Better experience in portrait mode.
Iklan - Geser ke atas untuk melanjutkan

Derita nelayan terhempas reklamasi Pantai Manado

Derita nelayan terhempas reklamasi Pantai Manado Reklamasi pantai Manado. ©2016 merdeka.com/tommy lasut

Merdeka.com - Lelaki paruh baya ini terlihat sedih saat berkisah. Wajahnya muram mengenang kejadian yang dialami orang tuanya beberapa tahun silam.

"Ayah saya pernah melaut sendiri. Usai melaut dan hendak masuk lokasi tambatan, perahunya dihantam ombak dan hancur. Beruntung beliau selamat namun yang tersisa hanya pakaian di badan. Semua peralatan melaut tenggelam dan hilang bersama ikan hasil tangkapan," jelas Selsius Mohede, pekan lalu.

Selsius adalah warga Kelurahan Bahu Lingkungan I, Kecamatan Malalayang, Kota Manado, Sulawesi Utara. Saat ditemui di daseng Bahu, Selsius sedang berkumpul bersama beberapa nelayan lainnya. Seluruhnya adalah warga sekompleks. Daseng merupakan istilah nelayan di kota Manado untuk pondok kecil tempat berkumpul nelayan.

Orang lain juga bertanya?

Dengan bibir sedikit bergetar, dia berujar, pengalaman pahit orang tuanya banyak menimpa nelayan lain. Hal itu terjadi sejak dilakukan reklamasi di teluk Manado demi kepentingan bisnis. Pantai berpasir yang kerap digunakan sebagai dermaga tak ada lagi. Hilang berganti kokohnya susunan batu pelindung kawasan reklamasi.

Batu-batu berukuran besar tersusun rapat dan menjadi pengaman lahan reklamasi. Keindahan pasir pesisir pantai terganti dengan cadasnya mineral padat ini. Dilihat dari laut, bebatuan hitam nampak angkuh sebagai pelindung lahan dari laut. Tak jauh dari situ berjejer gedung-gedung mewah.

"Dulu, jika cuaca buruk dan gelombang besar kami bisa melabuhkan perahu di mana saja di lokasi pantai berpasir. Sekarang tidak ada lagi pantai berpasir didekat pemukiman. Yang ada hanya dinding batu," urainya dengan kesal.

reklamasi pantai manado

Reklamasi pantai Manado ©2016 merdeka.com/tommy lasut

Emosinya agak terpancing usai menceritakan kisah yang menimpa sang ayah. Kenangan buruk terhempas ombak selalu saja menghantui nelayan, ketika hendak masuk lokasi tambatan apalagi saat cuaca ekstrem.

Dia pun mengaku kecewa dengan janji pemerintah yang tak kunjung ditepati. Saat reklamasi akan dimulai, nelayan di sekitar Bahu Mall sempat dijanjikan pembangunan tempat tambatan perahu. Tahun berganti tahun, janji tinggal janji.

Di dekat lokasi tempat dia tinggal memang tidak tersedia tambatan perahu yang layak. Padahal ada ratusan perahu nelayan di sana. Satu-satunya tempat tambatan perahu berada di Daerah Aliran Sungai (DAS) Bahu. Sekitar 10 hingga 50 meter dari muara sungai. Di situ berjejer puluhan perahu dengan berbagai ukuran.

Muara sungai Bahu menjadi batas alam kawasan reklamasi Bahu Mall dan posisinya berada tepat disamping lahan 16 persen. Lahan ini disediakan sebagai hutan kota oleh reklamator PT Bahu Cipta Persada. Semilir air DAS Bahu terdengar sayup di ujung lahan.

DAS ini memiliki lebar delapan meter dengan kedalaman sekitar 2,5 meter. Jika sungai meluap dan laut pasang, kedalaman dapat mencapai lima meter. Di mulut muara putaran arus sering tak stabil, tergantung dorongan dua kekuatan besar sungai dan laut. Terkadang arus berputar tak tentu arah.

Nelayan terpaksa bertaruh nyawa saat hendak melabuhkan perahunya melalui muara. Apalagi jika musim cuaca buruk. Tenaga ekstra harus dikeluarkan untuk menerjang keganasan ombak dan putaran arus.

Naiknya debit air sungai ditambah gelombang pasang menjadi tantangan hidup mati pada saat hendak berlabuh. Salah menentukan jalur berakibat fatal. Perahu akan hancur terhempas ke dinding batu pembatas reklamasi. Di sini nyawa pun bisa melayang.

