunan lokal sekolah tersebut.
Dari sinilah cerita berawal, hingga tercetus di benak Ralon, ia harus mewujudkan keinginan anak-anak di Desa Batu Sasak untuk memperoleh ilmu dengan bersekolah. Bahkan emas perhiasan milik istrinya juga disumbangkannya saat mengetahui sekolah tersebut dibangun atas swadaya masyarakat masih mengalami kekurangan dana.
Kondisi tersebut menggambarkan bagaimana Ralon kecil harus berjalan kaki belasan kilometer untuk bersekolah bersama-sama dengan anak-anak Suku Sakai di pelosok Kabupaten Siak, SDN 058 Kandis.
Ralon tak mau, apa yang pernah ia alami menimpa anak-anak tersebut. Karena itu, dia bertekad membantu membangun sekolah di Dusun Sialang Harapan secara permanen. Setelah dihitung-hitung, jumlah dana dibutuhkan Rp14,5 juta.
"Padahal, uang sumbangan baru terkumpul Rp12,5 juta. Ada kekurangan Rp2 juta. Saya ngomong dengan istri, bagaimana jika kita jual untuk menutupi kekurangan biaya pembangunan. Istri setuju perhiasan emasnya dijual," kata Ralon.
Agung memberikan apresiasi dan terima kasih memuji apa yang dilakukan Bripka Ralon Manurung.
"Ini adalah aksi natural dan nyata dari seorang Bintara kita membangun sekolah ini menggunakan uang tabungannya, Bripka Ralon Manurung. Ini merupakan sesuatu sangat luar biasa, inilah nilai kita untuk saling membantu ketika saudara kita kesusahan," kata Agung.
Agung berharap, apa yang dilakukan oleh Bripka Ralon Manurung ini ini dapat berdampak lebih luas kepada masyarakat di Riau.
"Kami ingin melihat ke lapangan secara nyata, hal-hal apa yang ada. Kami ingin bekerja sama dengan guru, dengan Dinas Pendidikan, dengan dinas-dinas lain bersama-sama membangun mewujudkan Indonesia Maju," pintanya.
Selama berada di sekolah tersebut, tidak hanya murid-murid saja antusias, namun juga para orang tua murid termasuk warga.
(mdk/ded)Cobain For You Page (FYP) Yang kamu suka ada di sini,
lihat isinya
Sebanyak 18 siswa kelas 1 di SDN 02 Desa Tanjung, Kecamatan Koto Kampar Hulu, Kabupaten Kampar, Riau belajar di ruangan bekas water closet (WC).
Baca SelengkapnyaKondisi bangunan bekas WC itu tak layak pakai. Jauh dari standar sekolah seperti biasanya.
Baca SelengkapnyaPerjalanan ke tempat bertugasnya itu harus ditempuh dengan penuh perjuangan.
Baca SelengkapnyaKarena kekurangan ruangan kelas sehingga harus digunakan bangunan yang tidak layak tersebut
Baca SelengkapnyaBahkan, para guru ini harus menggunakan perahu untuk menuju ke tempat sekolah tersebut.
Baca Selengkapnyakondisi bangunan ruang kelas sekolah Madrasah Ibtidaiyah (MI) Al Ikhlas Gunung Halu, Kabupaten Bandung Barat, Jawa Barat.
Baca SelengkapnyaKondisi seperti ini sudah terjadi sejak 2014, karena kursi dan meja sudah rapuh.
Baca SelengkapnyaSelain kondisi gedung sekolah yang perlu diperbaiki, dewan guru pun menyampaikan bahwa SDN 7 Suana kekurangan meja dan kursi.
Baca SelengkapnyaBegini penampakan bangunan SMA di Alor yang sangat menyedihkan dan penuh keterbatasan.
Baca SelengkapnyaKegiatan belajar mengajar (KBM) tanpa meja kursi di sekolah itu sudah berlangsung lebih dari dua tahun.
Baca SelengkapnyaBeberapa sekolah kekurangan siswa. Namun kegiatan belajar mengajar tetap berjalan.
Baca SelengkapnyaSelain menjaga keamanan sebagai polisi, sosoknya diketahui telah berhasil membangun sebuah sekolah menengah kejuruan (SMK) miliknya sendiri.
Baca Selengkapnya