Kisah ayah Rhoma Irama pimpin perang melawan Belanda
Merdeka.com - Siapa yang tak kenal raja dangdut Rhoma Irama? Sosoknya tenar dari Sabang sampai Merauke. Tapi sedikit yang mengenal sosol Kapten Burdah, ayah Rhoma Irama.
Pada masa perjuangan mempertahankan kemerdekaan, ayah Rhoma ini memimpin pasukan melawan Belanda di wilayah Tasikmalaya, Jawa Barat.
Pada 21 Juli 1947, Belanda menggelar agresi militer pertama. Serangan kilat itu berhasil menghancurkan pertahanan TNI. Termasuk posisi-posisi Divisi Siliwangi di Jawa Barat.
-
Siapa yang memimpin perlawanan melawan Belanda? Ketika melawan Belanda, Radin Intan II dikenal sebagai sosok pemimpin panglima perang di usianya yang masih 16 tahun.
-
Siapa pahlawan nasional dari Sumatera Barat yang melawan Belanda? Sosok Ilyas Ya'kub mungkin masih belum begitu familiar di kalangan masyarakat Indonesia. Ia merupakan seorang pahlawan nasional Indonesia dari Sumatera Barat yang punya jasa besar dalam melawan Belanda.
-
Siapa yang berjuang untuk Indonesia? Kata-kata ini membangkitkan semangat juang dan patriotisme dalam diri setiap pemuda Indonesia.
-
Siapa yang memimpin perang melawan Belanda? Perang Diponegoro (1825-1830) adalah konflik antara Pangeran Diponegoro dengan Belanda yang dipicu oleh pemasangan patok-patok di lahan milik Diponegoro dan eksploitasi terhadap rakyat dengan pajak tinggi.
-
Siapa yang berjuang untuk kemerdekaan Indonesia? Mari kita hormati para pemberani yang telah berjuang untuk kemerdekaan kita. Selamat Hari Kemerdekaan 17 Agustus!
-
Siapa yang memimpin perlawanan terhadap kolonial Belanda di pertambangan timah? Dengan tekad yang kuat dan penuh keberanian untuk menentang dan melawan pihak kolonial, Depati Amir mendapatkan dukungan penuh dari masyarakat Bangka.
Belanda berhasil menguasai Bogor, Sukabumi, Cianjur, Garut, Tasikmalaya, Ciamis dan kota-kota lain di Jawa Barat. Namun mereka hanya bisa menduduki kota dan jalan-jalan utama. Di luar kota, TNI tetap menyusun kekuatan.
Namun serangan Belanda itu membuat banyak anggota TNI terpisah dengan kesatuannya. Di sebuah desa yang menjadi tempat pengungsian, Kapten Sulaiman dan wakilnya, Kapten Burdah, berinisiatif membentuk pasukan dari anggota-anggota TNI yang tersebar dan sedang mengungsi itu.
Ada sekitar 80 orang yang berhasil dikumpulkan. Latar belakangnya beragam. Ada yang berasal dari Resimen X, Angkatan Udara, Polisi Tentara, mantan sipir penjara dan Tentara Pelajar (TP). Kapten Sulaiman dan Kapten Burdah memberi nama pasukannya Detasemen Garuda Putih.
Salah satu anggota pasukan ini adalah Eddie Mardjuki Nalapraya yang kelak menjadi Mayjen TNI dan sempat memangku jabatan wakil gubernur DKI Jakarta. Eddie mengisahkan Detasemen Garuda Putih ini dalam memoarnya yang berjudul Jenderal Tanpa Angkatan. Buku terbitan Zig Zag Creative (2011) ini ditulis Ramadhan KH, Iskandar Chotop dan Feris Yuarsa.
Nah, saat itu Eddie baru berusia 16 tahun. Dia pelajar SMP dan masuk Tentara Pelajar karena gelora revolusi. Pangkatnya prajurit dan tercatat sebagai anggota pasukan termuda.
Namanya anak muda, tentu semangat dan tenaga masih menggebu-gebu. Para Tentara Pelajar inilah yang paling sering patroli dan menyerang posisi Belanda.
Pasukan lain sempat protes akan aksi TP ini. Sebabnya, setiap TP habis menyerang, Belanda akan membombardir wilayah-wilayah yang dicurigai sebagai tempat sembunyi TP. Para anggota TP malah pernah dilucuti dan dilarang keluar markas oleh pasukan lain. Namun mereka cuek saja.
Para TP ini tetap cuek saja menyerang Belanda. Toh, komandan mereka saja tak pernah melarang. "Prinsip Kapten Burdah itu orang mau berjuang, kenapa dilarang," kenang Eddie.
