Kejagung Diminta Jerat Tersangka Kasus Korupsi Timah dengan Pasal TPPU, Ini Alasannya
Kejagung terus mengusut kasus korupsi tata niaga timah wilayah IUP PT Timah Tbk di tahun 2015-2022.
Kejagung Diminta Jerat Tersangka Kasus Korupsi Timah dengan Pasal TPPU, Ini Alasannya
Kejaksaan Agung (Kejagung) mengusut kasus korupsi tata niaga timah wilayah IUP PT Timah Tbk di tahun 2015-2022. Total 11 orang jadi tersangka. Centre for Budget Analysis (CBA) meminta Kejagung juga menjerat dengan pasal tindak pidana pencucian uang (TPPU).
"Para tersangka juga mestinya dijerat pasal TPPU (tindak pidana pencucian uang) kalau Kejagung benar-benar mau fokus dan serius usut asset recovery. Kan, kerugian negara dalam kasus ini sangat fantastis, Rp200 T lebih," ucap Direktur Eksekutif CBA Uchok Sky Khadafi di Jakarta, Selasa (20/2).
Dia melanjutkan, penetapan kepada 11 tersangka merupakan bukti bahwa Kejagung terus memburu pihak-pihak yang bertanggung jawab dalam perkara tersebut.
"Ini patut kita apresiasi, ya, karena artinya Kejagung masih terus memburu pihak-pihak yang bertanggung jawab," terangnya.
Dalam daftar tersangka, GM Opersional PT TIN, RL ditetapkan menjadi tersangka ke-11 di perkara ini.
RL diduga berperan menandatangani kontrak kerja sama yang dibuat bersama tersangka MRPT dan EE. Bahkan, membentuk perusahaan cangkang untuk mengakomodasi pengumpulan bijih timah.
Atas perbuatannya, RL dijerat Pasal 2 ayat (1) dan Pasal 3 jo Pasal 11 UU Tipikor jo Pasal 55 ayat (1) Ke-1 KUHP. Dia ditahan selama 20 hari pertama sejak ditetapkan tersangka.
Sepuluh pihak yang sebelumnya dijadikan tersangka adalah SG alias AW selaku pengusaha tambang, MBG, HT alias ASN selaku Direktur Utama CV VIP, HT alias ASN; Dirut Timah 2016-2021, MRPT alias RZ; Direktur Keuangan Timah 2017-2018.
EE alias EML; bekas Komisaris CV VIP, BY; Dirut PT SBS, RI; beneficial ownership CV VIP dan PT MCN, TN; Manajer Operasional Tambang CV VIP, AA; dan TT (tersangka obstruction of justice).
Menurut Uchok, Kejagung juga harus menyasar korporasi yang diuntungkan dan terlibat dalam kasus ini. Tujuannya, memaksimalkan potensi pengembalian kerugian negara.
Sebelumnya, Kejagung telah menetapkan 11 tersangka dalam kasus dugaan tindak pidana korupsi dalam tata niaga komoditas timah wilayah Izin Usaha Pertambangan (IUP) PT Timah Tbk tahun 2015 sampai dengan 2022.
Kejagung bekerja sama dengan ahli lingkungan untuk menghitung kerugian perekonomian negara, yang disebabkan dugaan tindak pidana korupsi tata niaga komoditas timah di wilayah IUP PT Timah Tbk tahun 2015 sampai 2022.
Kerugian atas kerusakan lingkungan itu pun ditaksir mencapai Rp271 triliun.
Direktur Penyidikan Jaksa Agung Muda Pidana Khusus Kejagung Kuntadi menyampaikan, angka kerugian negara itu belum final lantaran proses penghitungan masih terus berlanjut.
"Penghitungan kerugian ekologis dan kerugian itu masih akan ditambah dengan kerugian negara yang sampai saat ini masih berproses. Berapa hasilnya, nanti masih kita tunggu," tutur Kuntadi kepada wartawan, Selasa (20/2).
Ahli lingkungan Institut Pertanian Bogor (IPB) Bambang Hero Saharjo mengulas lewat penghitungan kerugian berdasarkan Permen LH No.7/2014 tentang kerugian lingkungan hidup akibat pencemaran dan/atau kerusakan lingkungan hidup.
Kerusakan dari kasus tersebut pun terdiri dari tiga jenis, antara lain kerugian ekologis mencapai Rp183,7 triliun, ekonomi lingkungan sebesar Rp74,4 triliun, dan biaya pemulihan lingkungan mencapai Rp12,1 triliun.
Sementara itu, kerugian juga dapat dihitung dari total biaya kerusakan di kawasan hutan dan non-hutan, dengan rincian akibat galian tambang sebesar Rp223,3 triliun dan aktivitas tambang di kawasan non-hutan sebesar Rp47,7 triliun yang juga termasuk kerugian ekologis, ekonomi lingkungan, hingga biaya pemulihan.
"Totalnya kerugian kerusakan tadi sebesar Rp271.069.688.018.700," ungkap Bambang.