Guru Besar Jelaskan Aturan Pemerintah dan Permenkes Mengatur Penyeragaman Kemasan Rokok
Guru Besar dari Universitas Sahid Jakarta memberikan pendapat mengenai kebijakan Kementerian Kesehatan melalui usulan Rancangan Peraturan Menteri Kesehatan
![Guru Besar Jelaskan Aturan Pemerintah dan Permenkes Mengatur Penyeragaman Kemasan Rokok](https://cdns.klimg.com/mav-prod-resized/0x0/ori/image_bank/2024/12/20/155208.899-kata-guru-besar-soal-peraturan-pemerintah-dan-permenkes-terkait-penyeragaman-kemasan-rokok-1.jpg)
Kebijakan yang diusulkan oleh Kementerian Kesehatan (Kemenkes) melalui Rancangan Peraturan Menteri Kesehatan (Permenkes) dianggap melanggar hierarki peraturan perundang-undangan yang ada. Aturan yang merupakan turunan dari Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 28 Tahun 2024 ini diperkirakan akan bertentangan dengan Undang-Undang (UU), yang memiliki kedudukan hukum lebih tinggi.
"Urutan perundang-undangan telah jelas menetapkan kedudukan yang lebih tinggi, yaitu dimulai dari Undang-Undang Dasar (UUD), UU, kemudian PP, dan selanjutnya," ungkap Guru Besar Universitas Sahid Jakarta, Kholil, dalam keterangan tertulisnya pada Kamis (19/12).
Dia juga menambahkan bahwa Rancangan Permenkes tampaknya berusaha untuk melangkahi hierarki peraturan hukum yang ada dengan menyalahi aturan yang lebih tinggi.
"Mestinya peraturan yang lebih rendah tidak boleh bertentangan dengan yang lebih tinggi," kata Kholil.
Menurutnya, terdapat dua kebijakan dalam Rancangan Permenkes yang berpotensi bertabrakan dengan beberapa peraturan yang lebih tinggi. Salah satu contohnya adalah rencana untuk menyeragamkan kemasan rokok tanpa mencantumkan identitas merek, yang bertentangan dengan UU Nomor 20 Tahun 2016 tentang Merek dan Indikasi Geografis.
"UU tersebut menyatakan bahwa merek dapat ditampilkan secara grafis berupa gambar, logo, nama, kata, huruf, angka, susunan warna untuk membedakan," jelas Kholil.
Selain itu, dia juga menunjukkan bahwa Rancangan Permenkes dan PP 28/2024 bertentangan dengan UU Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen. Dalam UU tersebut, Kholil menekankan bahwa konsumen memiliki hak untuk mendapatkan informasi yang jelas dan detail mengenai produk yang mereka beli dan konsumsi.
"Artinya, hak konsumen untuk mendapatkan info produk secara jujur, benar, dan lengkap tidak bisa diperoleh jika Rancangan Permenkes diterapkan," tambahnya. Dengan demikian, ada kekhawatiran bahwa kebijakan ini dapat merugikan konsumen dan melanggar prinsip-prinsip perlindungan hukum yang telah ditetapkan sebelumnya.
Sinkronisasi
![Guru Besar Jelaskan Aturan Pemerintah dan Permenkes Mengatur Penyeragaman Kemasan Rokok](https://cdns.klimg.com/mav-prod-resized/480x/ori/tempImage/2024/12/20/155224.854-untitled-1.jpg)
Dengan demikian, Kholil mengajukan permohonan agar Rancangan Permenkes diselaraskan dengan regulasi-regulasi yang memiliki tingkat hierarki lebih tinggi. Ia berpendapat bahwa harmonisasi peraturan sangat krusial, terutama karena Presiden Prabowo Subianto telah menekankan perlunya peninjauan ulang seluruh peraturan perundang-undangan agar dapat terintegrasi dan sejalan sebagai bagian dari upaya menuju Indonesia Emas 2045.
"Tapi, upaya Kemenkes melalui PP 28/2024 serta Rancangan Permenkes justru bertolak belakang dengan arahan Presiden Prabowo Subianto," ucap Kholil.
Kholil juga menambahkan bahwa kebijakan mengenai penyeragaman kemasan rokok tanpa mencantumkan identitas merek sangat merugikan konsumen. Ia menjelaskan bahwa masyarakat akan kesulitan dalam membedakan produk satu dengan yang lainnya, sehingga akan menyamarkan antara produk yang legal dan ilegal.
"Seharusnya, konsumen mendapatkan informasi dengan jelas dan detail seputar produk yang dibeli sesuai hak yang sudah dilindungi oleh UU. Ini perlindungan hukumnya jadi lemah. Dan terakhir tentu akan muncul produk ilegal yang banyak karena sama semua mereknya," terang dia.
Tidak Mampu Bedakan
![Guru Besar Jelaskan Aturan Pemerintah dan Permenkes Mengatur Penyeragaman Kemasan Rokok](https://cdns.klimg.com/mav-prod-resized/480x/ori/tempImage/2024/12/20/155231.062-untitled-1.jpg)
Kholil mengungkapkan bahwa penghilangan identitas merek dari kemasan rokok dapat menguntungkan produk rokok ilegal. Ia berpendapat bahwa dengan adanya kemasan yang seragam, akan sulit untuk mengidentifikasi peredaran rokok ilegal di pasaran.
Lebih lanjut, Kholil mengatakan, "Penjualannya pun tidak bisa dikendalikan karena rokok ilegal tidak teregulasi, sehingga membuat masalah peredaran rokok ilegal semakin tinggi." Ia menambahkan bahwa "(Aturan ini akan) memunculkan produk ilegal dan nanti akan rugi juga konsumen atau pembelinya, karena tidak bisa membedakan mana produk legal dan ilegal." Dengan demikian, permasalahan ini dapat berdampak negatif tidak hanya pada penjual, tetapi juga pada konsumen yang berisiko membeli produk yang tidak terjamin kualitasnya.