Better experience in portrait mode.
Iklan - Geser ke atas untuk melanjutkan

Kakek Sopir Mercy Lawan Arus Idap Demensia, Bisa Jadi Tersangka?

Kakek Sopir Mercy Lawan Arus Idap Demensia, Bisa Jadi Tersangka? Mobil lawan arah di tol. ©Instagram.com/lumbantoruan.17

Merdeka.com - Mobil mewah bermerek Mercedes Benz membuat kaget pengemudi Tol Cikunir. Mobil bercat hitam itu melaju dengan melawan arah. Kecelakaan pun tidak terhindar.

Dua mobil ditabrak pengemudi. Salah satu penumpang mobil mengalami luka di bagian kepala dan lecet. Keluarga korban meminta insiden ini diusut.

Belakangan diketahui, pengemudi Mercy adalah MDS, lansia pria usia 66 tahun. Aksi mengerikannya bukan karena di bawah pengaruh zat-zat tertentu. Melainkan karena mengidap Demensia.

Demensia termasuk gangguan kesehatan yang sering menyerang di usia tua. Penyakit ini mempengaruhi memori otak, baik dalam berpikir maupun mengingat. Biasanya, orang yang memiliki gangguan Demensia sulit untuk melakukan hubungan sosial dengan baik, akibat memori otak yang terganggu.

Setelah mengetahui MDS mengidap Demensia, polisi memutuskan tidak melakukan penahanan. MSS juga masih berstatus terperiksa. Untuk proses hukum dipastikan tetap berjalan. Seperti hari ini, keluarga kakek MSS diminta keterangan.

Kasubdit Gakkum Ditlantas Polda Metro Jaya, AKBP Argo Wiyono mengatakan, status hukum MSS akan ditentukan Selasa (30/11) besok. Segala bukti dan keterangan ahli sedang dilengkapi.

MDS Harus Diperiksa Psikiater

Pakar hukum pidana, Andi Hamzah menjelaskan, MDS harus mempertanggungjawabkan perbuatannya karena melanggar hukum. Bahkan, ada dua pelanggara yang dilakukan, melawan arus dan menabrak orang.

"Jelas dia salah itu," kata Andi, kepada merdeka.com, Senin (29/11).

Terkait informasi didapat bahwa MDS mengidap Demensia, menurutnya hal itu harus benar-benar diperiksa dengan melibatkan psikiater.

"Periksa apakah betul gila atau tidak," tegasnya.

Hasil pemeriksaan dilakukan, akan menuntukan langkah hukum apa yang perlu diambil untuk MDS. Sebab, apapu kondisi MDS jelas sangat membahayakan orang.

"Jadi sanksi pidana ada dua macam, ada pidana dihukum masuk penjara denda, ada yang tindakan dimasukkan rumah sakit gila. Itu namanya tindakan," jelas Andi.

Sementara Pengamat Hukum Pidana dari Universitas Trisakti, Abdul Fickar Hadjar, menilai tindakan MDS lebih kepada pelanggaran lalu lintas yang bisa diselesaikan dengan hukuman denda.

"Artinya proses persidangannya adalah proses sidang tilang yang hukumannya hanya denda saja. maksimal hukuman tilang itu pencabutan SIM," katanya.

Dikarenakan mengaku mengidap Demensia, artinya MDS berkewajiban penuh mengganti kerusakan yang diderita korban.

"Jadi tidak ada alasan untuk menahannya. karena maksimal hukumannya jika diproses hanya pencabutan SIM saja. Sepanjang sudah dibayar denda tilangnya, ya adil," jelas Abdul.

Bagaimana Aturan Hukumnya

Mengutip hukumonline.com, meski seseorang mengindap gangguan mental atau gila tidak serta merta melepaskan tanggung jawabnya atas tindakan hukum yang dijalani. Meskipun, dalam Pasal 44 KUHP menjelaskan seseorang yang akalnya kurang sempurna tidak dapat dipidana. Berikut bunyi lengkapnya:

Pasal 44 ayat (1) KUHP berbunyi:

"Tiada dapat dipidana barangsiapa mengerjakan suatu perbuatan yang tidak dapat dipertanggungjawabkan kepadanya, sebab kurang sempurna akalnya atau sakit berubah akal."

Pasal 44 ayat (2) KUHP berbunyi:

"Jika nyata perbuatan itu tidak dapat dipertanggungjawabkan kepadanya sebab kurang sempurna akalnya atau sakit berubah akal, maka dapatlah hakim memerintahkan memasukkan dia ke rumah sakit jiwa selama-lamanya satu tahun untuk diperiksa."

Tetapi pihak yang menuntukan apakah seseorang bisa mempertanggungjawabkan perbuatannya karena pelaku mengalami gangguan merupakan wewenang hakim saat memeriksa dan memutus perkaranya. Hakim akan menentukan berdasar pada bukti-bukti yang ada yang menerangkan pelaku memang benar memiliki gangguan jiwa sehingga perbuatannya tidak dapat dipertanggungjawabkan.

Hal serupa juga dijelaskan oleh R. Soesilo dalam bukunya Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) Serta Komentar-Komentarnya Lengkap Pasal Demi Pasal (hal. 61). Terkait Pasal 44 KUHP, Soesilo menjelaskan bahwa dalam praktiknya jika polisi menjumpai peristiwa semacam ini, ia tetap diwajibkan memeriksa perkaranya dan membuat proses verbal. Hakimlah yang berkuasa memutuskan tentang dapat tidaknya terdakwa dipertanggungjawabkan atas perbuatannya itu, meskipun ia dapat pula meminta nasihat dari dokter penyakit jiwa.

