Hari-Hari Dramatis Vio Bertahan Hidup di Belantara Gunung Slamet dengan 3 Potong Roti
Di perjalanan turun itulah, petaka dialami Vio. Dia tiba-tiba saja tersesat di jalur penurunan.
Naomi Daviola Setyanie atau Vio (17) tidak menyangka perjalanannya mendaki Gunung Slamet berujung cerita menegangkan. Untung saja Vio bisa bertahan dan akhirnya ditemukan selamat.
Kepada wartawan, Vio menceritakan hari-hari dramatis yang harus dilaluinya seorang diri di belantara Gunung Slamet. Bekal tiga potong roti menjadi temannya melalui tiga hari tanpa kepastian. Namun Vio terus berkeyakinan. Pertolongan segera datang.
"Untuk masalah makan saya cuma makan pagi sama siang itu aja cuma roti, makanya benar-benar di hemat sekali dan untuk minum, ambil mata air di bawah," kata Naomi, pendaki asal Semarang, saat ditemui, Rabu (9/10).
Di hari keberangkatan, Vio mengendarai sepeda motor seorang diri dari Kota Semarang ke basecamp Bambangan, Purbalingga. Di sana, dia bertemu dengan 40 orang yang juga ingin mendaki. Di perjalanan keberangkatan, Vio tak merasakan kendala apapun saat mendaki ke gunung tertinggi di Jawa Tengah tersebut. Perempuan berusia 17 tahun itu bahkan bisa menggapai puncak Gunung Slamet pada Minggu (6/10) sekitar pukul 12.00 WIB.
Beberapa saat kemudian, Vio memutuskan turun langsung lantaran ada acara. Saat perjalan turun, dia bersama dua orang lainnya.
"Saya tergabung di kelompok 3 jumlahnya 7 orang. Tapi ada tiga orang yang minta turun duluan. Jadi pas di puncak itu tersisa 4 orang,” ungkapnya.
Di perjalanan turun itulah, petaka terjadi. Dia tiba-tiba saja tersesat di jalur penurunan. Vio panik. Tak satupun pendaki baik di depan dan di belakangnya yang sebelumnya jalan bersama, kini tidak terlihat lagi. Pikirannya mulai kacau dan cemas. Sebab Vio tak tahu medan di jalur turun.
"Jadi pas turun itu di depan saya ada mas-mas dan di belakang saya ada dua pasangan laki-laki dan perempuan. Karena saya tidak bisa menyesuaikan yang di depan, saya mencoba menunggu yang di belakang. Tapi saya coba nengok ketiga kalinya ke belakang. Dua orang itu malah tidak ada," ujarnya.
Dalam kebingungan, dia coba menyusuri jalan menuju ke bawah sembari terus berteriak meminta tolong. Sialnya, tak satupun bantuan datang di saat itu. Dia malah semakin masuk ke dalam rerimbunan pepohonan.
"Saya nemunya semak-semak dan ada pagar tinggi. Terus saya milih putar balik naik ke atas lagi. Tapi saya sudah kehilangan energi buat naik ke atas karena treknya semakin terjal,” ujarnya.
Sadar tak baik untuk dipaksakan, Vio akhirnya beristirahat. Dia tidur sampai keesokan paginya. Minggu (9/10) pagi, dia kemudian melihat seekor burung. Di pikirannya, burung ini akan mengarahkannya menuju jalan pulang. Dia mengikuti ke mana arah burung itu terbang. Tetapi yang terjadi justru sebaliknya. Bukannya menemukan jalur turun, dia malah semakin menuju ke arah jalur yang berbahaya.
Vio semakin kalut. Dia hanya bisa berdoa dan berpasrah pada nasibnya. Keinginannya hari itu hanya bisa selamat dan bertemu keluarga. Dua hari dilaluinya masih dalam keadaan yang sama. Sampai akhirnya pada Selasa (8/10) sore, ia mendengar suara teriakan memanggil namanya. Segera Vio memberikan balasan agar tim SAR mengetahui keberadaannya. Singkat cerita, dia berhasil ditemukan di Pos 7 Gunung Slamet dan langsung dievakuasi turun ke basecamp.
"Perasaan saya lega sudah ditemukan tersesat," jelasnya.
Vio akhirnya tiba di rumahnya di Jalan Kauman Baru Blok B, Karangroto, Genuk pada Selasa (8/10) malam pukul 23.30 WIB.
Vio mengakui belum lama melakoni pendakian. Seingatnya, Gunung Slamet adalah gunung ketiga yang didakinya setelah Andong dan Ungaran.
"Kalau dibilang (pendaki) fomo, iya saya fomo," katanya.
Menurutnya, meski baru tiga kali mendaki, dia benar-benar menyadari medan menuju Gunung Slamet sangat menantang. Itu sebabnya, dia mempersiapkan fisik hingga kebutuhan logistik sebelum mendaki Bromo.
"Jadi saya sudah mempersiapkan secara matang sebelum mendaki Gunung Slamet,” ujar Vio.