Kapel di Cinere Digeruduk, Wali Kota Kesal Depok Dianggap Intoleran
Idris menjelaskan, pemanfaatan ruko harus ada izin pemanfaatan ruko untuk rumah ibadah selama dua tahun.
Pemerintah Kota Depok tidak pernah melarang orang lain untuk beribadah.
Kapel di Cinere Digeruduk, Wali Kota Kesal Depok Dianggap Intoleran
Wali Kota Depok, Mohammad Idris merespons soal polemik adanya sejumlah massa mendatangi Kapel GPI Cinere di Jalan Raya Bukit Cinere. Menurutnya, dalam hal itu ada kesalahpahaman terhadap Kapel GPI Cinere.
Idris menyebut, telah melakukan pembahasan terkait polemik yang terjadi pada Kapel GPI Cinere. Persoalan tersebut disebabkan kesalahpahaman dan Kapel GPI Cinere belum memiliki izin.
"Izinnya adalah soal layak fungsi pemanfaatan, itu yang harus dipenuhi," ujar Idris kepada Liputan6.com, Selasa (19/9).
merdeka.com
Idris menjelaskan, pemanfaatan ruko harus ada izin pemanfaatan ruko untuk rumah ibadah selama dua tahun. Pemerintah Kota Depok tidak pernah melarang orang lain untuk beribadah. Hal itu dipertegas dengan bukti banyak bangunan rumah ibadah non muslim di kota Depok.
merdeka.com
“Coba hitung, ada berapa banyak gereja yang sudah saya resmikan. Dan bahkan, ada pula sekolah pendeta di kawasan Pancoran Mas, apakah Wali Kota pernah mengusik? itu nggak pernah kita usik,” jelas Idris.
merdeka.com
“Coba hitung, ada berapa banyak gereja yang sudah saya resmikan. Dan bahkan, ada pula sekolah pendeta di kawasan Pancoran Mas, apakah Wali Kota pernah mengusik? Itu enggak pernah kita usik,” jelas Idris.
Atas dasar tersebut Idris tidak ingin adanya pihak lain menyebutkan Kota Depok sebagai kota intoleran. Selain itu, tidak lama lagi Wali Kota Depok akan meresmikan gereja untuk masyarakat yang berasal dari Nias.
“Kalau perlu saya khotbah di situ,” ucap Idris.
Idris mengungkapkan, tudingan Kota Depok sebagai kota intoleran hanya berasal dari segelintir orang. Bahkan tudingan tersebut kerap dimanfaatkan untuk kepentingan politik.
"Kita dari dulu toleran kok, yang bilang intoleran segelintir orang saja. Jangan dipolitisasi masalah ini," ungkap Idris.
merdeka.com
Idris mengingatkan, untuk tidak mempolitisasi kesalahpahaman pada kejadian Kapel GPI Cinere. Idris mengingatkan untuk tidak saling menyinggung terkait permasalahan tersebut.
"Ingat, kalau ada orang berani-berani mempolitisasi ini, ia akan menerima balasannya sendiri. Kalau mau jadi petinggi jangan rendahkan orang lain," tegas Idris.
merdeka.com
Sebelumnya, Sejumlah massa mendatangi Kapel yang terletak di sebuah ruko di Jalan Bukit Cinere Raya Rt 12/03, Kelurahan Gandul, Kecamatan Cinere, Depok pada Sabtu (16/9) pukul 07.30 WIB. Kedatangan massa untuk melihat apakah di Kapel tersebut ada kegiatan ibadah atau tidak.
Pengurus Kapel, Arif Syamsul mengatakan, puluhan orang yang datang kemudian menggedor gerbang. Mereka juga mengambil foto di Kapel tersebut.
“Jadi jam 07.30 WIB mereka ada kumpul-kumpul, ada 50 orang pakai sorban dan lain sebagainya. Mereka mendatangi kapel kami, sempat menggedor-gedor, teriak-teriak. Habis itu mereka bubar,” katanya, Sabtu (16/9).
Arif mengatakan, sebelumnya Kapel tersebut menyewa tempat di Cinere Bellevue. Kontrak disana habis sehingga pindah sewa ruko di Kelurahan Gandul. Dia mengaku sudah meminta izin dari lingkungan untuk melakukan peribadatan.
“Kami itu pindahan dari Cinere yang di Pangkalan Jati. Karena kontrak habis, kita pindah ke daerah Gandul. Kita selalu sewa ruko yang mana menurut UU untuk membuat kapel tidak perlu (izin), tapi kita bahasanya kulonuwun ke RT/RW, kelurahan, kecamatan,” ujarnya.
Syarat yang diminta oleh LPM Gandul yaitu pengelola Kapel harus mengumpulkan 60 tanda tangan dan KTP warga sekitar. Arif memenuhi syarat itu dengan membawa 80 tanda tangan warga sekitar.
“Tapi mereka masih mempersulit,” ungkapnya.