Empat Rekan Tersangka Taruna STIP Tingkat Dua Lolos dari Jeratan Hukum Atas Kematian Juniornya
Keempat rekan tersangka turut menyaksikan penganiayaan yang menewaskan Putu.
Saat kejadian, terdapat empat orang lainnya yang merupakan teman seangkatan Tegar.
Empat Rekan Tersangka Taruna STIP Tingkat Dua Lolos dari Jeratan Hukum Atas Kematian Juniornya
Kepolisian telah menetapkan satu orang tersangka atas kematian mahasiswa tingkat satu Sekolah Tinggi Ilmu Pelayaran (STIP) Putu Satria Ananta Rustika.
Pelaku tidak lain adalah seniornya sendiri tingkat dua, Tegar Rafi Sanjaya (19).
Padahal pada saat kejadian, terdapat empat orang lainnya yang merupakan teman seangkatan Tegar. Mereka turut menyaksikan penganiayaan yang menewaskan Putu..
Kapolres Metro Jakarta Utara, Kombes Pol Gidion Arif Setyawan penetapan Tegar sebagai tersangka tunggal sehubungan dengan pasal yang disangkakan. Yakni pasal 338 KUHP berisikan 'Barang siapa dengan sengaja merampas nyawa orang lain, diancam karena pembunuhan'.
Dan atau Pasal 351 ayat 3 'penganiayaan biasa yang berakibat luka berat dan mati. Jika mengakibatkan mati, diancam dengan pidana penjara paling lama tujuh tahun.'
Diterangkan Gidion pada saat kejadian, pelaku ingin memberikan 'penindakan' kepada Putu dan empat teman seangkatannya karena memakai seragam olahraga untuk mengikuti kegiatan belajar.
Maksud dari 'penindakan' itu yakni memberikan pendisiplinan dari senior ke juniornya karena dirasa ada yang salah oleh korban dan teman-temannya.
Kelima taruna angkatan satu itu kemudian digiring ke salah satu kamar mandi di lantai 2 oleh para seniornya.
Namun 'penindakan' yang dilakukan malah berupa fisik. Dimana korban malah dipukul bagian ulu hatinya oleh Tegar seorang.
"Karena pasalnya kan barang siapa yang melakukan (pembunuhan), menghilangkan nyawa orang, melakukan kekerasan menyebabkan hilangnya nyawa orang. Jadi jika menilik konstruksi pasal ini jelas tidak, tidak jadi tersangka teman korban," ungkap Gidion di Polres Metro Jakarta Utara, Sabtu (4/5).
Namun Gidion masih perlu mendalami apakah tradisi 'penindakan' tersebut yang dilakukan secara fisik masih dilakukan di STIP.
"Tapi kalau dalam konteks pelanggaran disiplin internal di STIP, mungkin-mungkin saja, kita ga ngerti. Boleh ndak melakukan penindakan seperti itu," jelasnya.
Sebelumnya, atas kasus kematian Putu, pihak keluarga menduga pelaku tidak sendirian pada saat melakukan penganiayaan.
"Kalau pun ada 1 atau 4 (pelaku), kalau pun dia gak mukul tapi ada disitu, megangin misal, seharusnya dia jadi tersangka. Enggak bisa dia beralibi seperti, saya cuma lihat doang, saya enggak mukul atau saya cuma pegangin doang," ungkap kuasa hukum keluarga Put, Tumbur Aritonang di RS Polri Kramatjati, Sabtu (4/5).
Tumbur beralasan pada saat penganiayaan Putu terjadi terdapat orang lain yang keluar masuk kamar mandi. Hal itu berdasarkan informasi yang diterimanya.
"Kami minta tolong diusut secara tuntas karena keluarga gak yakin ini 1 lawan 1, 1 pelaku melawan almarhum Putu itu gak yakin. Siapa saja orang yang ada di dalam saat kejadian, pas sudah kejadian siapa yang keluar, itu yang kalau yang saya dengar infonya ada 4 orang, cuman saya belum pastikan berapa orang total pelakunya," pungkas dia.
Oleh karenanya, pihak keluarga berharap agar kepolisian yang menangani kasus tersebut dapat menjerat orang yang terlibat dalam kasus penganiayaan berhujung tewasnya salah seorang taruna angkatan satu itu.
Sebab orang yang turut melihat atau pun membantu dikatakannya juga dapat dijerat hukuman seperti tersangka.
"Ada pelaku satu kakak tingkat dua, baru dia sih (yang dinyatakan sebagai pelaku oleh polisi), cuma pada dasarnya kami, saya mewakili pihak keluarga gak yakin itu satu orang," beber dia.