Sumber lainnya, media.neliti.com, menyebut ada ada beberapa sebab seseorang tidak dapat dihukum karena perbuatannya. Yakni:

1. Kurang sempurna akalnya, yaitu: kekuatan pikiran, daya pikiran, kecerdasan pikiran. Siapa yang dianggap kurang sempurna akalnya yaitu idiot, imbicil, buta tuli dan bisu mulai dari lahir. Orang tersebut sebenarnya tidak sakit tetapi cacat sejak lahir sehingga pikirannya tetap seperti anak-anak.

Idioot, dialami oleh manusia yang memilki IQ (intelligent Quotient) kurang dari 25. Intelegensinya tidak bisa berkembang; tidak bisa mengerti, dan tidak bisa diajari apa-apa. Mereka tidak memiliki naluri yang fundamental (mendasar), dan tidak mempunyai kemampuan untuk mempertahankan diri serta melindungi diri.

Imbicil, dialami oleh manusia yang memiliki IQ (intelligent Quotient) antara 25 t 49. Tingkah laku mereka seperti kanak-kanak yang berumur 36 t 83 bulan (3 t 7 tahun). Gerakan-gerakannya tidak stabil dan lamban. Ekspresi mukanya kosong dan ketolol-tololan. Pada umumnya mereka tidak mampu mengendalikan dan mengurus diri sendiri. Namun demikian, mereka masih dapat diajari menanggapi suatu bahaya dan bisa diajari melindungi diri terhadap bahaya fisik tersebut.

2. Sakit berubah akalnya. Dalam kategori ini adalah sakit gila, hysterie, epilepsi, melancolie dan macam-macam penyakit jiwa lainnya. Hysterie/histeria/histeri adalah gangguan/disorede psikoneurik (syaraf kejiwaan), yang ditandai dengan ketidakstabilan emosi yang ekstrim, represi (kasar), dessosiasi (berubah kepribadian) dan sugestibilitas (gampang tersugesti dengan perasaan malu, bersalah, berdosa dan lainlain).

Epilepsie/Epileptic Amentia/Epilepsi adalah berupa penyakit pada kesadaran, karena terdapat gangguan pada otak. Jika serangan epilepsi terjadi sebelum usia 7 tahun, maka akan menyebabkan kelemahan mental, dan perkembangan fungsi-fungsi kejiwaan lainnya mengalami hambatan.

Melancholie/melankolia adalah bentuk psikosa (gangguan jiwa) berupa kekalutan mental yang ekstrem, yaitu terus bergerak antara sedih dan putus asa. Penderitaa melankolia mengalami depresif sangat sedih, banyak menangis, perasaan tidak puas, dihinggapi halusinasi-halusinasi dan delusi-delusi yang menakutkan, merasa jemu hidup dan berputus asa, ingin mati dan melakukan usaha-usaha untuk bunuh diri dan kesadaran yang kabur, disertai dengan retardasi (penurunan) motorik dan mental yang makin memburuk.

Lalu Apakah Demensia Termasuk Gangguan Mental

Mengutip Liputan6.com, Demensia atau pikun sering kali disalahmengerti. Banyak menyebut demensia sebagai penyakit mental atau gangguan otak yang tak dapat dihindari dan permanen. Bahkan muncul ketakutan serta stigma negatif terkait kondisi orang dengan demensia.

Mereka kerap diisolasi bahkan disembunyikan karena sering berperilaku memalukan dan tidak dapat dikendalikan di depan umum. Bagi keluarga dan pengasuh, tentu saja hal ini memicu munculnya rasa malu yang akhirnya membuat mereka putus asa dan frustasi lalu menganggap sudah tidak ada lagi hal yang dapat dilakukan untuk membantu.

Bahkan, kata Suharya, di kalangan komunitas medis, menyampaikan informasi kepada pasien mengenai penurunan fungsi otak ini merupakan hal yang dianggap sensitif.

"Padahal kenyataannya, yang betul-betul diharapkan adalah fakta mengenai apa yang sebenarnya terjadi,"jelas Suharya.

(mdk/lia)
Geser ke atas Berita Selanjutnya

Cobain For You Page (FYP) Yang kamu suka ada di sini,
lihat isinya

Buka FYP
Status Dokter MY Bergantung Hasil Tes Darah Istri Pasien yang Mengaku Dicabuli
Status Dokter MY Bergantung Hasil Tes Darah Istri Pasien yang Mengaku Dicabuli

Polisi belum menetapkan tersangka dugaan pelecehan seksual terhadap istri pasien yang tengah hamil, TA (22), dengan terlapor dokter spesialis ortopedi MY.

Baca Selengkapnya
Pengemudi Ford Mabuk di Depok Jalani Tes Urine, Apa Hasilnya?
Pengemudi Ford Mabuk di Depok Jalani Tes Urine, Apa Hasilnya?

Pemuda tersebut tidak ditahan polisi meski berkendara dalam keadaan mabuk

Baca Selengkapnya
Sopir Mercedes Benz G-Class Tabrak 3 Kendaraan di Medan jadi Tersangka tapi Tak Ditahan, Ini Alasan Polisi
Sopir Mercedes Benz G-Class Tabrak 3 Kendaraan di Medan jadi Tersangka tapi Tak Ditahan, Ini Alasan Polisi

Berdasarkan hasil laboratorium, HS juga tidak dalam pengaruh alkohol saat menabrak tiga kendaraan tersebut. Polisi menyebut HS hanya lalai,

Baca Selengkapnya