Benar-benar sebuah perjuangan yang tak sebanding. Nelayan harus beradu nyawa demi melabuhkan hasil tangkapan ikan yang sedikit. Jika dijual, hanya cukup untuk makan dua hari saja, karena harus berbagi dengan kebutuhan lain.

Derita nelayan belum berhenti. Saat musim angin barat cuaca berubah menjadi ekstrem. Puluhan perahu yang terparkir di sepanjang DAS Bahu harus diikat kencang. Jika tidak, perahu hanyut dan tenggelam bahkan hancur diterjang ombak. Tak ada tanggul penahan ombak yang disediakan.

Tanam pohon penahan ombak

Sadar lokasi tambatan perahu mereka tak aman, sejak tahun 2000-an silam Selsius dan puluhan nelayan lainnya mengambil inisiatif menanam pohon di sekitar muara sungai. Pohon yang ditanam adalah jenis pohon bahu dan ketapang.

Biji ketapang sering dikonsumsi warga karena rasanya yang gurih mirip kenari. Kebanyakan penggemarnya adalah anak-anak. Kedua jenis pohon ini pun dipilih sebagai pohon pelindung karena mampu bertahan lama dan termasuk jenis tanaman yang banyak hidup di pesisir pantai. Tampilannya rindang dan kokoh.

"Selain berfungsi sebagai pelindung dari terpaan matahari, pohon-pohon tersebut dapat mencegah abrasi akibat hantaman ombak. Perahu kami juga aman karena terlindung. Tak hanya itu, pohon kan dapat menyerap gas apa itu yang tidak baik bagi manusia," jelas lelaki berkulit sawo matang ini.

Meski hanya berprofesi sebagai nelayan, dia ternyata paham jika pohon dapat menyerap karbondioksida (CO2) walau agak sulit menyampaikan dengan bahasa ilmiah. Pemahaman tersebut sangat membanggakan untuk ukuran nelayan tradisional.

Pohon ketapang atau Terminalia Catappa memang pohon perindang yang dapat menyerap karbondioksida meski tak sehebat pohon trembesi. Sebagai pohon peneduh yang banyak ditanam di pinggir jalan, tanaman berdaun lebar tersebut juga berfungsi sebagai penyerap unsur pencemar kimiawi.

reklamasi pantai manado

Reklamasi pantai Manado ©2016 merdeka.com/tommy lasut

Peraturan kemudian dibuat untuk melindungi kelangsungan hidup tanaman rindang ini. Tak tertulis dan hanya berdasarkan kearifan lokal masyarakat setempat. Siapa pun dilarang menebang dan mengambil bagian kayu dari pohon yang ditanam. Pelanggar aturan akan berhadapan langsung dengan seluruh nelayan.

Kini, pohon bahu dan ketapang milik nelayan telah berukuran tinggi lima hingga 10 meter. Manfaatnya pun sangat terasa. Suasana di sekitar lokasi tambatan perahu menjadi sejuk. Daseng nelayan dibangun di antara rerimbunan pohon. Meski terbilang darurat, daseng menjadi tempat bercengkerama sambil mempersiapkan segala sesuatu sebelum maupun sesudah melaut.

Pondok sederhana beratap terpal tua ini kerap menjadi tempat menggantung harapan. Selain penghentian proyek reklamasi, masyarakat nelayan meminta pemerintah kota untuk menyediakan fasilitas yang layak demi keberlangsungan hidup mereka.

"Sebelum tahun 2015, bantuan gampang didapat namun sekarang agak susah. Harus punya kelompok sendiri dan tergabung dalam koperasi. Kalau bisa kami diberi kemudahan dalam membentuk dan mengurus persyaratan koperasi," pinta Dantje Paiman, rekan seprofesi Selsius.

Penghasilan nelayan menurun

Kisah sulit nelayan tersebut merupakan dampak reklamasi pantai seluas 73 hektare dari total luas keseluruhan 82,9 hektare. Dengan alasan investasi dan pembangunan kota, keberadaannya jelas telah membuat ribuan nelayan terpinggirkan.

