Ini kisah nestapa nenek Astuti, veteran perang dari Surabaya
Merdeka.com - Pasca tumbangnya Orde Lama hingga enam kali Presiden RI berganti wajah, nasib veteran BKR Laut, Letnan dua (Letda) Soegeng Setijoso dan istrinya Astusti, yang juga veteran Palang Merah Indonesia (PMI), begitu miris. Dengan uang pensiun yang tak seberapa, keduanya menghidupi empat anak yang mengalami keterbelakangan mental.
Mendengar informasi ini, merdeka.com makin tergelitik untuk mencari tahu kehidupan sepasang veteran perang kemerdekaan tersebut. Setelah hampir seharian mencari informasi keberadaan keduanya, akhirnya diketahui kalau mereka tinggal di Jalan Kalibokor Kencana II/12, Surabaya, Jawa Timur.
Di sebuah gang sempit yang hanya cukup untuk dilalui dua kendaraan roda dua saja itu, keduanya tinggal. Sebelumnya, tak ada yang tahu kalau Soegeng dan Astuti adalah bekas pejuang kemerdekaan. Mereka hanya dikenal sepasang tua yang memiliki empat anak dengan keterbelakangan mental.
-
Siapa Anak TNI yang berprestasi? Prestasi membanggakan datang dari remaja bernama Shafira Az-Zahra Aurelia Putri Saputra.
-
Siapa yang mengasuh 4 anak perempuan? Ibunda Hilda, seorang ibu tunggal yang sukses dan tangguh, mampu mengasuh keempat anak perempuannya dengan luar biasa.
-
Bagaimana Bintara TNI mendidik anaknya? Dia diajarkan kedisiplinan hingga kini sukses menjadi calon abdi negara.
-
Apa penyakit keterbelakangan mental itu? Keterbelakangan mental merupakan suatu kondisi medis yang memengaruhi fungsi intelektual dan keterampilan adaptif seseorang.
-
Bagaimana Anak TNI berprestasi? Dalam Kejuaraan Nasional Arung Jeram itu, Shafira mengikuti lomba Sprint, Head to Head, Slalom, dan Down River Race.
-
Apa prestasi Anak TNI tersebut? Dia baru saja 'memborong' dua medali atas kemenangannya pada Kejuaraan Nasional Arung Jeram Jakarta Tahun 2024.
Sayangnya, saat ditemui Letda Soegeng sudah almarhum. Dia meninggal sejak enam tahun silam. Dan tinggalah Astuti dengan empat anaknya. Dia hidup dari uang pensiunnya yang tak seberapa. "Pak Soegengnya sudah meninggal enam tahun lalu. Sekarang ya tinggal istrinya sama satu orang anaknya. Dua anaknya lagi dititipkan di Liponsos, satunya lagi sudah meninggal saat berada di Liponsos," kata istri Ketua RW VII Kalibokor Kencana, Nur.
Diceritakan Nur dan beberapa warga setempat, dulu sebelum Soegeng dan Astuti diketahui sebagai mantan pejuang kemerdekaan, mereka tinggal di gubuk reot. Baru dua tahun lalu, tepatnya pada 2011, rahasia mereka sebagai veteran perang terbongkar. Saat itu, Soegeng sudah wafat.
"Mereka hidup susah. Bahkan, untuk makan saja susah. Pernah suatu ketika, mereka sudah tidak punya uang untuk makan. Empat anaknya berada di depan rumah sambil membawa rantang plastik meminta makan kepada setiap orang yang lewat," kata Nur bercerita.
Kejadian yang tak pernah terjadi saat mendiang Letda Soegeng masih hidup itu, makin membuat warga sekitar bertanya-tanya. Bahkan, kondisi rumah milik veteran perang itupun tampak kumuh. Kotor dan bau yang sangat menyengat hidung tetangga kanan kiri, juga bagi siapa saja yang lewat di depan rumah.
Ketua RW yang diminta untuk mengecek kondisi dan mengetahui apa yang sebenarnya terjadi di dalam rumah itu, akhirnya menuruti permintaan warganya. "Sekarang, sudah bersih. Dulu, jangankan mau masuk rumah, lewat di depan rumahnya saja, nggak kuat. Baunya minta ampun. Mulai bau kotoran sampai bau kencing. Pokonya pingin muntah kalau mau lewat di depan rumahnya," terang warga sekitar.
"Ya bagaimana tidak bau, wong ketika saya masuk rumahnya itu, waduuuhh, sampah bekas bungkus makanan sudah penuh satu rumah. Mereka kencing di situ, buang air besar juga di situ, bahkan dioles-oleskan ke dinding juga. Tidak pernah mandi juga. Ya mau gimana lagi, wong mentalnya kayak begitu. Ibunya juga sudah tua," sahut Nur.
Mengetahui kondisi yang amat parah itu, Nur meminta bantuan kelurahan dan pihak kecamatan, yang akhirnya ikut datang ke gubuk almarhum Soegeng dan Astuti. Bahkan, para perangkat kampung juga membawa dokter dari puskesmas setempat untuk memeriksa kondisi kesehatan seisi rumah.
Warga akhirnya membantu membersihkan gubuk reot milik Soegeng dan Astuti. Saat itu lah, salah satu pegawai kecamatan terkejut melihat 'Surat Tanda Kehormatan Presiden Republik Indonesia' usang yang terbingkai di dinding rumah.
