Gelar Seminar, Spentera Bahas Langkah Strategis Penanganan Kejahatan Siber di Indonesia
Direktur Cyber Intelligence PT Spentera, Royke Tobing mengatakan Indonesia sebenarnya tidak dapat terlepas dari ancaman perang siber
Direktur Cyber Intelligence PT Spentera, Royke Tobing mengatakan Indonesia sebenarnya tidak dapat terlepas dari ancaman perang siber
Gelar Seminar, Spentera Bahas Langkah Strategis Penanganan Kejahatan Siber di Indonesia
Perusahaan konsultasi keamanan siber, PT Spentera gelar seminar bertajuk Hacktrace Cyberwolf Con pada Kamis (25/4).
Dalam agenda tersebut Spentera bahas ancaman dan upaya pengamanan keamanan siber di Indonesia.
Seminar tersebut soroti ancaman di dunia siber yang kian kompleks, dan bagaimana penanganan ancaman siber dalam sektor keuangan di Indonesia.
Direktur Cyber Intelligence PT Spentera, Royke Tobing mengatakan Indonesia sebenarnya tidak dapat terlepas dari ancaman perang siber.
"Kita satu-satunya negara kepulauan yang dilewati tiga alur laut di perairan kita. Jadi kita sangat strategic, makanya kita akan selalu menjadi target operasi segala macam operasi,"
ungkap Roy dalam seminar di The Westin Hotel, Jakarta.
Menurut Roy ada dua sektor di suatu negara yang sangat krusial dan akan berdampak besar jika terkena serangan siber, yaitu energi dan keuangan.
Sektor keuangan seperti perbankan merupakan sektor yang jadi sasaran empuk ancaman siber. Roy mengaku di Indonesia sendiri, hanya sektor jasa keuangan termasuk perbankan yang sudah sangat matang dalam upaya pengamanan siber.
"Bisa saya bilang perbankan itu sudah di path yang benar. Hanya kalau masih ada insiden ini satu hal, karena penyerang akan terus menunggu saat-saat lengah," ucapnya.
Lalu ia menilai perlu adanya pematangan sistem keamanan siber di semua sektor.
"Negara-negara Amerika Serikat dan Amerika Latin itu udah lebih dari itu. Tidak hanya sektor keuangan yang sadar, transportasi sadar. Jangan salah kapal laut itu bisa dihack," tuturnya.
Terkait langkah-langkah yang perlu dilakukan pemerintah Indonesia dalam pengamanan siber. Roy menyebut perlu untuk memperhatikan 3 hal, yaitu people, process, dan technology.
People mengacu pada pemahaman dari sumber daya manusia. Ia menyebut sebagian besar masalah yang muncul dalam dunia siber disebabkan oleh human eror.
Sementara process merupakan penyusunan regulasi yang dilakukan ketika sumber daya manusia sudah memiliki kompetensi yang memadai.
Lalu teknologi merujuk pada penggunaan dan pembelian alat-alat teknologi sebagai penunjang ketika regulasi dan prosedur sudah tersusun dengan baik.
"Ketika (3 hal) ini tidak dilakukan secara berurutan, maka itu biasanya yang akan muncul berbagai masalah," jelasnya.
Reporter magang: Antik Widaya Gita Asmara