Kasus Ibu Lahiran di Pinggir Jalan Karena Ditolak Bidan, Faskes di Jember jadi Sorotan
Buntut kejadian itu, Apdesi Jember hari ini akan melakukan aksi ke Dinas Kesehatan dan DPRD Jember untuk mencari solusi konkret.
Bida menolak ditangani karena alasan administrasi.
Kasus Ibu Lahiran di Pinggir Jalan Karena Ditolak Bidan, Faskes di Jember jadi Sorotan
Kasus ibu hamil yang terpaksa melahirkan di pinggir jalanan Jember tanpa bantuan medis apapun menjadi sorotan.
Asosiasi Pemerintah Desa Seluruh Indonesia (Apdesi) Kabupaten Jember menyayangkan tindakan bidan yang menolak menolong ibu akan melahirkan tersebut.
Peristiwa ini menunjukkan buruknya akses pelayanan kesehatan di Jember.
"Ini sungguh kejadian yang amat memprihatinkan dan tidak boleh terjadi lagi di Jember. Ini potret lemahnya aksesibilitas layanan kesehatan di Jember," ujar Ketua Apdesi Jember, Kamiludin kepada merdeka.com pada Kamis (21/12).
Seperti diberitakan sebelumnya, Kholiffah (37) warga Desa Jambesari yang tinggal pelosok Kecamatan Sumberbaru terpaksa melahirkan bayinya tanpa bantuan tenaga kesehatan.
Versi Dinas Kesehatan Pemkab Jember, Kholiffah terpaksa melahirkan dalam perjalanan ke puskesmas saat diantarkan suaminya menggunakan sepeda motor.
Dia menuju puskesmas setelah bidan di desanya menolak penanganan karena alasan administratif yakni surat izin praktek (SIP) nya bukan untuk praktik di desa tersebut.
Ibu malang tersebut terpaksa melahirkan di pinggir jalan di Desa Kaliglagah pada sekitar pukul 03.00 WIB.
Dinkes Jember juga menyebut kehamilan ibu tersebut tidak termonitor oleh Puskesmas Sumberbaru karena sang ibu selama ini tidak pernah kontrol kehamilan.
Terkait hal itu, Apdesi Jember enggan menyalahkan pihak tertentu.
"Ini bukan soal apa dan siapa yang salah. Tetapi ini persoalan genting yang harus dicarikan solusi konkrit agar tidak terjadi lagi di desa-desa yang lain," ujar Kamiludin.
Apdesi Jember menyebut insiden tersebut menggambarkan sejumlah persoalan serius dalam layanan kesehatan di Jember.
"Pertama, soal ibu itu yang diantar bersalin ke puskesmas menggunakan sepeda motor bebek. Kenapa tidak menggunakan mobil ambulan desa? Padahal itu kondisi darurat," ujar Kamiludin yang berlatar belakang profesi sebagai perawat (nakes) ini.
Apdesi Jember juga menyoroti tidak adanya puskesmas pembantu (pustu) dan pondok bersalin dalam kasus ini.
"Apakah petugas SDM perawat dan bidan desa tidak ada yang stand by? Kami yakin, jika seandainya pustu atau pondok bersalin di desa itu aktif, tidak akan ada kejadian ibu melahirkan di pinggir jalan."
Kata lulusan keperawatan Unmuh Jember ini.
@merdeka.com
Kamiludin juga mengungkapkan, para kepala desa kerap mengeluhkan rumitnya penggunaan ambulan desa karena prosedur yang terlalu birokratis.
"Sehingga kades dan warga desa enggan menggunakannya karena merasa dipersulit," papar Kamiludin.
Selain itu, sejumlah ambulans desa tidak memiliki sopir serta ada juga sopir ambulan desa yang tidak tinggal di desa tersebut.
"Belum lagi ambulan desa yang hanya boleh untuk rute ke Puskesmas dan Rumah Sakit milik pemerintah. Tidak boleh ke klinik kesehatan atau rumah sakit swasta," ungkap Kamiludin.
Apdesi Jember juga mempertanyakan peran puskesmas dan jajaran di bawahnya dalam mengawasi dan membina ibu hamil di wilayahnya.
"Kenapa dalam kasus ini tidak dilakukan langkah antisipatif mulai dari deteksi ibu hamil sampai persiapan persalinan?" ujar Kamiludin.
Apdesi Jember mendesak agar Pemkab Jember mengaktifkan kembali pustu, Ponkesdes dan Polindes di seluruh desa di Jember dengan ketersediaan anggaran dan SDM minimal dua orang (perawat dan bidan) yang stand by.
Apdesi Jember juga mendesak dilakukan evaluasi menyeluruh atas kinerja puskesmas di seluruh Jember. Selain itu, mendesak akses pengguna mobil ambulans desa dipermudah, terutama untuk kondisi darurat.
"Yang paling penting juga rekrutmen dan pergantian sopir mobil ambulan desa harus atas rekomendasi kepala desa karena dia yang tahu kondisi di wilayahnya," tegas Kamiludin.
"Kepala dinas kesehatan dan juga jajarannya agar sering keliling ke lapangan. Jangan cuma ke kantor. Kadinkes dan kepala puskesmas harus komunikatif untuk persolan kesehatan di desa. Jangan anti kritik dan buruk sangka kepada kepala desa," pungkas Kamiludin.
Rencananya, Apdesi Jember hari ini akan melakukan aksi ke Dinas Kesehatan dan DPRD Jember untuk mencari solusi konkret.