Ingat Tabrakan Kereta Api Bintaro 1987? Ini Sosok Slamet Suradio Mantan Masinis yang Memprihatinkan Tak Dapat Uang Pensiun
Kehidupan terkini mantan masinis di tragedi kecelakaan kereta api Bintaro.
Kecelakaan kereta api di daerah Pondok Betung, Bintaro, Jakarta Selatan pada 19 oktober 1987 bisa dibilang menjadi salah satu tragedi kecelakaan kereta terburuk sepanjang sejarah di Indonesia.
Kecelakaan ini menewaskan sebanyak 156 penumpang dalam Kereta Api (KA) 225 Merak dan KA 220 Rangkas. Kedua kereta bertabrakan dengan posisi berhadapan alias adu banteng saat melaju dalam kecepatan tinggi.
Padahal, pada saat itu, kondisi kereta sedang dalam keadaan penuh penumpang. Peristiwa yang dikenal dengan nama Tragedi Bintaro ini dinyatakan terjadi akibat kelalaian petugas.
Slamet Suradio sebagai masinir KA 225 dituduh memberangkatkan kereta tanpa perintah. Namun, dia bersikeras membantah tudingan tersebut.
Menurut penurutan Slamet, ia hanya mengikuti instruksi dari Pemimpin Perjalanan Kereta Api (PPKA) Sudimara. Meski begitu Slamet tetap dimintai pertanggung jawaban sehingga meski mendekam di penjara selama 5 tahun.
Kehidupan Slamet Suradio Saat Ini
Selain dipenjara, Slamet juga harus diberhentikan secara tidak hormat dari pekerjaannya. Sejak saat itu Slamet harus mencari pekerjaan lain untuk menyambung hidup. Dia juga disebut tidak menerima uang pesangon ataupun gaji.
Melansir dari unggahan di kanal Youtube EKO PEDIA, membagikan video merekam potret kehidupan Slamet Suradio dan istri di masa tua. Mantan masinis itu kini hidup dengan cukup memprihatinkan.
Setelah dipecat dari Perumka, Slamet Suradio akhirnya memilih kembali ke kampung halamannya, di Kabupaten Purworejo, Jawa Tengah.
"Enggak (menerima gaji) pesangon juga enggak karena diberhentikan secara tidak hormat dipecat lah jadi enggak bisa mendapatkan hak-nya," kata pria dalam video.
Sementara itu, sang istri mengungkap jika suaminya saat ini sudah tidak bisa bekerja karena kondisi kesehatan yang tak memungkinkan. Sementara untuk kebutuhan sehari-hari Slamet dan istrinya hanya mengandalkan dari penghasilan di warung.
"Sehat bagaimana kalau berjemur saja balik gitu kadang jatuh, pingsan. Sering (sakit-sakitan) mau kaya orang-orang gitu enggak bisa karena enggak kerja," ungkap sang istri.
"Mau makan tapi sudah enggak bisa kerja semua. Saya enggak kerja saya enggak kerja. Warung saja (sepi) sudah enggak laku," tambahnya.
Lebih lanjut, istri Slamet menuturkan jika pendapatan dari hasil berjualan di warung kini semakin menurun. Sehingga mereka merasa cukup kesulitan memenuhi kebutuhan sehari-hari.
"Kadang-kadang dapat Rp30 ribu per hari, (dapat) Rp1,000 aja pernah sehari. Buat makan gimana cari aja dapatnya seribu dua ribu. Tapi beneran bukan biar abang kasian gimana tapi bener-bener kenyataannya kaya gitu," kata istri Slamet.
Dalam video, Slamet juga sempat menunjukkan surat perintah jalan yang selalu ia simpan berpuluh-puluh tahun lamanya. Surat tersebut dikatakan Slamet menjadi salah satu bukti bahwa dirinya tidak bersalah.
Ia membantah jika dituding memberangkatkan kereta tanpa perintah. Menurutnya, ia hanya mengikuti instruksi dari Pemimpin Perjalanan Kereta Api (PPKA) Sudimara.
PPKA Sudimara dianggap bersalah karena memberikan persetujuan persilangan kereta api dari Sudimara ke Kebayoran tanpa persetujuan dari PPKA Kebayoran.
Masinis KA 225 Merak dan KA 220 Rangkas sama-sama tidak mengetahui bahwa kereta mereka melaju di rel yang sama. Keduanya melajut dengan kecepatan tinggi. Alhasil tabrakan pun tak bisa dihindari.
Kejadian ini mengakibatkan salah satu badan lokomotif masuk dan seolah-olah 'ditelan' oleh lokomotif lainnya hingga mengakibatkan tewasnya ratusan korban jiwa.
Slamet sebagai masinis KA 225 yang selamat pun disalahkan karena langsung berangkat tanpa menunggu perintah PPKA dan kondektur begitu menerima bentuk tempat persilangan.