Jejak Co-Captain Timnas AMIN Jumhur Hidayat, Pernah Ditangkap Polisi hingga Jadi Pejabat Era SBY
Jumhur pernah menjadi narapidana kasus penyebaran berita hoaks.
Jumhur merupakan aktivis pergerakan dan pemberdayaan rakyat kelahiran Bandung, 17 Februari 1968.
Jejak Co-Captain Timnas AMIN Jumhur Hidayat, Pernah Ditangkap Polisi hingga Jadi Pejabat Era SBY
Mantan aktivis Muhammad Jumhur Hidayat menjabat sebagai Co-Captain Tim Nasional (Timnas) Pemenangan Anies Baswedan dan Muhaimin Iskandar (AMIN). Bergabungnya Jumhur ke Timnas AMIN diumumkan pada Selasa (14/11).
"Ketika diumumkan itu bukan baru mau kerja, selama ini sudah banyak bekerja begitu banyak di banyak tempat," kata Anies saat menyampaikan daftar Timnas AMIN.
Rekam Jejak Jumhur
Jumhur merupakan aktivis pergerakan dan pemberdayaan rakyat kelahiran Bandung, 17 Februari 1968. Jumhur pernah menjadi narapidana pada tindak pidana menyiarkan berita tidak lengkap yang berpotensi menerbitkan keonaran.
Jumhur divonis 10 bulan pidana penjara pada 11 November 2021 lalu. Hanya saja, ketika itu Jumhur tidak ditahan.
Jumhur saat itu merupakan petinggi Koalisi Aksi Menyelamatkan Indonesia (KAMI) dan Wakil Ketua Umum Konfederasi Serikat Pekerja Seluruh Indonesia (KSPSI).
Pidananya terkait kritik terhadap UU Omnibus Law Cipta Kerja yang disampaikan dalam akun Twitternya @jumhurhidayat pada 7 Oktober 2020.
Melalui akun pribadinya, Jumhur mengunggah sebuah cuitan bernada: "UU ini memang utk PRIMITIVE INVESTORS dari RRC dan PENGUSAHA RAKUS. Kalau INVESTOR BERADAB ya seperti di bawah ini: 35 Investor Asing Nyatakan Keresahannya terhadap Pengesahan UU Cipta Kerja".
Cuitan itu dianggap oleh kepolisian memuat hasutan dan informasi hoaks. Maka itu, Jumhur ditangkap dan dijadikan tersangka oleh kepolisian.
Jumhur ditangkap dan ditahan polisi sejak 13 Oktober 2020. Ia menjalani penangkapan dan penahanan selama kurang lebih 7 bulan. Maka, ia menjalani masa hukumannya hanya kurang lebih 3 bulan.
Pernah Dipenjara Saat Mahasiswa
Sebelum terseret kasus penyiaran berita hoaks, Jumhur pernah dipenjara karena terlibat dalam aksi mahasiswa di era rezim Orde Baru. Saat itu, dia dipenjara selama tiga tahun, mulai 1989, 1990, dan 1991.
Jadi Kepala BNP2TKI
Jumhur pernah diangkat menjadi Kepala Badan Nasional Penempatan dan Perlindungan TKI (BNP2TKI) pada 11 Januari 2007. Saat itu, Indonesia di bawah pemerintahan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY).
Setelah menjabat selama tujuh tahun dua bulan, Jumhur diberhentikan pada 11 Maret 2014.
Pemberhentian Jumhur sebagai Kepala BNP2TKI menyusul sikapnya menyampaikan aspirasi ke Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP), yang kala itu mengampanyekan ingin melaksanakan ajaran Trisakti Bung Karno yaitu Berdaulat dalam Politik, Berdikari dalam Ekonomi dan Berkepribadian dalam Kebudayaan.
Dalam Pemilihan Presiden (Pilpres) 2014, Jumhur masuk relawan Joko Widodo (Jokowi) sebagai Koordinator Aliansi Rakyat Merdeka (ARM). Namun, karena penerapan Trisakti Bung Karno era Jokowi tak sesuai harapan, Jumhur memilih tidak aktif.