Investigator KNKT, 34 tahun dalam mesin rusak

Merdeka.com - Nama Mardjono Siswosuwarno mungkin tidak begitu dikenal di publik Indonesia. Tetapi, sosok pria tak lagi muda ini punya peranan penting dalam dunia transportasi. Dia tercatat senbagai salah satu pakar yang sering terlibat dalam investigasi kecelakaan pesawat di Indonesia.

Kiprahnya di dunia investigasi kecelakaan tak bisa dibilang sepele. Jika diibaratkan, Mardjono mungkin merupakan begawan soal penyebab sebuah pesawat hancur. Bahkan, hanya dengan melihat bentuk luka dari sebuah benda saja, Mardjono mampu memastikan apa penyebabnya.

Mardjono mengawali karir di bidang investigasi kerusakan selepas dia meraih gelar doktor di bidang metalurgi. Gelar itu didapat setelah menjalani pendidikan di Belgia pada tahun 1978. Tetapi, dia baru memulai penyelidikan kerusakan komponen empat tahun setelahnya.

"Saya sejak tahun 1981 itu menyelidiki kenapa suatu komponen mesin rusak, pecah, patah. Jadi, artinya saya mulai mempelajari aspek mekanik dari komponen," ujar Mardjono saat berbincang di kantor Komite Nasional Keselamatan Transportasi (KNKT), jumat (16/1).

Mardjono mengaku pernah melakukan penyelidikan kerusakan komponen mesin pabrik. Dia menjalankan tugas itu secara tekun sehingga menambah pengalamannya. Pengalaman itulah yang mengantarkan dia untuk menjadi investigator pada KNKT.

"Pengalamannya itu yang banyak mendukung saya, bedanya untuk kasus kecil bisa kerja sendiri, kasus besar melibatkan kawan lain dari disiplin lain," ungkap dia.

Tak hanya itu, Mardjono pun memiliki banyak pengalaman sejak bergabung dengan KNKT hingga sekarang. Dia selalu mendapat peran sebagai ketua tim investigasi beberapa kasus kecelakaan pesawat.

"Pengalaman saya penyelidikan Adam Air, Garuda Indonesia di Yogyakarta, peristiwa Merpati di Kalimana, Sukhoi, ketua tim juga," katanya.

Mardjono kemudian menceritakan secara sekilas bagaimana herannya dia saat menangani kasus kecelakaan pesawat SilkAir yang mengalami kecelakaan dan jatuh di Sungai Musi, Palembang, Sumatera Selatan pada 19 Desember 1997. Sepanjang dia menjalani profesi sebagai investigator, baru kali itu Mardjono melihat pesawat hancur hingga berkeping-keping.

"Misalnya kecelakaan SilkAir yang pesawatnya masuk ke Sungai Musi berkeping-keping. Itu saya baru lihat ada pesawat demikian hancur sampai dikeruk dari dasar, sampai yang bisa dikeruk 73 persen," ungkap dia.