Guru Besar UIN Walisongo: Ulama Moderat Lebih Luwes Menyikapi Perbedaan
Masyarakat juga diimbau agar tidak terlalu cepat menilai kapasitas seseorang atau kelompok tanpa mengetahui latar belakangnya.
Eksistensi Indonesia sebagai negara multikultural didukung para kiai dan ulama yang mampu mengakomodasi berbagai golongan.
Guru Besar UIN Walisongo: Ulama Moderat Lebih Luwes Menyikapi Perbedaan
Kolaborasi ulama dan umara yang adil dan bijaksana tidak hanya menghasilkan tata kelola pemerintahan efektif, namun juga dapat menjadi teladan bagi masyarakat. Guru Besar Universitas Islam Negeri (UIN) Walisongo, Syamsul Ma'arif mengatakan bahwa kedekatan kedua pihak ini pada dasarnya mampu membawa manfaat bagi banyak orang.
Akrabnya kaum ulama dengan unsur pemerintahan di Indonesia sudah dimulai dari masa perjuangan kemerdekaan. Kala itu, para kiai ikut menyerukan ribuan santrinya untuk ikut berjuang mengusir penjajah. Menurutnya, ulama yang memiliki kedekatan dengan Pemerintah tidak bisa langsung dijustifikasi sebagai suatu kezaliman.
Syamsul mengatakan, umumnya kolaborasi yang terjadi justru menghasilkan perundang-undangan dan tata kelola negara yang lebih komprehensif karena melibatkan ulama-ulama yang menjadi corong kepentingan masyarakat.
"Hubungan ulama dan umara di Indonesia begitu kuat, sudah berlangsung lama. Ini tergambar dari seruan Mbah Hasyim Asy'ari di masa perjuangan 'cinta negara atau nasionalisme adalah bagian dari keimanan'," kata Syamsul, Rabu (26/6).
Syamsul yang juga menjabat sebagai Ketua FKPT (Forum Koordinasi Pencegahan Terorisme) Jawa Tengah periode 2022-2025 ini menyebutkan, eksistensi Indonesia sebagai negara multikultural turut didukung oleh para kiai dan ulama yang mampu mengakomodasi berbagai golongan budaya dan kepercayaan.
Dia menilai adanya upaya delegitimasi dari kalangan tertentu terhadap ulama moderat dan para santri. Meski begitu, Syamsul menganggap bahwa narasi yang menyudutkan ini biasa terjadi di negara demokrasi dan cukup ditanggapi dengan santai.
"Ulama moderat adalah kalangan yang lebih luwes dalam menyikapi perbedaan dan dinamika Indonesia sebagai suatu bangsa. Wajar jika kemudian dalam perkembangannya, mereka memiliki kedekatan tersendiri dengan Pemerintah Indonesia."
jelas Syamsul Ma'arif.
merdekacom
Syamsul juga tidak menampik bahwa ilmu agama dan kedekatan dengan Pemerintah tidak bisa dijadikan modal tunggal untuk mempromosikan seseorang tanpa dibekali kemampuan pendukung lainnya. Masyarakat juga diimbau agar tidak terlalu cepat menilai kapasitas seseorang atau kelompok tanpa mengetahui latar belakangnya."Rakyat Indonesia jangan mudah termakan narasi yang bernuansa dikotomis dan memecah belah persatuan bangsa. Peran ulama dan umara yang berkelindan justru dapat berfungsi sebagai pengingat serta kontrol sosial dan politik antara satu dengan lainnya," pungkasnya.