Terdapat tujuh pengembang reklamasi pantai masing-masing PT Bahu Cipta Persada (Bahu Mall) dengan existing 10,6 hektare, PT Sulenco Boulevard Indah (Boulevard Mall) 7,3 hektare, PT Kembang Utara 2 hektare, PT Gerbang Nusa Perkasa (Manado Town Square) 10,7 hektare, PT Mega Surya Nusa Lestari (Mega Mall) 36 hektare, PT Papetra (Blue Banter) 8 hektare dan PT Multi Cipta (Marina) seluas 8,3 hektare.

Rekayasa alam yang dilakukan pihak pengembang menyebabkan terganggunya keanekaragaman hayati, seperti terumbu karang dan jenis ikan di sekitarnya. Mirisnya, sebagian teluk Manado masuk kawasan Taman Nasional Bunaken yang harus dilindungi.

"Dulu banyak jenis ikan di sekitar teluk. Malah sekitar tahun 80-an pernah ada ikan tuna yang terdampar saking banyaknya. Semenjak direklamasi terjadi perubahan arus dan ikan jarang muncul apalagi ikan teri," ujar Jemmy Keintjem, nelayan lainnya.

Ikan teri banyak diburu nelayan karena digemari masyarakat. Ikan jenis ini sangat laku di pasaran. Namun saat ini kawanan ikan teri sulit ditemukan di teluk Manado. Meski sedang musim, nelayan harus berlayar jauh keluar untuk menangkapnya.

Kondisi ini, menurut Jemmy, diperparah dengan meningkatnya tingkat kekeruhan air yang disebabkan produksi limbah dan sampah masyarakat. Pelak saja, beberapa jenis ikan yang biasanya hidup di perairan ini memilih menjauh untuk mencari habitat lain.

Dapat ditebak penghasilan pun menurun. Sebelum reklamasi hasil tangkapan ikan teri bisa mencapai 200 kilogram per perahu di saat musim. Kini, hasil tangkapan merosot hingga 50 persen. Belum lagi biaya operasional yang semakin tinggi karena lokasi tangkapan yang jauh.

Otomatis, mereka harus merogoh kantong lebih dalam untuk membeli bahan bakar mesin perahu. Penghasilan dan pendapatan sering tak seimbang membuat kegiatan melaut semakin sulit dilakukan.

Menjalani berbagai pekerjaan sampingan seperti menjadi sopir angkot dan pekerja bangunan pun dilakukan. Bahkan ada yang terpaksa berhenti melaut. Ekonomi nelayan terganggu. "Banyak anak nelayan yang putus sekolah karena kesulitan ekonomi," papar Jemmy. Suaranya terdengar pelan.

reklamasi pantai manado

Reklamasi pantai Manado ©2016 merdeka.com/tommy lasut

Meski menjawab satu persatu semua pertanyaan, sesekali dia nampak termenung dengan tatapan kosong. Lelaki yang mengaku telah melakoni profesi sebagai nelayan selama 25 tahun ini, sepertinya tengah memikirkan sesuatu yang berat dalam hidupnya.

Sementara itu, Sekretaris Asosiasi Nelayan Tradisional (ANTRA) Kota Manado, Sudirman, mengakui terdapat ratusan nelayan yang beralih profesi. Pengembangan kawasan komersial membuat posisi nelayan terjepit.

Jumlah nelayan yang terdata ANTRA Manado sebanyak 580 orang. Sedangkan total nelayan yang dirilis Jaringan Koalisi Rakyat untuk Keadilan Perikanan (KIARA) berjumlah 29.500 orang yang tersebar sepanjang pesisir Malalayang hingga Meras. Ribuan nelayan di kota ini terancam kehilangan pekerjaan.

"Jika tidak mengerjakan pekerjaan sampingan di sela-sela pekerjaan melaut, maka mereka akan kesulitan menghidupi keluarga. Mereka harus pintar-pintar mencari jalan keluar permasalahan ini," tutur Sudirman yang juga seorang nelayan. Jika senggang dia pun harus membuat dan menjual jaring penangkap ikan bagi nelayan modal besar.

Reklamasi pantai dituding merusak lingkungan

Reklamasi pantai merupakan intervensi manusia terhadap alam untuk menambah luas daratan. Perubahan bentang alam yang dilakukan bukan tanpa konsekuensi.

"Tak bisa dipungkiri, reklamasi merusak lingkungan. Yang paling nampak adalah menebalnya lumpur di teluk Manado. Ini merusak lingkungan," ujar Sudirman lagi.

