Di Hadapan Mahasiswa ITB, Laksamana Sukardi Jelaskan Komorbid yang Bisa Menghancurkan Negara
Komorbid bangsa dimaksud Sukardi sudah dirangkum dalam sebuah buku karyanya berjudul Pancasalah.
Komorbid bangsa yang dimaksud Sukardi sudah dirangkum dalam sebuah buku karyanya berjudul Pancasalah.
Di Hadapan Mahasiswa ITB, Laksamana Sukardi Jelaskan Komorbid yang Bisa Menghancurkan Negara
Laksamana Sukardi memberikan petuah untuk para mahasiswa baru Institut Teknologi Bandung (ITB) mengenai pentingnya menjadi manusia yang berdaya. Hal tersebut merupakan faktor penting dan bekal menghadapi kehidupan yang dinamis. "Saya harus memberikan prioritas memberikan semangat dan masukan bekal hidup mereka, apalagi baru masuk ITB, universitas yang prestisius, tapi kan setelah mereka lulus mereka akan menghadapi masalah-masalah yang sangat dinamis," kata Sukardi di Kampus ITB Jatinangor, Kabupaten Sumedang, Kamis (17/8).
Menurut dia, sebuah negara bisa maju atau tidak bergantung pada kualitas sumber manusia. Ini menjadi tantangan bagi Indonesia menghadapi bonus demografi pada tahun 2030, di mana masyarakat didominasi usia produktif.
Sukardi menjelaskan, negara-negara di dunia ada yang berpenghasilan tinggi, rendah, menengah. Semua itu tidak tergantung dari sumber daya alam yang dimiliki, tetapi justru dari sumber manusianya.
"Nah memasuki tahun 2030 kita akan mendapatkan bonus demografi. Umur 16-64 itu akan jauh lebih banyak dibanding yang umur 65 ke atas," kata Sukardi.
Namun menurut Sukardi, bonus demografi akan percuma jika mereka tidak berdaya karena menjadi beban negara. Mantan Menteri BUMN era era Megawati Soekarnoputri ini menyampaikan data dari Bank Dunia yang harus menjadi perhatian anak muda sekarang. Indonesia memiliki produktivitas manusia yang rendah. Dari skala 0 sampai 1 angkanya 0,5. Sedangkan negara di kawasan Asia atau Asia Tenggara seperti Korea, Taiwan, Singapura angkanya 0,8 ke atas. "Jadi bukan masalah Indonesia orangnya bodoh semuanya, apakah tidak ada orang pinter. Banyak orang pinter. Makanya tadi saya katakan ada komorbid bangsa yang harus dipahami,” ucap dia.
Komorbid Indonesia
Komorbid bangsa yang dimaksud Sukardi sudah dirangkum dalam sebuah buku karyanya berjudul Pancasalah. Isinya adalah lima kesalahan yang dipelihara sehingga menjadi masalah. Di antaranya, salah kaprah adalah pancasalah pertama. Dia mencontohkan pemimpin yang bersifat feodal, seperti otoriter, KKN, korupsi, sehingga membuat kekecawaan rakyat terakumulasi dan bisa terjadi perang saudara.
Perselisihan ideologi pun akan membuat juga perang saudara. Negara-negara gagal seperti Syiria, bermula dari perang ideologi. Dia memastikan tidak mempermasalahkan ideologinya, tetapi ketika tidak sepakat terhadap sebuah ideologi negara itu akan terjadi perang.
Salah asuh mengeksploitir jabatan untuk memperkaya diri.
"Di Partai pokitik juga seperti itu. Itu salah asuh. Salah asuh ini akan membuat manusia tidak mendapat insentif untuk bekerja keras dan juga untuk berfikir secara kritis,” ucap dia.
Pancasalah berikutnya adalah salah lihat. Sukardi mengambil contoh kasus hukum yang ada, namun tidak tuntas. Dampaknya, masyarakat tidak melihat dengan terobosan pandangan yang transparan Saat itu dia melihat dalam zaman modern memanipulasi fakta di mana calon pemimpin ada buzzer, menggunakan internet diproyeksikan orang itu menjadi baik padahal bukan orang baik. "Ini tidak terjadi di Indonesia saja tapi di seluruh negara demokrasi seperti itu, meskipun kadarnya berbeda. Salah lihat di Korea Utara berbeda dengan di Indonesia. Kalau di Korea Utara itu totally salah lihat," jelas dia.
Lalu, salah tafsir. Kita pasti kenal istilah UUD yang merupakan singkatan dari ujung-ujungnya duit, ada istilah markus singkatan dari makelar kasus. Penafsiran hukum dibedakan untuk orang-orang tertentu . Dia mengatakan, selama ini markus masih ada. Ketidakpastian hukum itu membuat investor tidak mau masuk Indonesia karena persaingan usaha bisa menggunakan hukum untuk menghancurkan usaha lainnya.Salah Tata Kelola
"Dan juga salah tata kelola. Itu lebih sulit dimengerti karena bangsa yang barbar sulit mengerti good governance. Cuma saya garis bawahi secara singkat tata kelola yang baik akan membuat korupsi sulit dilakukan. Tata kelola yang buruk akan membuat korupsi mudah dilakukan di negara tersebut. Jadi memang tata kelola itu tidak boleh salah," pungkasnya.