Kejagung Bakal Jemput Paksa Bos Sriwijaya Air Hendry Lie Jika Kembali Mangkir Pemeriksaan
Sudah dua kali pemanggiilan Hendry Lie sebagai salah satu tersangka kasus timah, tapi yang bersangkutan tidak hadir.
Sudah dua kali pemanggiilan Hendry Lie sebagai salah satu tersangka kasus timah, tapi yang bersangkutan tidak hadir.
Kejagung Bakal Jemput Paksa Bos Sriwijaya Air Hendry Lie Jika Kembali Mangkir Pemeriksaan
Kejaksaan Agung (Kejagung) RI menyatakan bakal menjemput paksa Bos Sriwijaya Air, Hendry Lie apabila kembali mangkir dari pemeriksaan kasus dugaan korupsi tata niaga komoditas timah di wilayah IUP PT Timah periode 2015-2022.
Langkah itu diambil setelah dua panggilan penyidik Jampidsus kepada Hendry Lie sebagai tersangka tidak hadir. Apabila kembali mangkir akan dilakukan penjemputan paksa.
"Kalau sudah tiga kali ada upaya pemanggilan paksa oleh penyidik," kata Kapuspenkum Kejagung, Ketut Sumedana, Kamis (30/5).
Sementara ketika disinggung soal penahanan, Direktur Penyidikan (Dirdik) Jampidsus Kejagung, Kuntadi belum bisa memastikan kapan langkah itu akan dilakukan.
"Terhadap tersangka HL, nanti kita tunggu," kata Kuntadi.
Pihaknya akan melihat sikap kooperatif dari Hendry Lie untuk pemeriksaan nanti. Saat ini penyidik masih fokus untuk menggeli keterangan dari bos maskapai Sriwijaya Air tersebut.
"Yang jelas kita sudah lakukan pemanggilan dan tentunya nanti akan ada upaya untuk menghadirkan yang bersangkutan untuk pemeriksaan," ujar dia dalam kesempatan yang sama.
Sebelumnya, Hendry Lie telah ditetapkan Kejaksaan Agung (Kejagung) sebagai tersangka selaku Beneficiary Owner PT TIM. Bersama dengan 4 tersangka lainnya yaitu Fandy Lingga, Suranto Wibowo, BN, dan Amir Syahbana.
Dalam perkara ini, dia merupakan Beneficiary Owner PT TIN. Bersama para tersangka telah dengan sengaja menerbitkan dan menyetujui Rencana Kerja Anggaran Biaya (RKAB) dari perusahaan smelter PT RBT, PT SIP, PT TIN dan CV VIP.
Terkini, diketahui dalam kasus dugaan korupsi tata niaga komoditas timah di wilayah IUP PT Timah periode 2015-2022. Kejaksaan Agung (Kejagung) telah merilis terkait hasil resmi kerugian negara.
Sesuai dengan hasil audit dari lembaga Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) terhadap kasus tersebut, dari hasil awal Rp271 triliun menjadi total Rp300,003 triliun
Dalam kasus ini total ada 21 tersangka. Mereka diduga saling bekerjasama dalam proses menjalankan bisnis timah ilegal.