Lebih jauh lelaki yang akrab disapa Dirman ini bahkan menuding penyebab banjir bandang pada 2014 silam merupakan sumbangsih proyek ambisius reklamasi. Berbagai alasan yang dikemukakannya cukup masuk akal.

"Banjir besar yang kemarin itu akibat reklamasi karena terjadi kenaikan permukaan air di muara sungai. Kondisi ini diperparah dengan pendangkalan laut akibat lumpur seperti yang saya katakan tadi," serunya dengan geram.

Data BNPB pada tanggal 22 Januari 2014 menyebut 23.204 KK terkena dampak dan 10.844 rumah rusak akibat banjir tersebut. Berbagai penyakit seperti diare kemudian menimpa warga yang berada di tenda-tenda pengungsi.

Ronald Sinaulan, warga Bahu Lingkungan VI, Kecamatan Malalayang mengatakan, warga sekitar turut merasakan perubahan cuaca. Terasa lebih panas dan menyengat dari tahun-tahun sebelumnya, terlebih di musim kemarau.

Dikatakannya, hal ini akibat ketersediaan pohon di kawasan reklamasi tak seimbang dengan jumlah gedung. Belum lagi intensitas penggunaan peralatan mesin serta konsentrasi aktivitas padat manusia dan kendaraan yang turut menyumbang polusi udara.

Memang kawasan reklamasi di pantai Manado merupakan pusat bisnis. Terdapat enam Mall besar, hotel, deretan lokasi kuliner, gedung-gedung kantor swasta dan ratusan gerai bisnis dari berbagai jenis usaha berdiri megah di sana.

Minimnya jumlah pohon penyerap karbondioksida dan gas beracun lainnya membuat kawasan ini boleh dikata minim wawasan lingkungan. Belum lagi persoalan lahan 16 persen sebagai hutan kota yang beralih fungsi.

"Lahan hutan kota malah didirikan kantor Dinas Pariwisata dan kini tak terpakai lagi. Malah ada restoran mewah Big Fish lagi di lahan ini," kata Ronald.

Tempat tinggal lelaki yang bekerja sebagai karyawan swasta ini di sekitar kawasan reklamasi Bahu Mall. Dia juga mengeluhkan sulitnya mencari kawasan pantai yang dapat diakses publik.

Pesisir pantai barpasir dan pemandangan hutan mangrove yang asri merupakan hal yang langka di Kota berjuluk ‘City of Blessing’. Kawasan pantai yang dapat diakses publik hanya berada di pinggiran kota tepatnya di perbatasan Manado dan Minahasa. Tempat tersebut menjadi lokasi wisata pantai satu-satunya yang ramai dikunjungi warga.

reklamasi pantai manado

Reklamasi pantai Manado ©2016 merdeka.com/tommy lasut

Selain itu, ada lokasi Daseng Panglima di Kelurahan Sario Tumpaan diberikan sebagai lahan terbuka pantai. Namun daseng yang dikelola nelayan ini hanya seluas 40 x 150 meter. Jauh dari harapan untuk menambatkan ratusan perahu nelayan.

Kepala Dinas Tata Kota Manado, Benny Mailangkay, saat ditanyakan terkait lahan reklamasi enggan berkomentar. Meski kawasan bisnis ini masuk dalam ranah Tata Kota, dia menolak memberi keterangan. Menurut dia, reklamasi Teluk Manado merupakan wewenang Asisten I Wali Kota.

"Saya tidak tahu. Silakan tanya ke Pak Asisten I," singkatnya sambil buru-buru menutup sambungan telepon.

Sementara, Kabid AMDAL Badan Lingkungan Hidup Kota Manado, Alfrida Solo Allo, mengaku pihaknya belum terlibat saat proyek tersebut dimulai. Saat itu BLH Kota masih berstatus Kantor Lingkungan Hidup, sehingga kajian dampak lingkungan dibahas di tingkat Kementerian namun pengawasannya di tingkat provinsi.

Dirinya mengatakan tak berkompeten memberi keterangan lantaran proyek berjalan sebelum ada BLH Manado. "Saya tidak bisa bilang memenuhi syarat atau tidak karena buktinya reklamasi sudah ada. Berarti secara hukum sah pada waktu itu," ujarnya sambil tersenyum.

Menurutnya reklamasi melalui proses kajian yang cukup panjang dengan melibatkan berbagai aspek. Yang jelas, dikatakan wanita asal Tanah Toraja tersebut, reklamasi menggunakan acuan hukum yang jelas.