Surat tanda kehormatan itu, ditujukan kepada Letda Soegeng. "Loh ini kan sama persis dengan yang dimiliki ayah saya. Mereka ini veteran perang," kata Nur menirukan kalimat yang terlontar dari mulut pegawai kecamatan.
Lantas mereka mengundang Kodim 0831, Surabaya. "Wah, akhirnya ramai, banyak yang ke sini. Trus dilakukan bedah rumah itu. Sekarang rumahnya bagus. Dan dua anaknya dibawa ke Liponsos, karena di sini tidak ada yang merawat. Sebelumnya sempat dibawa ke Rumah Sakit Jiwa (RSJ) Menur. Karena tidak ada yang tanggung jawab merawat, akhirnya dipindah di Liponsos itu. Satu anaknya lagi meninggal. Tinggal satu itu yang tinggal sama Ibu Astuti," lanjut Nur berkisah.
Sejak saat itu, Astuti banyak dibantu warga sekitar, selain mengandalkan uang pensiun, yang kini hanya Rp 1,3 juta per bulan. Setiap hari, Nur selalu menengoknya, untuk mengetahui kondisi dan kebutuhan sehari-hari yang diperlukan Astuti. "Sekarang yang merawat setiap hari ya Ibu RW (Nur), warga juga ikut bantu-bantu nyumbang," ucap warga yang lain.
Sementara itu, saat ditemui di rumahnya, Astuti dengan tubuh rentanya menyambut dengan senyum ramah. Dengan tongkat kayunya, nenek berusia 77 tahun itu berjalan tertatih-tatih. Perempuan tua yang mengenakan kerudung hitam dan daster batik warna coklat itu berjalan ke sudut ruang tamu, menuju tombol stop contak lampu. Ups, lampunya mati.
Akhirnya, dengan hanya penerangan dari balik ruang tengah, Astuti mengisahkan perjuangannya semasa perang kemerdekaan. Mesti tubuhnya yang renta dan ingatan yang kadang menerawang, dia bercerita cukup baik.
Jam dinding menunjuk pukul 18.15 WIB, nenek Astuti pun memulai ceritanya. "Zaman dulu, tentara Jepang itu sangat kejam. Mereka itu paling kejam dibanding Belanda, siapa saja yang bikin salah langsung dibunuh. Tapi dulu itu, jalan kaki nggak pakai sendal kaki tetap kuat, kalau sekarang, biar pakai sandal atau sepatu, kaki tetap kena beling," cerita dia dengan logat Jawa.
Tubuh renta itu, juga menunjukkan surat tanda kehormatan untuk suaminya dari Presiden Soekarno, yang masih menempel rapi di dinding rumah. "Sekarang ya sudah pensiun. Sejak almarhum Bung Karno tidak lagi memimpin, saya dan suami saya tidak lagi di kesatuan. Kami hidup ya dari uang pensiun, tidak pernah ada bantuan apa-pun dari pemerintah," kata nenek renta itu menerawang.
Di balik surat itu, terdapat tulisan tangan dari almarhum Soegeng, yang ternyata itu adalah nyanyian ciptaannya selama masa perjuangan, berikut fotonya. Lirik lagu itu berjudul "Hiburan Gerilya". Berikut petikan lagunya:
Di mana aku berada ini
jauh ayah dan ibuku
Kelelahan yang menimpa diri
tak mengenal waktu
Siang malam aku menderita
rintangan silih berganti
Berat senjata yang kubawanya
tetap kusayangi
Tetapi apa dayaku harus menetapi
ibu pertiwi mengharap jasaku
Mengabdi pada nusa dan bangsa
untuk merdeka!! (mdk/mtf)
Cobain For You Page (FYP) Yang kamu suka ada di sini,
lihat isinya
Berikut kisah tiga bersaudara yang dibesarkan oleh sang nenek dan kini jadi orang sukses.
Baca SelengkapnyaKisah seorang wanita lansia asal Purworejo benar-benar membuat siapapun yang membaca akan mengelus dada.
Baca SelengkapnyaVideo yang diunggah oleh akun TikTok @liintanggliintangg ini viral mencuri perhatian.
Baca SelengkapnyaKisah pilu nenek berusia 66 tahun hidupi dua cucu seorang diri.
Baca SelengkapnyaBerikut kisah pilu empat bocah yang ditinggal ibunya wafat kini diasuh oleh sosok berseragam.
Baca SelengkapnyaSeorang remaja di Garut, Jawa Barat, rela memilih putus sekolah demi merawat ibunya yang mengalami gangguan jiwa.
Baca SelengkapnyaEkspresi sedih dan bingung terlihat jelas di wajah perempuan berjilbab kuning itu.
Baca SelengkapnyaAyah mereka meninggal pada tahun 2008. Dan sang ibu harus membesarkan mereka sendiri.
Baca SelengkapnyaDari hasil penelusuran si ibu tersebut tidak masuk dalam pendampingan Dinsos bagi mereka yang orang dengan gangguan kejiwaan (ODGJ).
Baca SelengkapnyaSepeninggal sang ayah, dia dan saudaranya hanya hidup dari uang pensiunan.
Baca SelengkapnyaPenemuan jasad ayah dan anak yang telah membusuk di rumahnya, Jalan Balai Rakyat V, Kelurahan Tugu Selatan, Koja, Jakarta Utara membuat geger warga.
Baca SelengkapnyaKesehatan nenek ST (73), menurun akibat kelelahan menghadapi masalah dengan anak angkatnya
Baca Selengkapnya