Salah satu pertempuran terbesar yang dialami Detasemen Garuda Putih ini adalah pencegatan konvoi Belanda di Gunung Kecapi, Tasikmalaya. Saat itu tepat 17 Agustus 1947, para tentara pelajar ingin memberikan hadiah pada Ibu Pertiwi dengan sebuah serangan pada Belanda.
Di atas bukit seluruh Detasemen Garuda Putih sudah bersiap menyergap. Informasi yang mereka terima benar, konvoi bren carrier berserta sejumlah besar tentara Belanda melintas dari Singaparna ke arah Tasikmalaya.
Begitu konvoi masuk target, mereka segera membuka serangan. "Kehed siah! Bebel siah! (Sialan, brengsek kalian!)," teriak Edi dan teman-temannya.
Baku tembak terjadi dengan gencar. Pasukan Indonesia mengandalkan senapan mesin 12,7 dan jukikanju 7,7 peninggalan Jepang.
Banyak korban di pihak Belanda. Sementara di pihak RI, gugur dua tentara pelajar.
Ada cerita menarik soal pertempuran di Gunung Kecapi. Kelak bertahun-tahun kemudian, ketika mengawal Presiden Soeharto ke negeri Belanda, Mayor Eddie bertemu dengan seorang Letnan Kolonel Belanda pengawal Ratu Yuliana. Ternyata Letkol ini pernah bertugas di Indonesia dan pasukannya yang dulu disergap oleh Kapten Burdah dan Eddie.
Tentara Belanda itu mengaku terkejut dan senang bertemu kembali dengan musuhnya. "Dulu kita sama-sama bertempur menjalankan tugas negara masing-masing. Sekarang kita bisa makan bersama di satu meja. Merdeka!" kata si Letkol gembira.
Eddie pun selalu menjaga hubungan dengan masyarakat di Nyengcang, markas Detasemen Garuda Putih. Saat Eddie sudah berpangkat Brigadir Jenderal, dia mengajak Rhoma Irama bersilaturahmi ke sana. Rhoma dikenalkan sebagai anak dari Kapten Burdah, mantan komandan perjuangan dulu.
Namun sejarah Detasemen Garuda Putih dan kisah heroik ini tak masuk dalam sejarah resmi divisi Siliwangi. Eddie menduga detasemen ini dianggap 'detasemen jadi-jadian' karena dibentuk semasa di pengungsian. Walau begitu Eddie mengaku bangga pernah bertugas di sana bersama ayah Rhoma Irama.
(mdk/ren)Cobain For You Page (FYP) Yang kamu suka ada di sini,
lihat isinya
Hari ini adalah 128 tahun wafatnya Teuku Nyak Makam yang patut dikenang oleh masyarakat Indonesia.
Baca SelengkapnyaAtas jasa serta perjuangannya, namanya kini diabadikan menjadi nama sebuah ruas jalan yang ada di Jakarta.
Baca SelengkapnyaPada 1947, umat islam Tanah Air berperang melawan Belanda pada hari ketiga puasa.
Baca SelengkapnyaIpar Pangeran Diponegoro ini bikin pihak lawan kewalahan. Bahkan, pihak lawan mengerahkan ribuan pasukan hingga mengadakan sayembara untuk mengalahkan sosoknya.
Baca SelengkapnyaPanglima Perang dari Riau ini terlibat langsung dalam peperangan melawan Belanda di Sumatera Barat di bawah pimpinan Tuanku Imam Bonjol.
Baca SelengkapnyaKabarnya, julukan ini melekat karena teriakannya amat mengerikan dan bikin penjajah ketar-ketir.
Baca SelengkapnyaPangeran Diponegoro wafat pada tanggal 8 Januari 1855 di Makassar, Sulawesi.
Baca SelengkapnyaTepat hari ini, 20 Oktober pada 1945 silam, terjadi pertempuran besar setelah kemerdekaan Indonesia yang disebut Pertempuran Ambarawa.
Baca SelengkapnyaSisingamangaraja XII juga dikenal sebagai Raja Tuan Marhajan Siregar, adalah seorang pahlawan dari Tanah Batak.
Baca SelengkapnyaDengan tekad yang kuat dan penuh keberanian untuk menentang dan melawan pihak kolonial, Depati Amir mendapatkan dukungan penuh dari masyarakat Bangka.
Baca SelengkapnyaKetika melawan Belanda, Radin Intan II dikenal sebagai sosok pemimpin panglima perang di usianya yang masih 16 tahun.
Baca SelengkapnyaWalaupun masing-masing punya cara yang berbeda, mereka punya peran besar bagi perjuangan rakyat Indonesia melawan penjajah
Baca Selengkapnya