"Kalau dulu acuannya PP 27 tahun 1999 tentang Analisa Mengenai Dampak Lingkungan Hidup (AMDAL) kalau sekarang PP 27 tahun 2012 tentang Izin Lingkungan," urai dia.

Reklamasi pantai Manado di mata akademisi

Pemerhati lingkungan dari Universitas Sam Ratulangi (Unsrat) Manado, Winda Mercedes Mingkid, membenarkan jika beberapa dampak negatif reklamasi Pantai Manado yaitu penurunan fungsi ekonomi bagi nelayan dan kawasan ekologi di perairan ini.

"Fungsi ekonomi bagi nelayan berkurang karena wilayah tangkapan jadi lebih jauh. Berarti terjadi penambahan biaya operasional. Kalau fungsi ekologisnya, ikan-ikan dan karang-karang yang ada di tempat yang landai setelah ditimbun jadi lebih dalam. Pantai memang bisa kembali sesuai fungsinya tapi tidak semerta-merta dalam waktu satu dua bulan," ungkap Winda.

Doktor jebolan Tokyo University of Marine Science and Technology ini mengatakan, pernah dilakukan penelitian terhadap karang lembut (soft coral) dan karang keras (hard coral) di lokasi dekat wilayah reklamasi. Hasilnya, soft coral bisa tumbuh kembali dalam lima hingga 10 tahun. Berbeda dengan hard coral yang pertumbuhannya sangat lambat. Dalam setahun karang ini hanya hanya bisa tumbuh sekitar 0,5 inci.

"Tapi secara ekologis (pantai) itu kan telah berubah. Yang biasanya landai kan sudah jadi dalam. Jadi secara ekologis berubah fungsinya," ujar dia berulang kali.

Untuk meminimalisir dampak negatif tersebut, dia berharap ada kajian mendalam dengan melibatkan berbagai komponen penting sebelum melakukan perluasan wilayah reklamasi. Pemerintah, pengusaha, masyarakat dan para akademisi dari berbagai latar belakang pendidikan harus duduk bersama secara intensif.

Winda yang juga salah satu Guru Besar Unsrat Manado bersikap obyektif dalam menyikapi permasalahan reklamasi pantai. Dia menyadari bahwa terdapat manfaat postif dari pembangunan kawasan komersial tersebut, di antaranya penambahan penerimaan PAD dan serapan tenaga kerja lokal. Namun pembangunan tak boleh berjalan tanpa memikirkan aspek-aspek lain seperti lingkungan hidup.

"Apalah artinya pembangunan itu kalau hanya bergerak dalam waktu singkat dan tidak sustainable atau tidak berkelanjutan, karena sekarang semua harus menggunakan sistim sustainable development. Intinya kolaborasi terintegrasi kerja," paparnya.

Terkait kenaikan permukaan air laut dan sungai sebagai salah satu penyebab banjir dikaitkan dengan reklamasi pantai, dia menilai, hubungannya masih terlalu jauh. Kenaikan permukaan air adalah dampak perubahan iklim yang disebabkan pemanasan global.

reklamasi pantai manado

Reklamasi pantai Manado ©2016 merdeka.com/tommy lasut

Demikian juga cuaca panas di sekitar wilayah reklamasi bukan dampak langsung dari proyek perluasan daratan tersebut. Hal tersebut merupakan dampak pemanasan global secara keseluruhan tak hanya di Kota Manado.

"Kalau perubahan iklim paling utama disebabkan efek gas rumah kaca atau GRK. Uap air laut yang paling banyak sebagai GRK. Kemudian karbondioksida, metana, karbon monoksida dari asap knalpot kendaraan dan masih banyak gas lain lagi,” urai mantan Putri Ayu Indonesia ini.

Namun, reklamasi bukan berarti terlepas dari konsep lingkungan hidup. Pemanfaatan lahan hutan kota yang telah disediakan harus dioptimalkan sebagai bentuk daya dukung lingkungan sekitar.

"Harus ditanami pohon sebanyak-banyaknya agar menyerap karbondioksida," pungkas dia. (mdk/cob)

Geser ke atas Berita Selanjutnya

Cobain For You Page (FYP) Yang kamu suka ada di sini,
lihat isinya

Buka FYP
FOTO: Resah Nelayan Muara Angke Terdampak Reklamasi di Teluk Jakarta, Kini Melaut Makin Jauh
FOTO: Resah Nelayan Muara Angke Terdampak Reklamasi di Teluk Jakarta, Kini Melaut Makin Jauh

Proyek reklamasi di teluk Jakarta berdampak pada banyak hal, salah satunya membuat hidup nelayan Muara Angke semakin susah. Berikut potretnya:

Baca Selengkapnya
Ridwan Kamil: Reklamasi di Utara Jadi Masa Depan Jakarta
Ridwan Kamil: Reklamasi di Utara Jadi Masa Depan Jakarta

RK percaya, selama reklamai tidak merusak lingkungan, maka hal itu menjadi sesuatu yang baik seperti dicontohkan negara maju lainnya.

Baca Selengkapnya
FOTO: Masifnya Pembangunan Perniagaan dan Hunian di Utara Jakarta Bikin Nasib Pendapatan Nelayan Dadap Berkurang Drastis
FOTO: Masifnya Pembangunan Perniagaan dan Hunian di Utara Jakarta Bikin Nasib Pendapatan Nelayan Dadap Berkurang Drastis

Hasil tangkapan nelayan Dadap mengalami penurunan drastis akibat gencarnya pembangunan di pesisir utara Jakarta.

Baca Selengkapnya
Menteri Trenggono: Pemanfaatan Pasir Laut untuk Kebutuhan Domestik dan Jaga Keberlanjutan Ekologi
Menteri Trenggono: Pemanfaatan Pasir Laut untuk Kebutuhan Domestik dan Jaga Keberlanjutan Ekologi

Di dalam negeri sendiri proyek reklamasi cukup banyak seperti di Surabaya, Jakarta, Batam, hingga Kalimantan.

Baca Selengkapnya
Pengadaan Lahan Belum Tuntas, Proyek Rempang Eco City Belum Bisa Jalan
Pengadaan Lahan Belum Tuntas, Proyek Rempang Eco City Belum Bisa Jalan

Warga asli Pulau Rempang menolak keras relokasi dan penggusuran rumah yang sudah mereka tinggali.

Baca Selengkapnya
Melihat Kehidupan Nelayan Pesisir Utara Jawa di Masa Kolonial, Alami Kondisi Serba Sulit
Melihat Kehidupan Nelayan Pesisir Utara Jawa di Masa Kolonial, Alami Kondisi Serba Sulit

Masuknya modal asing dan kapitalisme modern mendorong munculnya pranata ekonomi baru di kalangan masyarakat nelayan.

Baca Selengkapnya
46 Hektare Mangrove Raib Dampak Proyek Pembangunan Tol Semarang - Demak
46 Hektare Mangrove Raib Dampak Proyek Pembangunan Tol Semarang - Demak

Proyek pembangunan ruas jalan tol seksi I Semarang - Sayung yang dilakukan pemerintah pada tahun 2023 berimbas pada ekosistem lingkungan hidup.

Baca Selengkapnya
Konflik Pulau Rempang Tak Hentikan Investasi, Warga Disiapkan Rumah Baru dan Kompensasi Rp1,2 Juta
Konflik Pulau Rempang Tak Hentikan Investasi, Warga Disiapkan Rumah Baru dan Kompensasi Rp1,2 Juta

Bahlil mengatakan kegiatan investasi tersebut diperlukan untuk menggerakkan roda ekonomi dan penyerapan tenaga kerja.

Baca Selengkapnya
Duka Warga Pesisir Padang Pariaman, Rumahnya Hancur Dihantam Abrasi Bertahun-Tahun
Duka Warga Pesisir Padang Pariaman, Rumahnya Hancur Dihantam Abrasi Bertahun-Tahun

Tingginya gelombang dan naiknya permukaan laut merusak rumah warga

Baca Selengkapnya
FOTO: Potret Kehidupan Warga Pulau Rempang Terancam Terusir dari Tanah Leluhur
FOTO: Potret Kehidupan Warga Pulau Rempang Terancam Terusir dari Tanah Leluhur

Investasi besar-besaran dari China mengancam kehidupan warga Pulau Rempang yang telah berada di pulau itu lebih dari seabad lalu.

Baca Selengkapnya
Nelayan di Tarakan Bersyukur Dapat Perlindungan Sosial
Nelayan di Tarakan Bersyukur Dapat Perlindungan Sosial

Menjadi nelayan merupakan sebuah profesi yang memiliki resiko., tidak jarang harus berjumpa dengan badai di tengah laut.

Baca Selengkapnya